Pagi ini, sepertinya bukan hari keberuntunganku, ntah kenapa semua terasa kacau. Setelah kemacetan nggak berujung, kini Papa terlihat sibuk membalas chat yang saat kuintip ada wajah Miss Jasmine pada foto profilnya.
Seperti belum cukup kejengkelanku hari ini, Jenny--gadis berkumis tipis nggak tahu malu itu--kini sedang berdiri di depan gerbang sekolah. Kalian tahu? Tanpa tedeng aling-aling dia pernah berkata siap menjadi ibu tiri dan berjanji akan menjadikanku anak kesayangannya.
Hei! Kurasa dia tidak memiliki cermin untuk berkaca. Kami ini 'kan sekelas dan umur kami pun sama, bukankah menggelikan jika aku memanggilnya Mama?
Sigap dia merapihkan helai rambut dengan jarinya, terlihat jelas karena dia berdiri di depan gerbang yang sudah mulai ramai siswa-siswi yang baru tiba, lain halnya dengan cewek-cewek dengan bibir merah merona yang memperlambat langkah dan menatap mobil kami yang berhenti sebelum memasuki gerbang sekolah. Aku meminta papa berhenti di sini saja, sebelum melewati mereka semua. Ah, please deh, Jenny sudah cukup membuatku pusing, jangan tambah lagi dengan Miss kamseupay lainnya.
Pemandangan setiap hari yang membuatku muak setengah mati tatapan mata mereka seakan mau menerkam Papa, kuakui walaupun hampir masuk kepala empat, kekerenannya nggak kalah dengan ahjusi korea. Dengan tubuh tinggi tegap, rambut panjang berwarna coklat gelap yang selalu dia ikat cepol ke belakang. Kemeja dengan kancing terbuka bagian atas, dilapisi jaket hitam favoritnya. Masalahnya dia selalu tebar pesona, itulah yang membuat aku jengah.
"Bisa nggak Papa nggak usah senyum ke mereka? Sambil dadah segala!" rutukku kesal sambil menyilangkan tangan.
"Cuma dadah aja nggak papa dong."
"Kalau begini jadinya, mending Papa seperti kemarin, dandan rapih kalau anter aku sekolah, seenggaknya Ibu guru nggak se-extrime temen-temen aku." Aku bergumam agak keras agar papa bisa mendengarnya.
Papa nggak pernah malu mengantarku ke sekolah, justru sebaliknya, sekeras apapun aku menolak, dia selalu siap dibalik kemudi tanpa mempedulikan pertengkaran kami karena protesku yang mulai jengah diantar Pria Gondrong itu. Sebelumnya dia selalu percaya diri dengan motor gedenya, aku protes karena itu terlalu menarik perhatian banyak mata, naik mobil jipp silver lebih aman kurasa, sudah bosan menikmati sensasi menjadi seleb sekolah hanya karena aku anak dari duda pemilik restoran steak ternama. Sekarang di sekolah menengah atas ini aku ingin menjadi gadis biasa namun itu semua hanya tinggal mimpi, karena tiap tahuhku selalu sama.
Setelah dipikir, lebih baik menghadapi perempuan dewasa seperti Miss Jasmine yang jatuh cinta dari pada perempuan setengah matang seperti teman-temanku itu, terkadang aku nggak bisa mengatasi tingkah mereka yang mendadak lebay alay jijay kalau sudah bertemu Papa.
"Mika, nomor telepon Papa kamu berapa?"
"Mika, Papa kamu biasa nge-gym di mana?"
"Mika, tipe cewek yang Papa kamu suka kayak gimana sih?"
"Mika, besok tugas kelompok ngerjain di rumah kamu aja ya." Juga modus-modus lainnya.Aku turun dan berjalan cepat, melewati Jenny cs dan lainnya, menurutku hanya membuang waktu meladeni basa-basi mereka. Di depan kelas Paula menyambutku dengan senyuman, teman juga sahabat terbaik yang kupunya, dia nggak pernah nanya macam-macam tentang Papa, itulah yang membuatku betah berteman dengannya.
Sesekali sih pernah terlihat dia sedang mencuri pandang saat main ke rumah, ketika Papa mengerjakan pekerjaan atau sesuatu yang lain dengan laptopnya di ruang tengah. Tapi ternyata firasatku salah bukan karena dia suka pada Papa, melainkan air liurnya nyaris menetes tiap melihat camilan di atas meja, Size XL tubuhnya memang menunjukkan dia pemakan segala, apalagi saat melihat camilan yang Papa buat sendiri, dia tahu Papa kerap menciptakan maha karya, meski hanya sebuah camilan pasti dikerjakan penuh totalitas di meja dapur sana. Sementara aku? hanya boleh menatapnya dari kursi khusus penonton setia.
Papa sudah mencuri perhatian para guru wanita, bahkan beberapa dari mereka terang-terangan minta nomor ponsel setelah tahu kalau Papa duda. Tak jarang Miss Jasmine, Miss Naura diam-diam titip salam. Pernah mereka juga mentraktir makananku di kantin sekolah, meski aku menolaknya, aku masih sanggup membayar apapun yang kumakan di sana.
"Udah ngerjain tugas matematika, Mika?" Paula bertanya sambil membetulkan Poni yang menutupi jidad lebarnya.
"Udah dong, udah yuk masuk!" Kutinggal dia menuju kursi, tapi dia menarik tanganku dan dagunya menunjuk ke arah koridor membuat aku langsung melempar pandangan ke arah sana, Pria berkaca mata hitam itu sedang berjalan menuju kelasku.
"Mika titip ini untuk Miss Jasmine, sekedar ucapan terima kasih sudah menjadi guru sekaligus wali yang menjagamu di sekolah," ucap Papa sambil memberikan bingkisan ditangannya.
"Apaan si Pa? Norak!"
"Miss Jasmine hari ini ulang tahun, Mika, anggap ini bentuk ucapan selamat dari Papa," ucapnya sambil mengedipkan satu mata.
Miss Jasmine, guru Bahasa Inggris sekaligus wali kelasku yang cukup menjadi guru favorit murid di sekolah, kecuali aku. Catat itu!
"Nggak! Aku nggak mau, lagi pula aneh, kok bisa tahu ultahnya segala." Aku melipat tangan ke pinggang sambil memutar bola mata. Aku menolak tapi Papa mengambil tanganku dan memaksa untuk mengambil alih benda entah apa itu.
"Sampaikan salam Papa, siapapun yang sudah menjagamu Papa sangat berterima kasih. Kamu hampir menghabiskan seluruh hari di sekolah, tapi dengan kehadiran Miss Jasmine itu cukup bikin Papa tenang." Suara Papa terdengar tegas.
Baiklah, aku menyerah.
Aku harus memikirkan cara untuk menghentikan mereka. Nggak boleh ada siapapun di antara kami berdua, Papa hanya milikku bukan milik bersama!
.
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Papa He's Mine!
RomanceMika seorang gadis yang diadopsi seorang pria setelah ibunya meninggal. Hidup dan bahagia bersama. Kemudian di ulang tahun nya yang ke 17 harus mendapatkan kejutan bahwa Papa yang mengasuh dan menyayanginya memiliki sebuah rahasia. Rahasia yang tida...