My Lover-11

1.3K 145 14
                                    

Setelah gagal melarikan diri, aku terpaksa mengikuti langkah ayah ke dapur. Dua orang sudah duduk nyaman di meja makan. Kalau bukan Diana dan anaknya, siapa lagi?

"Duduklah dan makan sesuatu! Ini semua Diana yang masak." Ayah memaksaku duduk berhadapan dengan seorang bocah laki-laki, yang kalau tak salah ingat, namanya Denis. Kemudian ayah duduk di sampingku, tepat di hadapan Diana.

Ada beberapa lauk dan sayur tersaji di atas meja makan. Entah hanya kebetulan atau mereka merencanakannya, semua menunya adalah kesukaanku.

"Aku sudah makan tadi," kataku tanpa bersusah payah untuk bersikap ramah.

"Oh ya? Tumben sekali. Kamu selalu makan malam di rumah bersama ayah."

"Ya, tadi Ben mengajakku makan setelah aku selesai bekerja. Sekarang apa aku boleh pergi ke kamarku?"

Alis ayah menukik tajam, matanya menyipit dan berkedut, tanda ia tak suka dengan perilakuku. "Duduklah di sini sebentar, kita sedang kedatangan tamu."

"Your guests, not mine. Permisi." Aku langsung berdiri dan sedikit menganggukkan kepalaku ke arah Diana dan anaknya lalu masuk ke kamarku. Hanya sebatas itu rasa hormat yang kupunya untuk Diana.

Desah lelah langsung keluar dari mulutku begitu aku membaringkan tubuhku ke atas ranjang. Mataku menatap langit-langit dan pikiranku melayang kemana-mana. Aku hampir memejamkan mataku ketika dering ponsel terdengar. Aku menoleh ke arah meja rias tempat kuletakkan tasku.

Sedikit enggan, akhirnya aku memaksa tubuhku untuk bangun dan berjalan ke arah sana. Nama Ben terpampang di layar ponselku.

"Hallo?"

"Kamu dimana?"

"Kamar," jawabku agak malas.

Terdengar helaan napas panjang dari Ben. "Okay. Get some rest then," ucapnya lembut.

Seperti inilah Ben yang selama ini kukenal. Tak peduli kami sedang marahan atau tidak, ia tetap akan bersikap lembut padaku. Yang di tempat makan tadi itu...baru kali ini aku mendapatinya seperti itu.

"Iya," kataku. Lalu kuputuskan sambungan tanpa aba-aba.

Kuputuskan untuk mandi sebelum aku merasa malas untuk melakukan apapun lagi. Namun begitu aku keluar dari kamar mandi, aku terkejut bukan main saat mendapati ayah sudah duduk manis di atas ranjangku. Kepalanya menunduk memperhatikan bingkai foto di tangannya.

Mungkin karena mendengar suara kesiap dariku, ayah menolehkan kepalanya. Matanya membulat. Saat itulah aku sadar kalau aku hanya mengenakan handuk. Aku langsung kembali masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya dengan cukup keras.

"Apa yang ayah lakukan di kamarku?!" Suaraku lebih tinggi satu oktaf daripada yang kuharapkan.

"Maaf. Ayah tidak tahu kamu akan keluar hanya dengan handuk. Ayah-"

"Keluar dari kamarku!"

"Oke!"

Setelah mendengar suara pintu kamar yang dibuka lalu ditutup lagi, aku baru keluar dari kamar mandi. Bergegas aku mengenakan kaus dan celana pendek yang nyaman untuk tidur. Tepat saat aku menurunkan kausku, pintu kamar terbuka.

"Can you knock? I could be naked!" ketusku. Kulempar handuk basahku ke dalam keranjang cucian.

"Sorry." Ayah berucap seperti itu tapi tak terdengar nada bersalah sama sekali. Kemudian ia duduk di ranjangku. Sebelah kakinya terlipat duduk di ranjang.

"Kemana calon tunangan dan calon anak ayah?" Aku duduk di meja rias lalu mengambil hair dryer dari laci, mencolokkannya ke stop contact di dekat sana dan mulai mengeringkan rambutku. Posisi dudukku membelakangi ayah. Untuk beberapa saat ayah tak bicara. Aku juga fokus mengeringkan rambutku.

Iliana's Lover [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang