Kini Atha menjadi lebih banyak diam dan melamun setelah mendengar Erta mengungkapkan perasaannya. Atha benar-benar tidak menyangka kalau Erta akan mengungkapkan perasaanya. Atha terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tidak sadar kalau sedari tadi Erta mengajaknya berbicara.
"Atha, kamu nggak papa kan?" tanya Erta khawatir.
"Kita pulang aja ya! Kepalaku agak pusing."
Dalam perjalanan pulang Atha tetap diam dan lebih banyak melamun. Bahkan Daffa yang sedari tadi menghubunginya saja dia abaikan. Sedangkan Erta yang menyadari hal itu hanya bisa diam, dia tahu kalau diamnya Atha karena memikirkan pernyataan cintanya.
Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di rumah Atha. Setelah mengantarkan Atha, Erta langsung pulang meski Atha telah menawarkan untuk masuk sebentar ke dalam rumahnya. Sedangkan Atha langsung masuk ke dalam kamar dan menghempaskan tubuhnya ke kasur. Matanya menatap kosong langit-langit dalam kamarnya.
Pikirannya benar-benar bingung harus menjawab apa. Satu sisi dia tidak ingin menghianati Daffa. Tapi sisi lainnya dia juga tidak bisa memungkiri kalau dirinya juga mencintai Erta. Karena sibuk dengan pikirannya sendiri membuat Atha tanpa sadar tertidur dengan baju yang masih belum dia ganti.
Atha baru terbangun saat suara adzan ashar berkumandang. Segera dia menyambar handuk dan menuju ke kamar mandi. Setelah melaksanakan ibadah shalat ashar tanpa sengaja matanya melihat ponselnya yang masih tergelak di atas kasur. Seketika dia tersadar kalau tadi dia mengabaikan panggilan dari Daffa. Segera Atha mengambil ponsel itu dan mencoba menghubungi Daffa kembali. Panggilan pertama tidak ada jawaban, baru panggilan ke dua Daffa menjawab telpon dari Atha.
"Atha, kamu marah ya sama aku?" Daffa langsung bertanya tanpa mengucapkan salam. Dirinya benar-benar takut Atha marah.
"Awalnya sih iya, tapi tadi Mama mengingatkan aku kalau itu resiko aku jadi pacar kamu. Jadi sekarang udah nggak marah lagi."
"Bener?"
"Iya, bener."
"Terus tadi kenapa nggak jawab telpon?"
"Itu, tadi aku itu lagi ke pasar sama Mama. Iya ke pasar mana mungkin jawab telepon di pasar, berisik dan takut kalau ada orang yang tiba-tiba ambil ponsel aku." bohongnya.
Untung Daffa percaya dengan apa yang dikatakan Atha. Kali ini tidak mungki Atha mengatakan yang sebenarnya. Karena dia takut Daffa akan marah besar yang berujung pada memburuknya hubungan mereka. Marahnya Daffa memang agak berbeda dengan orang lain. Jika orang lain akan mengeluarkan kata-kata kasar jika sedang marah, maka Daffa justru akan diam seribu bahasa, dan bersikap dingin kalaupun dia mengeluarkan sepatah kata itu sangat menusuk. Justru itu yang membuatnya terlihat sangat mengerikan jika sedang marah. Tapi, itu bukan berarti dia tidak bisa mengeluarkan emosi layaknya orang lain.
Pernah suatu hari dia marah karena yang akan diberikan sekolah untuk kegiatan dikorupsi oleh bendahara OSIS, meski berbagai alasan telah dilontarkan oleh sang bendahara, namun Daffa tetap tidak percaya karena semua bukti mengarah kepadanya. Di situ dia mengeluarkan kata-kata kasar ditambah tatapan yang tajam, rahang yang mengeras dan tangannya mengepal. Hampir saja dia menonjok sang bendahara yang kebetulan seorang lelaki itu. Beruntung saat itu Daffa bisa mengendalikan kembali emosinya yang sempat tidak terkontrol, akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari situsitu untuk menenangkan dirinya.
Tadi Daffa sempat mengatakan kalau hari Minggu besok Daffa akan mengajak Atha jalan-jalan ke Museum Angkut sebagai ganti karena di hari Sabtu mereka harus membatalkan acara jalannya. Tentu hal itu sangat membahagiakan untuk Atha, karena sudah lama dirinya ingin ke tempat itu bersama Daffa. Seketika Atha melompat dan berteriak kegirangan yang membuat Daffa terkekeh membayangkan ekspresi Atha saat itu.
Waktu terus berputar hingga kini tiba saatnya Atha akan jalan bersama Daffa. Atha tengah bersiap-siap sambil menunggu kedatangan Daffa yang akan menjemputnya. Lingkaran di bawah matanya semakin terlihat karena semalam dirinya sudah tidur memikirkan jawaban apa yang akan di berikan untuk Erta. Beruntung lingkaran itu bisa dia atasi dengan penggunaan make up. Jika tidak maka Daffa akan bertanya ini dan itu kala melihat lingkaran hitam di bawah mata Atha.
