Rebutan

172 13 0
                                    

Aku setengah berlari menuju kamar Kak Sat. Menginjak-injak dia agar mau bangun. Tapi dasar, sampai kuberi ujung kakiku pun dia tidak mau bangun. Akhirnya, aku ambil jurus terampuh paling akhir. Yaitu kaus kakinya sendiri. Yang langsung membuat ia tersentak bangun.

"Alentaaa!" teriaknya yang langsung menggetarkan dinding-dinding kamar. Sampai beberapa foto nyaris jatuh.

"Ada Kak Hans nyariin Kakak!" Kuberikan senyum termanis pada Kak Sat sebelum ia melakukan jurus terampuhnya yaitu menjepit kepalaku dengan ketiaknya yang bau. Mana nggak pakai baju lagi. Pasti aroma itu akan mengusir selera sarapan ku pagi ini. Baru saja aku hendak keluar kamar, tahu-tahu Kak Hans berdiri tepat depan pintu.

Masih dengan muka tegangnya. Suram dan tatapan tajam itu terarah ke bawah. Maksudku kepadaku. Sejenak kami saling pandang. Sampai suara cempreng kakakku benar-benar mengusik.

"Woy, Bro! Masuk ke kamar perawan nggak bilang-bilang, dulu. Ketuk pintu, kek!" celetuknya yang langsung meraih bantal menutupi dadanya. Menyetel tampang malu-malu. Bahkan perempuan tidak akan semendramatisir itu. Dasar Kakakku!

Kak Hans tergelak. Matanya yang sipit semakin sipit ketika tertawa. Wajah oriental yang begitu menawan. Kata Kakakku dia ada darah Jepang-nya. Dan aku tidak tahu kenapa ia bisa berteman dengan kakakku yang super lebay itu, padahal wajah mereka jauh. Jauh lebih tampan Kak Hans dan seperti turun kelas jika harus berteman dengan kakakku.

"Ada hal penting!" ujar Kak Hans kembali serius.

"Apa? Sampai kau tega mengaganggu tidurku?" Kak Sat memasang tampang cemberut. Dan dia terlihat sangat lucu. Aku paling suka ekspresinya itu.

"Ehm ...." Kak Hans melihat ke arahku. Sepertinya dia tidak ingin aku mendengarnya.

"Oke, aku ngerti!" Segera aku keluar. Meski agak dongkol juga. Hal penting apa sih? Yang sampai membuatku terusir begini. Hiks. Hiks. Rasanya aku tidak perlu mendramatisir macam Kak Sat.

Kunikmati pagiku, dengan duduk di sofa krem besar berbentuk setengah lingkaran, yang mampu menampung tubuhku. Seolah ia kanguru dan aku anaknya. Meminum jus, dan membaca majalah yang baru kubeli kemarin.

Ada Calista. Cewek cantik dengan rambut panjang hitamnya jadi sampul majalah. Dia selebgram yang lagi booming. Salah satu anggota komplotan uget-uget. Aku tak ambil pusing. Kubuka saja perlembarnya sampai teriakan membahana datang dari arah tangga.

"Alentaaa! Kuberi waktu sepuluh menit untuk siap-siap. Saat ini aku ada rapat senat. Tolong lebih cepat, ya!" Kak Sat, entah kapan ia mandi tahu-tahu sudah rapi saja. Aku segera melompat menuruni sofa. Berusaha protes mengembalikan hak-hak pagiku yang harus kunikmati.

"Pagi amat. Emang ada apa?" Kulihat Kak Hans di belakangnya. Kali ini, matanya tidak sesuram tadi.

"Rahasia. Udah sana cepet mandi!"

"Tapi, Kak ...."

"Oke. Tinggal 9 menit lagi. Makin banyak protes, makin sedikit waktumu. Atau, aku tinggal dulu? Nanti akan kujemput lagi. Tapi, nggak jamin sih kamu bakal selamat dari hukuman guru BP?" Kak Sat mencoba membuat kesepakatan di antara kami. Sambil menyumpah nyerapah aku terpaksa bergegas.

"Nah gitu, dong!" Kak Sat menyambut mukaku yang bad banget pagi ini. Karena dia, aku jadi kehilangan kenikmatan pagi.

"Ayo berangkat!"

Sesekali mataku menoleh ke motor sport merah di belakang, yang terus mengikuti kami. Jalanan yang berdebu, bising, mendadak lenyap digantikan alunan mozart di telingaku. Hanya ada musik, angin, dan Kak Hans yang tampak mempesona.

Sampai tahu-tahu, seorang gadis berambut pendek komplit dengan bando pink melambai-lambai genit menyambut kedatanganku.

"Alentaa!" Niva kesenangan. Kulihat ekor matanya menatap genit ke arah kakakku. Cih! Terkadang aku tidak rela Kak Sat dipandang seperti itu.

"Biasa aja kali, liatnya!" sungutku. Yang langsung membuat Niva cemberut. Tapi dia segera mengubah ekspesinya ramah kembali.

"Hai, Ta! Hai, Kak Satria!" Tuh kan, lagi. Aku menatap dengan sorot mata mengawasi.

"Hai, Niv! Titip Alenta, ya. Laporin ke aku, kalo sampe ada yang gangguin dia." Kak Sat tersenyum dimanis-manisin. Dan mereka saling kedip-kedip. Apa-apaan ini? Norak!

"Matanya pada kelilipan, ya?" sindirku yang langsung membuat mereka pada salting.

Kak Sat segera pamit pergi. Niva dengan suaranya yang tak jauh mengesalkan dari Kak Sat, berteriak. "Kakakmu ganteng amaaat, sih! Naksir, deh!" Dia memelukku penuh nafsu. Cih! Aku segera mendorongnya kuat-kuat. Menjijikan!

"Aku tidak mau memiliki Kakak Ipar sealay dirimu!" Sambil ngibasin baju, berjalan cool. Niva hendak protes. Tapi, tiba-tiba dari arah lain, rombongan Calista mencegatku.

Dengan tangan melipat di dada, tersenyum dimanis-manisin.

"Hai, Ta! Gabung sama ekskul kami, ya!" tawarnya. Yang langsung membuat Niva maju.

"Alenta, sudah memilih ekskul, kami!" protesnya.

Kulihat senyum pongah dari Calista.

"Yakin? Bergabung dengan Cheerleaders akan membuatmu jauh lebih berkelas, lho!"

"Jadi menurutmu ekskul kami tidak?"

Parcel Boneka BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang