My Lover-12

1.3K 153 26
                                    

Ben mengantarku hingga di depan apartemen. Ia langsung pulang tapi aku tidak. Tanganku segera bergerak merogoh ponsel dari dalam tas. Sambil berjalan menuju sofa di lobi, jemariku bergerak mencari nama Joshua di deretan kontakku.

Aku duduk sambil menunggu panggilanku diangkat. Meski setengah ragu, aku tetap menempelkan ponsel itu hingga dering sambung ke tujuh.

"Ya, Lana?"

"Jo...Josh?"

"Ya? Ada apa?"

Sekarang aku jadi gagap. Aku harus berkata apa?

"Mm...tentang tawaranmu waktu makan siang...apa...apa masih berlaku?"

Sebenarnya ini sudah hampir jam delapan malam. Aku juga tidak tahu kemana Joshua tadi akan mengajakku. Namun sekarang aku tidak bisa begitu saja pulang lalu memendam segalanya sendiri. Siapapun orang yang akan kuajak berbagi tentang perasaanku ini pasti akan memojokkanku.

"Kamu mau?"

Aku berdeham satu kali. Kuhela napas panjang untuk membulatkan tekadku. "Ya. Maksudku jika memang masih berlaku."

"Tentu. Kapan? Besok?"

Kupejamkan mataku rapat-rapat. "Apa tidak bisa sekarang? Aku...mm...aku...aku sedang ingin jalan-jalan," dustaku.

"Sekarang? Kamu yakin? Ini sudah jam delapan. Maksudku...apa ayahmu mengijinkanmu pergi?"

"Bisakah kamu menjemputku sekarang?" tanyaku tanpa menjawab pertanyaannya. "Tapi kalau memang kamu khawatir tentang ayahku tak apa. Aku tak akan memaksa. Kurasa aku akan pergi sendiri kalau begitu." Aku tertawa hambar di akhir kalimat.

"No! Jangan! Akan kutemani. Kemana aku harus menjemputmu?"

Diam-diam aku bernapas lega. "Akan kubagikan lokasiku padamu."

"Oh oke!"

"Oke. Sampai bertemu." Kuputus sambungan kami lantas segera kukirimkan lokasiku pada Joshua.

Kutatap layar ponselku dengan senyum terkembang. Batre yang tertera di sana tinggal 15%. Sekalian saja kumatikan ponseku. Setelah itu aku segera beranjak keluar dari gedung apartemen. Aku lebih memilih menunggu di sebuah halte di dekat apartemen. Jaga-jaga jika saja ayah mencariku lantas kami berpapasan di lobi.

Sekitar dua puluh menit kemudian Joshua sudah tiba di depan gedung apartemen. Aku setengah berteriak memanggilnya. Kami tak banyak basa-basi. Begitu Joshua tiba di hadapanku ia mengangsurkan helm. Aku segera menerima lalu membonceng motor sport miliknya.

Joshua terus mengendarai motornya tanpa ada niatan sedikitpun untuk mengajakku berbicara. Entah karena dia memang ingin berkonsentrasi penuh pada jalanan yang lumayan padat atau memang dia sedang memikirkan sesuatu. Yang manapun aku tak keberatan. Aku sendiri justru bersyukur karena Joshua tak menanyakan apapun mengenai ajakanku yang begitu mendadak ini. Aku tetap diam meski sampai sekarang aku belum tahu kemana Joshua akan membawaku. Kemanapun kuharap tempat itu memang bisa membuatku melupakan semua perasaan tertekan ini...walau hanya sementara.

Sepuluh menit berkendara, jalanan besar nan padat yang kami lewati perlahan mengecil. Berubah jadi jalanan kota biasa yang jumlah kendaraan yang lewat bisa dihitung dengan jari. Gedung-gedung tinggi juga sudah berganti bangunan-bangunan tua atau rumah penduduk.

Saat di kiri dan kanan jalan mulai terlihat penjaja jajanan, Joshua memelankan laju motornya. Mulai dari donat, martabak bahkan harum manis ada di sana. Suara riuh dari speaker yang diatur pada volume tinggi mulai terdengar telingaku. Jalanan tadi boleh saja mulai sepi. Namun di tempat ini lain cerita. Ada banyak orang di sini. Lagu dari speaker membaur dengan suara sirine dan macam-macam suara dari wahana di sini. Joshua membawaku ke sebuah tempat yang dulu sekali pernah kudatangi bersama ibu dan Anita; pasar malam.

Iliana's Lover [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang