6. Anggapan Seperti Anak Kecil

49 6 14
                                    

Sepeniggalan Daffa, Atha menghentikan tawanya dan mengambil ponselnya untuk meminta maaf kepada Daffa dan menjelaskan kalau dia hanya bercanda. Atha juga menjelaskan kalau acara ngambeknya tadi sepulang sekolah juga merupakan acara balas dendam Atha karena Daffa telah mengerjainya.

Sudah dua jam Atha menunggu balasan dari Daffa. Namun, belum ada jawaban dari cowok tersebut. Daffa hanya membaca pesan itu tanpa membalasnya. Karena itu juga Atha memutuskan untuk menelponnya. Tetapi usahanya tetap tidak berbuah, Daffa tidak mengangkat panggilan dari Atha.

"Apa Daffa benar-benar marah?" gumamnya.

Berkali-kali dia mencoba menghubunginya tapi tetap tidak dijawab. Sampai tanpa sadar dirinya tertidur dengan posisi ponsel yang berada di genggamannya. Beruntung dia tertidur di atas kasurnya.

Di lain tempat Daffa tengah asik bermain game di laptopnya bersama Sakha.

"Lo tuh tega banget sih jadi orang. Pacar kirim chat cuma di read, ditelpon nggak di jawab. Apa sih mau lo?" kesal Sakha saat melihat ponsel Daffa yang penuh dengan notif dari Atha

"Lihat aja besok!" jawabnya santai dengan mata yang masih fokus pada game yang sedang dia mainkan.

Sakha hanya menggelengkan kepala sebagai respon sebelum dia merebut laptop yang berada dipangkuan Daffa. Bukannya marah Daffa justru terlihat biasa saja sebelum akhirnya dia keluar dari kamarnya. Sakha pikir Daffa marah karena dirinya mengambil alih laptop tanpa izin. Tapi rupanya hal itu salah besar, pasalnya tak lama kemudian Daffa kembali masuk ke dalam kamar dengan secangkir kopi susu di tangannya.

"Gamenya gue lanjut ya?" tanya Sakha pada Daffa.

"Terserah lo, gue mau tidur."

"Terus ini kopi buat siapa?"

"Yang minta kopi tadi siapa?" setelah itu Daffa menarik selimutnya dan mulai memejamkan mata.

Sakha hanya nyengir tanpa dosa. Dia lupa kalau tadi dia yang meminta dibuatkan kopi kepada Daffa. Awalnya Daffa memang tidak mau, tapi entah angin dari mana yang membuatnya mau membuatkan kopi untuk Sakha.

Keesokan harinya Atha dibangunkan sang mama dengan mata yang masih sulit untuk terbuka. Seketika dia turun dari atas kasurnya ketika mengingat kalau dia harus berangkat ke sekolah. Segera Atha menyambar handuk yang tergantung di belakang pintu dan segera memasuki kamar mandi. Tidak butuh waktu lama untuk Atha bersiap-siap. Sekarang dirinya sudah akan berangkat ke sekolah.

"Ma, Atha berangkat sekolah dulu ya." ucapnya sebelum mencium punggung tangan mamanya.

"Iya, hati-hati sayang."

Betapa terkejutnya Atha saat keluar dari dalam rumah dan mendapati setangkai mawar merah tergeletak di depan pintu. Segera dia mengambil mawar itu dan mendapati kartu ucapan. Dalam kartu itu terdapat tulisan tangan yang berbunyi 'cie yang kemarin takut Daffa marah :)' seketika Atha mencari siapa yang mengirim bunga itu. Setelah itu Atha baru mengingat kalau itu adalah tulisan tangan Daffa. Benar saja, tak lama kemudian Daffa muncul dengan senyum yang mengembang. Atha pun membalas dengan senyum yang tak kalah mengembang dan menambah kecantikannya.

Sebelum berangkat sekolah, Daffa menjelaskan kalau semalam dia hanya ingin mengetuai Atha. Dari situ juga Atha dapat menyimpulkan kalau kemarin mereka berdua saling balas mengerjai. Atha pun tertawa ketika mengingatnya. Setelah itu mereka berdua memutuskan untuk segera berangkat ke sekolah.

Seperti hari-hari sebelumnya, Daffa menggenggam tangan Atha kala mereka berjalan menuju ke kelas mereka masing-masing. Saat mereka tengah berjalan santai ke kelas mereka ada seseorang yang berteriak memanggil nama Daffa. Hal itu membuat mereka menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

Dari jarak yang tidak terlalu jauh Daffa dan Atha dapat melihat Sakha yang berlari ke arah mereka. Atha pikir Sakha berteriak memanggil nama Daffa untuk ke kelas bersama. Tetapi itu semua salah, Sakha justru mengomel pada Daffa karena dia meninggalkan Sakha yang masih tertidur. Dalam artian Daffa tidak membangunkan Sakha untuk berangkat ke sekolah. Alhasil hari ini Sakha berangkat ke sekolah dengan seragam yang masih acak-acakan. Saat seperti ini Daffa hanya bisa meminta maaf karena ingin menjemput Atha, dia sampai lupa kalau semalam Sakha tidur di rumahnya.

