7. Sebuah Permintaan

49 5 4
                                    

Atha kembali ke kelas dengan air mata yang sudah tidak bisa dia bendung kembali. Kania yang melihat sahabatnya kembali dengan berurai air mata kaget dan kebingungan. Tidak perlu di tanya Atha sudah menceritakan kepada Kania tentang apa yang dialaminya di tengah-tengah isakannya. Tidak ada komentar yang keluar dari mulut Kania karena dia bingung dalam masalah ini siapa yang salah. Kania hanya berusaha menenangkan Atha.

Di lain tempat Daffa yang tengah memimpin rapat harus ekstra keras membuat pikirannya konsentrasi pada rapat. Dia tidak ingin salah mengambil keputusan dalam rapat karena tidak bisa berkonsentrasi.

Berselang beberapa lama rapat selesai. Daffa segera berlari menuju kelas Atha. Sial, ada seorang guru yang tengah mengajar dalam kelas. Dia lupa kalau ini masih jam pelajaran. Daffa segera kembali ke kelasnya karena dia takut akan mendapat omelan dari guru BK karena dia tidak ikut pelajaran.

Selesai pelajaran Daffa kembali berlari menuju kelas Atha. Namun, dia terlambat karena Atha telah lebih dulu pulang. Daffa mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Atha. Tapi Atha tidak menjawabnya. Berkali-kali juga dia mengirimkan pesan untuk Atha, tapi tidak ada balasan.

"Daffa, ngapain lo masih di sini? Buruan ke lapangan bentar lagi kita latihan. Ingat lo itu pemain inti!" ucap salah seorang teman satu tim basket.

Daffa baru mengingat hal itu. Dia segera berlari menuju ke lapangan basket. Padahal sebenarnya dia ingin ke rumah Atha untuk meminta maaf dan menjelaskan bahwa apa yang Atha pikirkan itu tidak benar. Tapi lagi-lagi dia harus membatalkan hal itu karena suatu kegiatan. Bisa saja Daffa izin tidak ikut latihan hari ini, tapi pertandingan basket sudah di depan mata. Dia adalah pemain inti karenanya dia memiliki tanggung jawab untuk mengharumkan nama sekolahnya. Apa lagi jika dia tidak tahu skema apa yang akan digunakan timnya untuk mendapatkan poin.

Lagi-lagi Daffa harus ekstra keras membuat pikirannya fokus saat latihan. Meski sudah begitu beberapa kali dirinya melakukan kesalahan. Hal itu sampai membuat pelatihnya geleng-geleng kepala karena tidak bisanya Daffa melakukan kesalahan itu. Sepeti saat dia melakukan lay up entah kenapa teknik yang dia gunakan salah. Begitupun saat menggiring bola, begitu mudah bagi pemain lain untuk merebutnya.

Dua jam kemudian latihan basket dinyatakan selesai oleh pelatih mengingat waktu pertandingan yang semakin dekat dan para pemain harus menghemat tenaga mereka.

Segera Daffa memutuskan untuk pulang terlebih dahulu sebelum dia ke rumah Atha. Karena tidak mungkin jika dia ke rumah Atha dalam keadaan belum ganti dan masih berkeringat.

Tidak seperti biasanya kali ini Daffa memacu motornya sedikit lebih cepat dari biasanya. Beruntung dia masih bisa mengendalikan motor yang dia kendarai hingga selamat sampai rumah.

Sesampainya di rumah Daffa hanya mandi dan mengganti pakaian sebelum akhirnya menyambar kunci motor yang dia letakkan di atas meja.

"Kamu mau kemana?" tanya sang mama ketika melihat putranya hendak keluar rumah.

"Daffa, mau ke rumah Atha." jawabnya singkat sebelum mencium punggung tangan san mama.

Dalam perjalanan dirinya terus berpikir apakah Atha mau memaafkannya atau tidak. Jangankan memaafkan, Atha menerima ke kehadirannya atau tidak saja Daffa tidak mengetahuinya. Entah siapa yang sebenarnya salah dalam masalah ini. Tapi baginya yang terpenting adalah masalah ini selesai. Dan jalan satu-satunya adalah salah satu dari mereka harus mengalah. Di sini Daffa memutuskan untuk mengalah dan meminta maaf terlebih dahulu. Daffa pikir kalau menunggu Atha yang meminta maaf masalah ini Alah tidak cepat terselesaikan.

Tak berselang lama, motor yang dikendarainya berhenti tepat di depan rumah Atha. Daffa langsung turun dari motornya dan mengetok pintu rumah Atha. Jujur saja jantungnya kini berdebar lebih cepat. Dia takut kalau seandainya nanti Atha tidak mau menerima kehadirannya bahkan memaafkan dirinya. Atau malah memutuskan hubungan mereka. Daffa tidak siap jika harus berpisah dari Atha. Ini memang bukan pertama kalinya Daffa berpacaran dengan seorang cewek, tapi entah kenapa baru kali ini dirinya merasa benar-benar tidak mau berpisah dari ceweknya.

Cukup lama dia mengetok pintu tersebut, hingga seorang wanita paruh baya keluar membukakan pintu untuknya. Itu adalah mamanya Atha, beliau mempersilahkan Daffa masuk. Sepertinya Atha telah menceritakan semuanya pada sang mama, terbukti sebelum mamanya Atha masuk untuk memanggil Atha dirinya berpesan kalau Daffa dan Atha harus segera menyelesaikan permasalahan ini.

Setelahnya Atha keluar menemui Daffa yang masih duduk di ruang tamu dengan wajah yang sembab. Bisa dipastikan kalau Atha habis menangis. Dia sama sekali belum mau menatap Daffa. Saat Daffa berusaha menjelaskannya pun tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya. Tapi bukan Daffa namanya kalau menyerah dengan suatu keadaan. Dia sampai bersimpuh di hadapan Atha untuk meminta maaf.

Atha sempat terperanjat saat Daffa tiba-tiba bersimpuh. Atha tidak menyangka kalau Daffa akan sebegitunya untuk mendapatkan maaf darinya. Hati Atha juga sedikit luluh kala dia mendengar nada bicara Daffa yang menunjukan penyesalan yang mendalam.

"Iya, aku maafin." katanya singkat.

Setelah itu Daffa bangkit, binar kebahagiaan sangat kentara di wajah tampan Daffa. Berbeda dengan Atha yang masih menunjukan wajah datarnya.

Jujur dalam hatinya Atha masih merasakan sakit meski mulutnya sudah mengucapkan kata maaf untuk Daffa.

Sedari tadi Daffa mencoba mencairkan suasana. Tapi Atha masih terkesan acuh pada Daffa.

"Besok aku akan bertanding basket di DBL Surabaya. Kamu datang ya!" pintanya sebelum pergi dari rumah Atha.

Tapi respon hanya sungguh mengecewakan bagi Daffa. Dia hanya diam tidak menjawab permintaan Daffa. Tapi Daffa tetap berusaha tersenyum ketika berpamitan.

*****
Kira-kira Atha mau nggak ya?

Maaf kalau banyak typo atau kesalahan 🙏

Kalau habis baca masa nggak di vote? Masa nggak di comment?😂

See you next part 😊

Mirror Of Love #ODOC_THEWWG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang