Suara langkah terburu berhenti di pintu. Kak Satria mengenakan jaket biru tuanya terlihat pucat dan ada kekhawatiran di sana.
"Ghara!" Dia setengah berlari menuju bontot kami.
"Siapa yang melakukan ini, Jagoan?" Kak Sat menatap miris adiknya. Adikku juga sih. Hahaha.
Ghara memaksakan nyengir. Seperti takut. "Bukan apa-apa, Kak."
"Yang seperti ini bukan apa-apa?" Kak Sat menaikkan intonasi bicaranya. Aku membantu menjelaskan. Sesuai apa yang disampaikan Nia.
"Ini harus ditindaklanjuti, agar tidak menjadi kebiasaan. Mereka harus dihukum, untuk menimbulkan efek jera. Besok, Kakak akan ke sekolahmu. Dan mulai sekarang, biar Kakak yang antar jemput kamu!" tegas Kak Satria. Aku bisa melihat bola mata Ghara membelalak.
"Aku bukan anak kecil, Kak! Aku juga bukan anak cewek yang sering merepotkan!" Ghara melirikku. Sialan! Secara tidak langsung dia bilang aku merepotkan! Huh! Untung dia sakit. Kalau tidak, akan kucabut semua bulu matanya.
"Tidak ada alasan!" Kak Satria teguh.
"Aku lebih senang naik sepeda. Sekalian olahraga. Lagian sekolahku tidak sejauh sekolah Kak Alenta." Ghara bersungut. Dasar bodoh. Seharusnya dia memelas. Bukan memasang tampang jutek macam begitu. Merayu, kek! Hahaha. Tapi aku senang melihat Ghara kesal menghadapi kekeraskepalaan Kak Satria.
"Kakak yang akan mengantar dan menjemput kalian setiap hari."
Oh God! Dia berperan lebih dari pengganti ayah kami. Tapi sudah macam bodyguard. Terkadang aku terharu, terkadang kesal juga dengan over protektifnya. Dia selalu mengurusku seperti anak TK. Jadilah aku menjadi besar dengan keculunan. Tidak bisa naik motor, apalagi naik mobil. Eh tapi, usiaku masih 16 tahun, sih. Hehe.
Ghara mendengus. Masih tidak terima dengan keputusan Kak Satria. Kak Satria membelai rambut Ghara yang tampak enggan disentuh.
"Aku bukan anak kecil. Jangan perlakukan aku seperti itu!" sungutnya. Tapi dasar Kak Satria. Sebijak-bijaknya dia, masih lebih bijak kata-kata Mario Teguh. Jadilah usilnya kambuh. Kak Sat mencium kening Ghara yang langsung melotot.
"Menjijikkan!"
Aku terkekeh. Dia mengusap keningnya seperti kejadian tadi. Rasanya seru juga membuat dia kesal. Aku mengikuti jejak Kak Satria mencium keningnya. Lalu Kak Satria tersenyum usil. Dia melakukan hal yang sama. Mencium kening Ghara berulang-ulang. Bergantian denganku. Membuat Ghara teriak frustrasi.
"Harrggh! Kalian apa-apaan sih! Menjijikkan!" Ia berusaha menutupi jidadnya. Tapi aku dan Kak Satria tidak berhenti. Kami tergelak sama-sama.
***
"Ta, mau buat apa, nih!" Niva meletakkan kardus di atas meja perpus.
"Apaan tuh!" Septian melongok. Diikuti Irana yang ingin tahu.
"Hasil dari loker ajaibnya Alenta," celetuk Niva. Ia mengumpulkan semua barang-barang yang diberikan padaku.
"Wow!" Septian mengobrak-abrik isinya.
"Buang aja!" titahku.
"Sayang lho, Ta! Mubazir." Irana menyahut. "Kenapa nggak dipake aja?" tambahnya.
"Kalo aku pake, atau nyimpen barang-barang dari mereka, nanti disangkanya aku nerima lagi. Aku nggak mau dianggap PHP. Ambil kalian aja deh!" Aku tak mau ambil pusing. Kembali sibuk membaca novel teenlite milik Esti Kinasih yang gila. Tokohnya tengil banget. Kisah kenakalan anak kembar. Si Ata dan Ari.
"Bryan?" Irana tiba-tiba bergumam. Aku menoleh. Ia tengah berpikir sambil memegang boneka panda yang kami temukan kemarin.
"Apa ini dari Kak Bryan?" celetuk Irana dengan tatapan menyelidik. Niva bergegas menuju Irana setengah syock.
"Iya bener! Ini dari Kak Bryan!" serunya.
"Bukannya Kak Bryan itu pacarnya Calista, ya? Kok masih ngirim benda seperti ini ke Alenta?" Irana berkata seolah ini kasus yang harus ia pecahkan. Niva geleng-geleng.
"Bener-bener nggak beres. Kalo sampai Calista tau, hancur dunia persilatan." celoteh Niva dramatis. Tahu-tahu Septian nyahut.
"Itu namanya cowok nggak bener, Irana. Nanti kalo kamu cari cowok jangan yang seperti dia, ya?"
Dan dengan polosnya Irana menyahuti. "Terus yang kayak apa?"
Kuperhatikan Septian tersedak ludah, nyaris batuk. Tapi sepertinya dia tahan.
Aku dan Niva saling pandang penuh maksud. Seolah kami bisa telepati dan menjawab serempak. "Yang kayak Asep! Ciyeee!" Aku dan Niva heboh sendiri. Kami menggebrak-gebrak meja menimbulkan huru hara. Sampai mengundang perhatian dan penjaga perpus menegur dari tempatnya dengan suara dehaman sambil satu jari di depan bibir.
Dan tumben-tumbenan Septian tidak protes soal nama. Ia malah melenggang pergi.
***
Sekolah mulai sepi. Aku menunggu Kak Sat di sisi gerbang. Tiba-tiba Kak Bryan menghentikan motornya tepat di depanku.
"Hai, Ta! Mau pulang bareng?" tawarnya.
"Nggak usah. Makasih."
"Ayolah, Ta! Kapan lagi?" katanya. Aku jelaskan. Sudah ada Kak Sat yang akan menjemput. Saat kusuruh pergi, ia malah mencekal tanganku.
"Jadi cewekku, ya!" katanya tanpa basa-basi. Yang langsung membuatku melongo."Bukannya Kakak sama Calista?"
"Kalo kamu mau, aku akan memutuskannya saat ini juga!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Parcel Boneka Berdarah
Teen Fiction-Tek kotek kotek kotek. Anak senat ada sepuluh. Tek kotek kotek kotek. Mati satu tinggal sembilan.- Ada sepuluh nyawa. Ada sepuluh boneka ayam. Ada sepuluh lagu kematian. Alenta dan teman-teman berusaha mengungkap kasus pembunuhan anak-anak senat di...