10. Lagi-lagi Ketemu Dia

32 4 1
                                    

Entah kenapa hari ini Daffa sangat malas untuk berangkat ke sekolah. Mungkin itu karena rasa bersalah pada dirinya karena memasukan bola ke ring sendiri, dan juga masalahnya dengan Atha. Untuk kali ini Daffa cukup dibuat kebingungan dengan sikap Atha. Bagaimana tidak mulut Atha sudah mengatakan kalau dia memaafkan Daffa, tapi komunikasi mereka masih saja belum membaik. Yang membuat Daffa semakin bingung ketika Atha mengirimkan pesan seolah dirinya menonton pertandingan basket itu.

Bisa saja hari ini dia tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Tapi Daffa tidak ingin dirinya di cap sebagai lelaki cemen yang lari dari tanggung jawab setelah kejadian di lapangan basket kemarin. Ya, hari ini Daffa memang harus siap-siap diintrograsi pelatih serta guru pembina. Itu semua bertujuan untuk memutuskan apakah Daffa akan diturunkan pada pertandingan selanjutnya atau tidak. Pertandingan kemarin memang berhasil dimenangkan tim basket sekolahnya, tapi pihak sekolah pasti tidak menginginkan kejadian serupa terulang kembali. Pasalnya karena kejadian itu tim lawan berhasil mendapatkan dua poin secara cuma-cuma.

Setiap orang memang pernah melakukan kesalahan. Tapi tidak semua orang mau bertanggung jawab atas kesalahan yang telah di perbuatan. Dan Daffa tidak ingin masuk ke dalam golongan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dengan malas Daffa turun dari tempat tidurnya dan mulai bersiap-siap berangkat ke sekolah. Dirinya akan menerima apa pun konsekuensinya sekalipun seisi sekolah akan menertawakan atau mencibir dirinya.

Lima belas menit kemudian Daffa sudah selesai bersiap-siap dan menuju meja makan. Ternyata di meja makan sudah ada seorang lelaki dengan seragam sekolah yang sama dengannya. Dari jarak yang tidak terlalu jauh Daffa sudah tahu siapa orang tersebut meski hanya bisa melihat punggungnya.

"Lo ngapain dah?" tanya Daffa pada Sakha.

"Makan." Jawab Sakha sambil memasukan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Emak lo nggak masak?"

"Masak, tapi gue lagi pengen makan di rumah lo."

"Daffa cepat makan!" teriak sang mama dari arah dapur.

"Iya Ma!"

Setelah itu Daffa mengambil nasi goreng dan memakannya dengan lahap. Di sampingnya Sakha juga hampir menghabiskan makanannya. Sebenarnya tujuan Sakha ke rumah Daffa bukanlah untuk makan, tapi dia ingin memastikan kalau Daffa berangkat ke sekolah dan tidak membolos dengan alasan apa pun. Tapi dirinya tidak mungkin mengatakan hal tersebut. Bisa-bisa dirinya ditertawakan oleh Daffa karena terlalu mengkhawatirkan dirinya.

Setelah menghabiskan makanannya Daffa dan Sakha berangkat ke sekolah bersama. Tapi kali ini mereka membawa motor sendiri-sendiri karena nanti sepulang sekolah Sakha ada kerja kelompok.

Hari ini Daffa menjalani hari-hari di sekolah sepeti biasa. Meski ada beberapa orang siswa yang membicarakan dirinya. Sedikit risih memang tapi Daffa juga tidak mungkin memarahi mereka.

Setelah selesai menemui pelatih tim basket sekolahnya dan guru pembimbing untuk menjelaskan apa yang sebenarnya membuat Daffa tidak dapat berkonsentrasi dalam pertandingan basket kemarin, Daffa tidak lantas pulang ke rumah. Entah kenapa dia jadi malas pulang ke rumah. Dan dirinya berakhir di sebuah kafe yang terletak di salah satu pusat perbelanjaan.

Di sana dirinya hanya duduk sendiri, termenung memikirkan apa yang terjadi dalam dirinya belakangan ini. Tadi di sekolah Daffa berusaha menemui Atha. Ya, Atha memang mau menemuinya, tapi tidak banyak kata yang keluar dari mulutnya. Atha hanya menjawab singkat apa yang di tanyakan Daffa.

Tanpa Daffa sadari ada seorang perempuan yang menatapnya dari jauh. Seketika muncul ide licik di otak perempuan itu yang tak lain adalah Chea. Dengan langkah gontai Chea mendekat ke tempat di mana Daffa duduk.

Chea yang langsung duduk di depan Daffa membuat lelaki itu kaget. Di tambah lagi Chea yang tiba-tiba menggenggam salah satu tangan Daffa yang ada di atas meja. Merasa risih Daffa pun menyingkirkan tangan Chea dengan halus.

"Kamu kenapa?" tanya Chea.

"Nggak papa."

"Beneran?" lagi-lagi Chea menggenggam tangan Daffa.

"Iya." ucapnya singkat sambil memaksakan tersenyum dan kembali menyingkirkan tangan Chea.

"Apa karena pertandingan kemarin?" Daffa hanya terdiam tidak menanggapi pertanyaan Chea.

"Aku kenal kamu Daf. Jangan bohong! Yang sudah terjadi jangan terlalu dipikirkan sekarang saatnya kamu memperbaiki semua!" Chea kembali bersuara.

Daffa lagi-lagi hanya terdiam dan menunduk. Tidak ada keinginan untuk membalas ucapan Chea. Sedetik kemudia Daffa mulai menyesap kopi yang tadi di pesannya. Sedangkan Chea masih setia memandangi Daffa dengan tatapan yang sangat teduh. Sayangnya Daffa sama sekali tidak melihatnya.

Setelah itu hening tidak ada pembicaraan antara Daffa dan Chea. Daffa sibuk dengan ponselnya sedangkan Chea masih saja memandangi wajah tampan Daffa.

"Ini sudah malam, kamu nggak pulang dulu? Lihatlah kamu masih mengenakan seragam sekolah!" ucap Chea dengan tangan yang terulur membelai wajah tampan Daffa.

"Nggak usah sok peduli sama gue urus diri lo sendiri sana!" Daffa berusaha menyingkirkan tangan Chea yang berada di wajahnya. Hal itu terlihat seolah Daffa memegang tangan Chea dan meletakannya di wajah Daffa.

Chea pun justru tersenyum ketika Daffa memegang tangannya. Hal itu juga yang membuat Daffa akhirnya menatap wajah Chea.

Tak berapa lama kemudian Daffa pergi meninggalkan Chea sendiri. Tapi kali ini Chea senyum kemenangan justru tercetak di wajahnya. Dan sedetik kemudian Elena datang menghampiri Chea.

"Sinting ya lo? Ditinggal Daffa malah senyam-senyum sendiri."

Tapi Chea tidak menanggapi perkataan Elena. Dia justru menarik lengan temannya itu untuk pulang.

*****
Kalau ada typo atau kesalahan dalam penulisan maafkan aku ya 🙏
Aku juga manusia guys, jadi tidak terlepas dari yang namanya salah ☺

Salam literasi :)
See you next part 😊

Mirror Of Love #ODOC_THEWWG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang