Ada empat stage yang dilalui Sandra ketika ia putus cinta. Pertama, dia akan menangis tersedu-sedu karena sakit hati. Atau marah-marah sambil menyalahkan mantan kekasihnya. Kedua, setelah acara tangis haru biru itu selesai, dia akan mencari pelarian dengan menonton drama korea atau novel romantis yang nantinya akan menggiringnya pada stage ke tiga. Yaitu mengeluarkan sumpah serapah bahwa pembuat drama dan novel romatis itu adalah pembual nomor satu di dunia. Itu karena dia berpikir bahwa kisah atau lelaki di dunia nyata sama sekali berbeda dengan yang ada di drama atau novel. Yang ke empat, setelah selesai mengeluarkan sumpah serapah, Sandra akan memiliki tekat menggebu untuk melakukan sesuatu. Yang kumaksud dengan melakukan sesuatu adalah bertindak apapun untuk bisa 'membalas dendam' pada mantan kekasihnya. Atau terkadang berusaha sambil kembali berangan supaya kisah cintanya bisa mirip dengan drama atau novel romantis yang ia konsumsi. Biasanya siklus ini akan berulang untuk beberapa hari ke depan.
Saat ini Sandra sedang ada di stage ke dua. Kurasa acara tangisnya sudah selesai ketika ia meneleponku tadi pagi. Dan sekarang, ia tengah asyik membaca novel romantis di ponselnya. Aku hanya bisa tiduran di ranjangnya. Tentu setelah kusingkirkan semua tisu bekas menjijikan itu dari atas ranjang.
Karena bosan menunggu Sandra yang terlihat sibuk dengan dunianya, akhirnya aku duduk dan meraih tasku di atas nakas. Kuambil ponselku dari dalamnya. Ada lima panggilan tak terjawab dan tiga pesan via whatsapp. Semua dari Ben.
Kamu dimana?
Kata Anita kau pergi ke rumah Sandra.
Padahal tadinya aku ingin mengajakmu makan siang.
Aku membalas pesan Ben dengan melakukan selfie bersama Sandra. Aku di depan dengan pose melirik ke arah Sandra yang masih tenang membaca layar ponselnya. Kutulis dengan pesan:
Iya. Aku menemani sang putri yang sedang patah hati 💔
Tak lama berselang, Ben membalas pesanku.
Putus cinta lagi ya?
Yep.
Katakan padanya temanku masih berminat jadi kekasihnya😎
Aku tertawa membaca pesan Ben. Teringat dengan salah satu teman dekatnya yang seorang seniman lukis. Wajahnya rupawan tapi rambutnya gondrong dan selalu berantakan. Pakaiannya pun terkesan gembel--menurut pandanganku.
Akan kusampaikan setelah ia selesai menyumpah serapahi penulis novel yang tengah ia baca😂😂
Setelah itu aku dan Ben saling berkirim pesan. Namun, setelah setengah jam, Ben tak membalas pesanku. Mungkin dia sedang sibuk atau ada urusan mendadak.
Aku mendesah dan kembali tiduran di ranjang. Kuletakkan ponselku di atas dahiku. Sesekali aku melirik ke arah Sandra yang masih serius dengan ceritanya. Hingga lama-lama aku mulai mengantuk. Baru saja mataku akan terpejam, kudengar Sandra mengumpat keras.
"Bullshit!" serunya sambil membanting ponselnya ke ranjang.
Aku yang terkejut seketika terduduk, sampai lupa bahwa ponselku tadinya ada di atas dahiku. Untungnya ponsel itu jatuh tepat di atas pangkuanku.
"Dasar penulis naif!"
Here we go again...
"Mana mungkin ada lelaki sesempurna itu. Dengan wajah tampan, tubuh sempurna, kaya, kelakuan alim tanpa cacat sedikitpun. Kalaupun ada lelaki sesempurna itu, dia pasti gay! Antony buktinya."
Mataku melebar mendengar dua kalimat terakhir dari Sandra. Antony? Gay?
Sandra masih mengeluarkan sumpah serapahnya dengan bersemangat. Ia bahkan sampai berlutut di ranjangnya. Sebelah tangannya menunjuk-nunjuk ponselnya, sesekali mengambil lalu membantingnya lagi ke atas ranjang. Mulutnya tak berhenti mengoceh. Sementara aku? Aku masih berusaha mencerna ucapan Sandra tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iliana's Lover [ON HOLD]
General FictionIliana tumbuh tanpa merasakan peran ayah di hidupnya. Pria itu menghilang begitu saja ketika ibunya hamil. Lalu muncul dan mengusik hidupnya ketika ibunya sekarat. Tiga tahun lalu Iliana baru bisa membuka hatinya untuk menerima ayahnya. Namun, Ilian...