MISTERI KEMATIAN YOSEA

93 7 0
                                    

"Aku anak tunggal. Orang tuaku sibuk dengan urusan mereka. Hanya Hans satu-satunya sodara yang kupunya. Hans memiliki seorang adik perempuan. Namanya Ayumi. Saat ini masih sepuluh tahun. Kalo aku ke sana, sering ngobrolnya dengan dia. Tidak Hans. Kadang aku merasa hidupku benar-benar sepi. Aku jarang pulang dan tidur berpindah-pindah di rumah teman. Lagian, tak ada yang menanyaiku sudah pulang atau belum. Tapi setelah mengenalmu, aku merasa hidupku benar-benar ramai. Aku suka gadis yang ceria dan energic sepertimu. Setiap kali Satria mengeluh tentang kejailanmu, aku sangat tertarik. Dan benar. Kamu orang yang heboh dan sangat menyenangkan. Aku ...." Aku menabraknya dengan keras, dan melingkarkan tangan di lehernya. Sampai membuatnya hampir limbung.

"Hei, biasa aja kali!" protesnya.

"Mulai sekarang, aku akan benar-benar membuat repot dirimu," bisikku di telinganya. Ryuji terkekeh.

"Kak! Aku harap kita akan sama-sama seperti ini ... Seterusnya!" Ia diam. Tidak menjawab. Hanya kurasakan tangan hangatnya melingkari punggungku.

***

Irana sudah menunggu tidak sabar. Pagi-pagi di gerbang ia menyambutku dengan senyuman lebar. Ryuji mengantarku seperti biasa.

"Irana! Kalo dia kegenitan, jewer aja, ya!" Ryuji berseloroh. Aku segera mencubit perutnya.

"Apaan sih? Emang aku apaan?" Ryuji terkekeh. Irana menghampiri kami geleng-geleng.

"Ada, ya, pasangan yang nggak pernah akur kayak gini?" celetuknya. Yang membuat aku kepingkal.

"Bilangin sama dia, jadi cewek manisan dikit." Ryuji memajukan bibirnya.

"Gimana kalo mandi gula aja? Biar manis?" timpal Irana dengan muka serius. Tapi perkataannya membuat kami tertawa.

"Sepertinya kalian sepaket!" Ryuji mengusap dagunya memandang bergantian aku dan Irana. Aku merangkul Irana.

"Udah sana pergi! Nanti jemput lagi, ya, Jek." Ryuji manyun.

"Bayar dulu, Neng!" sungutnya.

"Alaah, sama anak sekolah harusnya gratis kali, Bang!"

"Emang bensin punya nenek moyang?" ketusnya.

Aku tergelak. Irana mengernyit.

"Jadi, selama ini Alenta bayar? Emang dia ngojek?" Kali ini Irana bertanya dengan muka polosnya bingung. Aku dan Ryuji tertawa hebat.

"Benar-benar pasangan yang aneh." celetuknya.

"Udah, nggak usah dipikirin." Aku menarik Irana masuk. Menoleh ke ujung jalan memastikan Ryuji sudah pergi.

"Ada apa? Kok kayaknya penting banget sampe sms nyuruh datang pagi-pagi." Irana menatapku di balik kacamata tebalnya dan poni kepanjangan itu.

"Aku dapat info soal kampus Kak Satria. Ta, serius aku penasaran sama parcel itu. Makanya, diam-diam aku cari tahu. Sekarang, aku punya daftar pengurus senat tahun ini. Jadi, kita bisa cek nama-namanya." Aku menatap takjub.

"Oh, ya? Mana-mana?"

Irana mengambil lembaran kertas fotokopyan, menyodorkan padaku. Aku memperhatikan sebuah nama yang mentereng di sana. Ketua, Satria Tama Pamungkas. Diam-diam terselip rasa bangga dalam diriku. Keren juga kakakku. Hahaha. Si menyebalkan itu, nggak nyangka. Hmm ... Penasaran sih. Apa dia dikejar-kejar cewek juga di kampusnya. Bahkan aku tidak pernah menanyakan hal ini sebelumnya. Kak Satria jarang cerita soal perasaannya. Nyaris tak pernah. Dan turun tepat di bawahnya, Hansamu Yama Pranata sebagai wakil ketua. Mendadak bibirku terlalu kaku untuk tersenyum.

Mataku mencari-cari satu nama lagi. Dan berhenti di Bidang II Minat & Bakat. Kulihat nama Ryuji di sana sebagai koordinator.

"Kamu dapat ini dari mana?"

Irana senyum-senyum. Kemudian berkata dengan bangga, "Dari Kak Evan." Aku mengernyit.

"Kok kalian bisa kenal?"

"Kan waktu di rumahmu, dia minta nomorku. Ya udah, aku minta aja daftar anggota senat mahasiswa di sana."

"Ciyeee. Dia minta sendiri?"

Irana mengangguk mantap.

"Jangan-jangan, dia suka sama kamu!" terka-ku. Irana mengerutkan kening halusnya.

"Apaan sih, Ta. Nggak mungkin. Oh iya, ternyata Papaku itu, kenal sama rektor kampus tempat di mana Kak Satria kuliah, lho. Waktu dia ngundang kami makan malam, aku tanya-tanya sedikit soal kampus di sana. Ya, aku bilang aja buat referensi. Siapa tau minat masuk sana. Dan aku dapat beberapa informasi dari dia. Tentang kematian Yosea yang mati menjerat lehernya sendiri di toilet kampus." Aku mendelik mendengar penjelasan Irana.

"Bunuh diri?" Irana mengangguk. Yang kutahu dari Ryuji, Yosea mati karena kecelakaan. Dia tidak pernah menjelaskan secara rinci kejadian sebenarnya.

"Yosea dikenal sebagai sosok yang baik. Dia menjabat sebagai sekretaris I."

Aku buru-buru melihat daftar pengurus senat. Yosea Hendranata. Itu namanya.

"Yakin dia bunuh diri? Jangan-jangan ada yang membunuhnya?" Irana menyipitkan mata ikut berpikir.

"Nah, itu, Ta yang jadi pikiranku. Tapi situasi membuat ia seolah-olah mati bunuh diri. Menurut keterangan, Yosea mengunci diri di toilet dan tetap menyalakan kran air." Aku dan Irana saling pandang. Kemudian aku teringat sesuatu.

"Oh, iya. Mana si Asep? Tumben sendiri. Kalian kan udah kayak sepatu dan permen karet. Nempel mulu ke mana-mana."

Parcel Boneka BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang