Tatapan Gilang membuatku takut.
"Gue tunggu lo di mobil!" ucapku menghindari tatapan anehnya itu. Gilang mabok atau apa si, kenapa aneh gitu ngomongnya?
Setelah Gilang menyusulku aku tidak bisa memejamkan mata sedikitpun. Aku hanya melipat tangan dan menatap lurus ke depan. Memastikan Gilang lewat jalan yang benar untuk pulang.
"Mika, gue minta maaf." Gilang menahan tanganku sebelum aku memasuki rumahnya.
"Minta maaf buat apa? lo salah apa?"
"Gue cuma mau minta maaf. Maafin gue." Suaranya berat sambil menatap mataku. Hingga tiba-tiba mulutnya sudah mendarat di bibirku dan melumat pelan. Aku mendorongnya tapi pelukannya terlalu kuat. Tangannya menahan tengkukku, lumatannya terasa lembut, berbeda dengan apa yang pernah kurasakan. Hingga akhirnya aku terbawa iramanya. Entah sejak kapan membalasnya.
Astaga bulu romaku terasa meremang dan seakan tak ingin melepaskannya. Aku mendesah. Dan Gilang menggendongku tanpa melepasku, dia merebahkan tubuhku di kursi panjang teras depan. Cahaya temaram membuatku tidak begitu jelas melihat wajahnya. Ya, aku lebih banyak terpejam menikmati sensasi kecupan dan lumatan Gilang. Bisa kurasakan aku mulai menjambak rambut belakang Gilang, hingga aku mulai merasakan tangan dinginnya masuk kebalik bajuku. Rasa dingin itu mengembalikanku ke bumi. Aku mendorong tubuh Gilang sekuat tenaga. Dia terhempas jauh.
"Ini salah, Lang!" Aku merapihkan pakaianku. memasang kembali dua kancing yang terlepas.
"Kenapa? Aku sayang kamu Mika! Sudah lama aku suka sama kamu."
Aku menggeleng, "Sorry, Lang."
"Kenapa? lo udah punya pacar?"
"Nggak, gue cuma nggak bisa, kita cuma teman Lang." Aku tak berani menatap matanya. "Gue mau pulang."
"Jawab ... kenapa!" Dia menarik wajahku dan menatapku dalam.
"Gue suka sama orang lain, Lang." Aku takut menyakitinya. "Gue sayang sama lo tapi cuma sebatas sahabat."
"Bulsyit! hubungan cewek sama cowok itu nggak akan pernah ada status cuma teman apalagi sahabat! Sudah cukup lama aku bertahan. Kamu lebih dari itu Mika!" Gilang mulai membelai wajahku. "Siapa Dia?"
"Papa." Aku menatap balik matanya, aku sungguh sungguh menyukai papa. "Aku berharap papa membalas perasaanku, tapi kenyataannya nggak, dia memintaku pindah. Bahkan dia belum menghubungiku sampai saat ini. Entah dia masih khawatir atau nggak. Dan kamu, aku nggak mau bikin kamu sakit hati, Lang. Aku cuma mau papa melihatku sebagai wanita, seenggaknya aku bisa melihat cemburu di matanya."
Gilang terdiam cukup lama. Matanya berkilat. Giginya bergemerutuk. Sambil menunduk.
"Kamu mau tahu papa kamu cemburu atau nggak? Khawatir atau nggak? Gampang! Sini mendekatlah." Gilang mengeluarkan ponselnya. Dia mulai mengaktifkan kamera dan mengarahkan ke posisi kami. Dia merekamnya. Dan melakukannya lagi. Dia menciumku lagi. Kali ini lebih dalam dan lebih getir, ada rasa aneh dalam kecupannya ada amarah di sana. Aku membuka mata dan dia terpejam. Kami makin dalam. Sensasinya berbeda, dia nyaris tidak memberiku celah untuk bernapas. Pelukan Gilang makin erat. Gilang menyengatku lagi. Seakan ada yang mengelitik. Aku menikmatinya. Tangan Gilang mulai menyentuh intesn. Mataku sempat terbelalak menolaknya, tapi gelitik itu makin terasa memenuhi sekujur tubuhku. Aku menahan tangan Gilang yang berusaha menelusup ke dalam. Tapi penolakanku membuat pagutan bibirnya semakin membuatku terbang. Aku mulai lemah, hatiku meronta tapi tubuh ini menginginkannya. Gilang mendapatkannya. Dingin tangannya menyatu dengan hangat suhu dadaku. Astaga sensasi apa ini namanya? Debar jantungku berpacu.
Mama.
Tiba-tiba berkelebat wajah mama. Aku mulai sadar sepenuhnya, namun Gilang sudah tidak bisa di hentikan. Dia mulai lepas kendali. Aku berusaha menolak desahan yang menerobos mulutku yang masih disumpal bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Papa He's Mine!
RomanceMika seorang gadis yang diadopsi seorang pria setelah ibunya meninggal. Hidup dan bahagia bersama. Kemudian di ulang tahun nya yang ke 17 harus mendapatkan kejutan bahwa Papa yang mengasuh dan menyayanginya memiliki sebuah rahasia. Rahasia yang tida...