Dari dalam kamar Atha bisa mendengar deru suara mesin motor yang memasuki pekarangan rumahnya. Atha pikir itu adalah Daffa mangkanya dia segera keluar. Dan, bener saja Daffa sudah berdiri di depan pintu dengan senyum yang mengembang.
Hari ini Daffa hanya mengenakan celana jeans berwarna hitam dan kaos lengan panjang berwarna abu-abu dengan kantong kecil di dada sebelah kirinya. Tidak lupa jam tangan berwarna hitam yang selalu bertengger di tangan kirinya. Pakaian yang dikenakan Daffa memang buka pakaian yang brandit tapi itu cukup membuat Atha terpesona untuk beberapa saat.
"Ganteng ya neng?" ucap Daffa saat menyadari kalau Atha sedari tadi hanya bengong melihat penampilannya.
"Lebih ganteng Shawn Mendes keles."
"Waktu itu pengen dilamar Jefri Nichol, sekarang lebih ganteng Shawn Mendes. Aku sadar kok kalau aku cuma remahan kerupuk." Daffa mendramatiskan nasibnya.
"Ish, siapa yang bilang kamu nggak ganteng? Kan tadi aku nikah lebih gantengan Shawn Mendes. Itu tandanya kamu juga ganteng." Atha mencubit pipi Daffa dengan gemas.
Daffa hanya tertawa mendengar penjelasan dari Atha. Sebenarnya sedari tadi dirinya juga tahu kalau Atha cukup gengsi memuji dirinya tampan. Maka dari itu Daffa menggodanya dengan pura-pura ngambek. Berhasil, akhirnya Atha mengatakan kalau dirinya tampan.
Dalam perjalanan, ponsel Atha bergetar menandakan ada panggilan yang masuk. Dengan sigap dirinya mengambil ponsel itu dari dalam tas untuk melihat siapa yang menghubunginya. Ternyata itu adalah Erta. Kemudian Atha kembali memasukan ponsel itu ke dalam tas tanpa menjawab atau menolak panggilan. Baginya sangat tidak mungkin jika menjawab telpon Erta saat dirinya tengah bersama Daffa. Beruntung Daffa sedang menyetir jadi tidak mengetahui jika Atha mendapat panggilan yang tidak dia jawab.
Saat itu pikirannya kembali teringat pada pernyataan cinta dari Erta. Atha dibuat benar-benar bingung dengan apa yang dia rasakan. Saat telah sampai di lokasi tujuan Atha lebih banyak melamun memikirkan hal itu. Atha terlihat sangat tidak antusias dan beberapa kali Daffa juga harus mengulangi pertanyaan yang sama lantaran Atha tidak sadar jika Daffa mengajaknya berbicara.
Di tempat itu mereka hanya berkeliling dan sesekali berfoto sebelum memutuskan untuk pulang. Sebenarnya Daffa sudah menawari Atha untuk singgah ke serbuan restoran, tapi Atha menolak secara halus.
Setelah sampai di rumah Atha, Daffa hanya mampir sebentar karena Daffa sudah janji akan mengantarkan mamanya ke rumah saudaranya yang rumahnya agak jauh dari rumah Daffa. Tapi sebelum Daffa pulang, dia memperingatkan Atha untuk belajar dan istirahat.
Beberapa saat setelah Daffa meninggalkan rumah, Atha mendapat telpon dari Erta. Segera dia menjawab telpon itu. Erta memang sama sekali tidak membicarakan masalah perasaanya kepada Atha. Tapi Atha yakin kalau Erta sebenarnya sedang menunggu jawaban darinya. Kali ini Atha sudah meyakinkan dirinya untuk menjawab pernyataan cinta dari Erta.
"Eeemmm... sebelumnya aku minta maaf karena kemarin tidak langsung aku jawab,"
"Iya nggak papa kok."
"Tapi sekarang aku mau menjawabnya," Atha memejamkan mata, mencoba memberikan kekuatan untuk dirinya sendiri dalam menjawab pernyataan cinta kemarin. "Dan jawaban itu adalah... iya aku mau."
Jawaban dari Atha sukses membuat Erta berteriak kegirangan. Sedangkan Atha hanya tersenyum tipis. Dirinya tidak yakin kalau jawaban ini yang terbaik untuk dirinya dan orang-orang yang mencintainya. Tapi entah kenapa kalimat itu bisa lolos dari mulutnya.*****
Yah Daffa diduakan 😢Ok part 19 sampai di sini dulu ya, jangan lupa vote dan commentnya aku tunggu.
Bye bye see you next part 🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror Of Love #ODOC_THEWWG [END]
Teen FictionAgatha Faradyla atau yang akrab di panggil Atha adalah gadis cantik dan pacar dari Daffa Akhasa Airlangga. Daffa yang menjabat sebagai ketua OSIS, pemain inti tim basket sekolah dan anggota club bahasa Inggris memiliki waktu yang sedikit untuk bersa...