Kak Sat langsung masuk kamar. Dia terlihat terpukul atas kejadian di kampusnya. Tapi, saat kutanya ada apa? Dia hanya tersenyum dan bilang aku tidak perlu tahu. Semua masalah sudah beres.
Jadilah malam ini aku tidak ambil pusing. Semuanya terasa membosankan sampai kulihat Ghara berteriak-teriak di ruang tengah. Woaah! Kayaknya asyik nih gangguin dia yang lagi heboh nonton MotoGP.
Aku segera berlari, melompat ke sofa di mana dia berada, merampas remot dan mengganti Tom & Jerry.
"Kakak!" protesnya. Aku pura-pura cuek. Mengambil kentang goreng di atas meja, mencocolnya dengan saos. Itu kentang milik Ghara. Sepertinya dia memang menyiapkan semua ini.
"Gantian, kali!"
Ghara mendengus. Hidungnya kembang kempis setiap kali menahan kesal.
"Ganti, nggak? Lagi seru, nih!" sungutnya.
Aku menoleh ke arahnya. Menarik hidungku hingga seperti Pat Kay di film Sun Go Kong.
"Nyebelin!"
"Emang! Udah sana belajar." Aku melelet. Yang membuat Ghara kehabisan kesabaran. Haha. Itung-itung malam ini sebagai pembalasanku untuk pagi kemarin.
"Ganti, nggak?" Dia mengancam. Sampai kami berebutan remot. Aku naik ke atas sofa. Ghara menggayuh-gayuh tidak bisa karena posisiku lebih tinggi. Kami berlarian. Di antara meja dan kursi. Aku terus bernyanyi meledeknya.
"Tek kotek kotek kotek. Anak ayam turun berkotek. Tek kotek kotek kotek. Mati semua tinggal induknya." Nggak nyambung ya lagunya. Bodo amatlah. Sambil iming-iming remot pada Ghara. Mukanya memerah, tangannya mengepal keras.
Dia duduk kembali di sofa tadi, membuang muka.
"Yah, masa nyerah, sih. Nggak seru amat." Aku duduk di sisinya. Ghara cuek. Kuperhatikan wajahnya. di bagian pelipis, ada sedikit memar.
"Hei, kenapa ini?" Saatku sentuh Ghara mengerang kesakitan.
"Bukan apa-apa!" jawabnya cepat. Aku menatap curiga.
"Kamu habis dipukul orang? Atau jangan-jangan kamu berkelahi? Hayo, ngaku!" Kutunjuk mukanya yang mendadak pucat. "Aku bilangin Kak Satria, ah!"
"Apaan, sih, Kak! Ini aku cuma jatuh! Nggak apa-apa, kok!" Ghara berkata menggebu-gebu.
"Ayo cerita sama Kakak. Atau ... Kakak bakal bilang beneran sama Kak Satria. Biar kamu kena omel."
"Ini urusan anak cowok. Anak cewek nggak boleh ikut-ikut!" Dia menatap merendahkanku.
"Apa maksudmu?" Aku menjitaknya. Dia seperti merendahkan gender perempuan. Tidak. Maksudku dia merendahkanku. Bagaimanapun, aku kan kakaknya? Ghara tak ingin meladeni. Segera beranjak menuju kamarnya.
"Loh, Ghara! Kok pergi? Nggak mau nonton Valentino Rossi?" Aku memanas-manasi.
"Udah nggak selera!" ketusnya. Mengebrak pintu kamar. Aku tertawa penuh kemenangan. Hingga akhirnya sebuah suara membuat Ghara kembali keluar dari kamarnya.
"Papa pulang!" Laki-laki berjas silver itu datang menenteng banyak oleh-oleh. Aku melompat dramatis dari sofa.
"Papa!" Aku berlari bersamaan dengan Ghara. Sampai kami dorong-dorongan. Hingga aku mencapainya lebih dulu dan memeluknya.
"Ini Papaku!" Aku mendorongnya. "Jangan sentuh!"
"Papaku juga!" protesnya kesal.
"Pokoknya Papaku!"
"Papaku!"
Ghara menatap frustrasi. "Papa!" Ia merengek meminta pertolongan.
"Alenta. Jangan godain adikmu!" Aku tergelak. Memberi ruang untuk Ghara. Mengacak rambutnya.
"Dasar anak cewek! Nggak mau ngalah!" lirihnya geram. Aku mendelik.
"Apa kamu bilang?"
"Sudah-sudah. Ribut terus. Kakak kalian ke mana?" Lalu tiba-tiba sebuah tangan besar memeluk kami.
"Papa!" Kak Satria tahu-tahu muncul.
Aku dan Ghara bertatapan. Lalu dengan kompak kami mendorongnya.
"Jangan sentuh Papaku!" ucap kami kompak. Kak Satria melongo.
"Papaku juga," katanya setengah kebingungan. Begitu Kak Satria hendak memeluk lagi, kami mendorong.
"Kakak bau!" cegahku.
"Iya, bau banget!" timpal Ghara. Kami ber-high five, sebagai salam kekompakan. Jarang-jarang aku akur dengannya.
Kak Satria mencium satu persatu ketiaknya. Lalu bajunya.
"Papa, memangnya aku bau?"
"Kamu dikerjain sama mereka." Papa tergelak. Membuat Kak Satria mendengus. Aku dan Ghara tertawa hebat.
"Dasar kaliaaan!" Ia merangsek. Ndusel-ndusel. Memaksa memeluk papa.
Aku sangat merindukan momen ini. Papa sudah dua minggu tidak pulang untuk urusan pekerjaan.
"Libur, kita jalan-jalan, ya!" Ghara meminta. Aku setuju.
"Maaf. Papa besok harus ke Malaysia." Aku dan Ghara menatap kecewa.
"Tenang. Kan masih ada, Kakak?" Kak Satria menimpali. Tersenyum penuh pengertian.
"Tetep aja beda!" Lagi-lagi aku berkata kompak dengan Ghara.
***
Entah sejak kapan, aku, Irana, Niva dan Septian berteman. Tahu-tahu, kami sering bermain setiap hari tanpa sadar. Hari ini, di kantin. Calista dan dua temannya menghampiri.
"Hai, Ta. Mungkin kamu tidak berminat dengan Chirs. Bagaimana kalau kamu bergabung bersama Starlight? Kamu akan bersinar bersama kami." Calista promosi. Menunjuk dua temannya, Stella dan Carol. Starlight adalah nama kelompok mereka. Geng-nya cewek-cewek keren.
"Dia sudah menjadi anggota kami!" Niva seketika berdiri. Mereka saling bertatapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parcel Boneka Berdarah
Novela Juvenil-Tek kotek kotek kotek. Anak senat ada sepuluh. Tek kotek kotek kotek. Mati satu tinggal sembilan.- Ada sepuluh nyawa. Ada sepuluh boneka ayam. Ada sepuluh lagu kematian. Alenta dan teman-teman berusaha mengungkap kasus pembunuhan anak-anak senat di...