Saat itu Atha hanya bisa terdiam melihat dua lelaki itu sedang berdebat karena masalah itu. Tiba-tiba ada yang menarik tangannya untuk menuju ke kelas. Siapa lagi kalau bukan Kania.

"Lo itu ya, udah tahu kalau dua cowok itu kalau berdebat nggak selesai-selesai masih aja lo tungguin." Ucap Kania saat sudah sampai di kelas.

Menanggapi hal itu Atha hanya tersenyum. Memang benar jika Daffa dan Sakha sudah berdebat maka akan membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk menyelesaikan perdebatan itu. Tapi hebatnya hal itu tidak pernah merusak persahabatan mereka karena nanti pasti ada salah satu dari mereka yang mengalah.

Tak berselang lama ponsel Atha bergetar menandakan ada sebuah notifikasi masuk. Saat dia melihatnya ada sebuah pesan dari Daffa. Dalam pesan singkat itu Daffa menyatakan saat jam istirahat dia ingin bertemu dengan Atha di taman belakang sekolah.

Saat ini pelajaran tengah berlangsung. Seluruh siswa, termasuk Atha tengah berkonsentrasi mendengarkan penjelasan yang di berikan guru pengajar.

Berselang beberapa jam berikutnya bel tanda istirahat berbunyi. Atha segera keluar kelas untuk menuju ke taman belakang. Dia terus berjalan menghiraukan Kania yang terus memanggil namanya untuk diajak ke kantin.

Sesampainya di taman belakang belum ada tanda-tanda keberadaan Daffa. Atha pun memutuskan untuk duduk di salah satu bangku taman. Saat jam istirahat taman ini memang selalu ramai dikunjungi siswa, karena tempatnya yang teduh.

Beberapa saat kemudia Daffa datang dan langsung duduk di sebelah Atha. Atha sempat kaget saat Daffa tiba-tiba duduk di sampingnya. Sedetik kemudian Daffa menyodorkan sebungkus roti dan sekotak susu kepada Atha. Atha pun menerima dengan denah hati.

Namun, kebahagiaan Atha rupanya tidak berselang lama saat Daffa mengatakan dirinya tidak bisa berlama-lama di tempat itu bersama Atha. Hal itu di dikarenakan Daffa harus mengikuti rapat OSIS.

Di situ Atha merasa kalau dirinya dianggap seperti anak kecil. Daffa meminta bertemu dengannya, ketika datang dia membawakan Atha makanan setelah itu dia pergi meninggalkan Atha. Daffa seolah memberikan permen kepada seorang anak kecil sebelum dirinya meninggalkan anak tersebut, dengan tujuan supaya anak kecil itu tidak menangis. Atha tahu kalau dirinya harus mengerti kesibukan Daffa. Tapi dia merasa sakit jika Daffa memperlakukannya seperti anak kecil.

"Lalu untuk apa kamu mengajakku bertemu di sini." Tanya Atha dengan nada yang dingin. Bahkan dirinya tidak mau menatap Daffa.

"Aku ingin berdua dengan kamu. Tapi rapat itu juga tidak bisa aku tinggalkan karena aku sebagai ketua OSIS harus bertanggung jawab." Daffa mencoba menjelaskan.

"Kamu jahat Daffa! Kamu memperlakukan aku seolah aku anak kecil, kamu..." belum sempat Atha menyelesaikan kalimat itu tapi Daffa sudah menyelanya.

"Aku minta maaf kalau aku salah, tapi kamu harus ngerti. Aku janji nanti aku akan mengajakmu nonton bioskop di hari Minggu sesuai dengan keinginan kamu yang belum aku turuti."

Tidak ada jawaban dari Atha, dia justru melempar roti dan susu dari Daffa ke tong sampah yang tak jauh dari tempatnya duduk. Setelah itu Atha pergi meninggalkan Daffa. Daffa yang sudah tidak memiliki banyak waktu untuk menjelaskan kepada Atha karena dia harus memimpin rapat itu memutuskan untuk berlari ke ruang OSIS.

*****
Hiks...hiks...hiks mereka berantem😭😭😭😭

Menurut kalian itu yang salah siapa ya? Daffa atau Atha?

Maaf kalau banyak typo atau kesalahan 🙏

Kalau habis baca masa nggak di vote? Masa nggak di comment?😂

See you next part 😊

Mirror Of Love #ODOC_THEWWG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang