SALAH SANGKA

111 11 0
                                    

"Loh, loh! Bukannya ini motor Kakakku?" Aku menatap curiga. Kawasaki Ninja, hitam metalic.

"Helmnya juga!" Helm teropong hitam dengan gambar tengkorak di belakangnya.

"Nomor platnya sama persis!" Aku semakin curiga.

"Kamu siapa? Mana Kakakku?" Aku was-was.

"Jangan-jangan kamu begal, ya? Kamu merampas motor ini dari Kakakku, kan?" Kupasang kuda-kuda. Menarik kerah jaketnya. Laki-laki itu mengangkat tangan.

"Tunggu! Tunggu! Aku temennya. Temen!" Aku tak percaya. Kutelisik penampilannya. Jaket abu-abu dengan kaus putih di dalamnya. Wajahnya oriental. Melihat dia, aku jadi teringat Kak Hansamu Yama.

"Bohong!" Aku tidak percaya.

"Lebih baik kamu ngaku sekarang, sebelum kuhajar!" Kuketatkan peganganku di kerah jaketnya.

"Yaelah! Nggak nyangka. Adeknya Satria, cantik-cantik ganas juga, ya. Lepasin, dong! Sebentar!"

Sedikit kukendorkan peganganku. Ia buru-buru mengambil dompetnya, menunjukkan kartu mahasiswa.

"Ini lihat!" Ryuji Purnomo. Dia kuliah di kampus yang sama dengan kakakku. Sebentar! Purnomo? Sepertinya nama itu tidak asing. Nama Purnomo berkaitan erat dengan Pranata. Mereka masih saudara kandung. Keluarga besar yang kabarnya adik-kakak dan namanya sering muncul di majalah forbes. Sama seperti keluarga Jung.

Aku segera melepas cekalanku.

"Maaf!"

Ia membuang muka jengah. "Makanya. Tanya dulu, dong!" sewotnya. Aku nyengir. Kemudian dia menyodorkan helm.

"Satria yang nyuruh aku jemput kamu. Di kampus ada kecelakaan. Yang menyebabkan salah satu anggota senat meninggal. Jadi, nggak bisa jemput kamu."

"Apa? Meninggal? Meninggal kenapa?" Aku membelalak. Ryuji mengangkat bahu.

"Tugasku hanya menjemputmu. Tidak ada perintah untuk menjelaskan apa yang terjadi." Aku melongo. Saat ia mengangkat satu alisnya tengil. Ya ampun! Makhluk apa lagi, ini? Ternyata Ryuji sama menyebalkannya dengan Kak Sat.

Saat kami tiba di pelataran kampus, pemandangan tak biasa terjadi. Ada ambulan, dan beberapa mobil polisi yang baru saja pergi. Aku tercengang. Ryuji menarikku tak sabaran.

"Jangan jauh-jauh. Kalo ilang gimana?" Apa dia pikir aku anak kecil. Heuh! Andai saja dia Saghara, sudah pasti kuketekin. Biar tahu rasa! Hanya rasanya itu tidak mungkin.

Akhirnya aku menemukan laki-laki dengan muka sok seriusnya itu. Ugh! Kak Satria berjalan menujuku, dengan muka suram yang dipaksa tersenyum. Hmm ... Rasanya aku butuh dua kali mikir untuk berbicara yang bikin kepalanya pusing. Protes, kenapa harus mengirimkan ojek macam Ryuji! Dia kan bisa saja meminta ke yang lain. Kak Hans misalnya?

Oh , iya! Ke mana dia, ya? Baru saja mataku menebar. Kulihat di ujung koridor. Pemandangan yang begitu menyakitkan. Sangat-sangat bikin sakit mata. Kak Hans yang tengah merangkul seorang perempuan begitu hangat. Seperti pacarnya. Cantik dan tampak dewasa. Aku segera memalingkan mata sebelum benar-benar harus ke dokter.

"Woih, ceileh Ryuji! Dapat bidadari dari mana?" celetukan itu bersalah dari segorombolan laki-laki yang bertingkah teramat norak. Mereka suit-suit menggelikan. Memangnya aku ini apaan?

Si Ryuji seperti kerepotan mau menjelaskan. Benar-benar payah. Sampai kurasa sebuah tangan di bahu.

"Woy, woy! Jangan ganggu adikku!" Kak Satria muncul bak pangeran kesiangan.

"Wah, Sat. Gitu, ya! Punya adek kayak gini, diumpetin!" Mereka memandangiku seperti makanan. Bah! Seandainya mereka tahu, aku siapa. Pasti sudah kuremukkan rusuk mereka. Sayangnya, ada Kak Satria di sini. Jadi aku harus bertingkah manis, kalau tidak ingin pertanyaan macam-macam. Bisa-bisa ia tahu kalau selama ini aku ikut ekskul taekwondo bukan ekskul paduan suara.

"Hei, liat apa kalian!" sengitnya meraup muka teman-teman di depannya. Aku berusaha menahan tawa. Apalagi saat dia mengusir seolah mereka itu kucing-kucing pengganggu.

"Pergi! Pergi! Huuss!" Kak Satria mengibas-ngibaskan tangannya. Kemudian menatap ke arah Ryuji berada.

"Thanks, ya, Ji!"

"Sama-sama. Cuma, nggak nyangka. Adikmu itu ganas ...." Aku mendelik. Spontan membungkam mulutnya dengan tanganku. Melihat reaksiku, Ryuji terkejut.

Kak Satria tampak terheran.

"Ganas maksudnya?" Ryuji berusaha membuka bekapanku. Yang juga menyumbat hidungnya. Hahaha. Rasakan!

"Galak maksudnya, Kak. Soalnya dia genit banget orangnya!" Ryuji melotot tidak terima dibilang genit. Hiks. Maafkan aku mengorbankanmu, Ji! Tapi, ini demi keamanan rahasiaku.

"Makanya, Kak. Nanti tolong jangan suruh dia jemput aku lagi, ya!" Aku tersenyum paling manis. Sekalian meledek Ryuji yang megap-megap setelah kubuka bekapanku.

Kak Sat menggeleng. Tak menyangka.
"Memang susah nyari orang buat dipercaya," keluhnya.

"Iya, dong! Laki-laki terbaik di dalam hidupku itu, cuma ada tiga. Ayah, Kakak dan Ghara," timpalku yang membuat Ryuji semakin tersudut.

"Hei, tidak seperti itu!" Ryuji membela diri. Tapi Kak Sat keburu menarikku pergi. Aku meleletkan lidah ke arahnya. Tentu tanpa sepengetahuan Kak Satria. Ryuji meremat kesal. Haha. Emang enak?

Parcel Boneka BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang