Minggu pertama di awal bulan! Oh ini adalah hari yang selalu kunanti tiap bulannya. Apalagi kalau bukan untuk berbelanja! Ya...walaupun hanya berbelanja bulanan. Memenuhi kulkas dan kebutuhanku dan ayah di apartemen untuk satu bulan ke depan.
Tiga tahun sudah aku tinggal di apartemen ini bersama ayahku, tuan Ardham Avatara yang terhormat. Pemilik Finger Licking Food & Resto, restauran keluarga paling disarankan di kota ini. Sejak aku lulus kuliah, dia memboyongku kemari. Rumah ibu ditempati Anita, baby sitterku dan suaminya. Florist yang kami miliki juga dikelola olehnya. Aku bekerja di sana. Sesekali aku lembur untuk membantu jika sedang hari sibuk, seperti saat valentine. Florist kami bisa kebanjiran pesanan. Pernah suatu waktu ada seorang pengusaha gila yang memesan beberapa ratus tangkai mawar untuk melamar kekasihnya di hari itu. Sempat kelimpungan, akhirnya Anita berhasil bernegosiasi dengan mengganti kurangnya tangkai mawar dengan bunga lain. Merangkainya sedemikian rupa sehingga menjadi sangat cantik.
"ELE! KAMU JADI PERGI TIDAK?! AYAH SUDAH TERLAMBAT!"
Teriakan ayah menarikku dari lamunan. "IYA! SEBENTAR LAGI!"
"Dasar! Aku tidak tahu kalau punya anak perempuan bisa serepot ini. Lama sekali berdandannya!"
"I HEARD THAT!"
"KALAU BEGITU BERGEGASLAH!"
Bergegas aku menyambar sling bag-ku dari atas meja, beranjak dari depan meja rias. Menghampiri nakas di samping ranjangku, dimana ada foto mendiang ibu dan foto studio bersama ayahku selepas wisuda dulu. Kubuka laci di nakas itu. Ada satu bingkai foto yang sudah tiga tahun ini kusimpan. Fotoku bersama Joshua selepas wisuda dulu. Lalu aku beralih memperhatikan Kuku, boneka burung hantu bertopi wisuda yang dulu dibelikan Joshua untukku.
"ELE! KAMU BAHKAN BELUM SARAPAN! CEPATLAH!"
Aku segera keluar kamar. Menghampiri ayah yang kuduga sedang berada di ruang makan. Saat sosoknya terlihat olehku, sengaja aku berjalan sambil menghentak-hentakkan kakiku.
"Apartemen ini bisa roboh kalau tiap hari kamu berjalan menghentak seperti itu," kata ayah. Ia melipat koran pagi yang tadi ia baca lalu meletakkannya di atas meja makan.
"Apartemen semewah dan mahal seperti ini bisa roboh begitu saja karena aku menghentak seperti ini? Sesuai sekali dengan harganya," kataku sarkatis lalu duduk di samping ayahku.
Ayahku tertawa pelan lalu menyodorkan kotak bekal dan tumbler ke depanku. "Ayo, ayah sudah terlambat. Kamu makan di mobil saja." Kemudian dia berdiri dan meninggalkanku.
Aku menggerutu, mengambil kotak bekal dan botol tumbler dengan kasar lalu mengikuti ayahku. Menuju basement, kami terus berjalan menghampiri sedan hitam milik ayahku. Dia membukakan pintu untukku seperti biasa. Dan setelah aku duduk manis dan memasang sabuk pengaman, barulah ayahku berputar menuju kursi kemudi. Kemudian kami melaju dari sana.
"Ini daftar belanjaan yang harus kamu beli bulan ini." Ayahku menyerahkan secarik kertas dan kartu kredit dari saku kemejanya.
Kuterima lalu kumasukkan ke dalam sling bag-ku. Baru kemudian aku membuka kotak bekal yang tadi di berikan ayahku. Isinya dua potong sandwich tuna.
"Makanlah yang rapi sedikit. Kamu ini perempuan, Ele. Seorang wanita dewasa," ujar ayahku ketika dia mendapati aku melahap sandwich dengan gigitan besar.
Aku baru menjawab ucapan ayahku ketika selesai menelan. "Kalau aku wanita dewasa, kenapa ayah tidak mengizinkan aku bekerja? Sudah tiga tahun ijasahku menganggur begitu saja. Jangankan bekerja. Untuk belanja bulanan saja aku tidak boleh pergi sendirian. Lalu apa gunanya si putih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Iliana's Lover [ON HOLD]
Fiksi UmumIliana tumbuh tanpa merasakan peran ayah di hidupnya. Pria itu menghilang begitu saja ketika ibunya hamil. Lalu muncul dan mengusik hidupnya ketika ibunya sekarat. Tiga tahun lalu Iliana baru bisa membuka hatinya untuk menerima ayahnya. Namun, Ilian...