-Epilog[1]-
Menatap sebuah foto yang terpajang pada sebuah pigura di atas meja kerjanya yang berada dalam ruang lingkup rumah mewahnya adalah sesuatu yang selalu ia lakukan saat senggang. Lelaki berumur sekitar 52 tahun itu lebih sering memandang pigura sebelah kanan daripada sebelah kiri, pada sebelah kanan yang sering menjadi atensinya kala segala sesuatu sedang mengusik fikirannya.
Dimana ada potret dirinya dengan putra yang bermarga sama dengannya, serta seorang lain yang mendampingi di sisi diri lelaki itu yang tengah duduk di sebuah sofa berwarna cokelat susu dengan background sebuah pegunungan yang ditutupi kabut yang tak menjadi fokus namun tetap terlihat indah jika dilihat.
Dipotret itu, entah dirinya, atau dua orang di sisinya tampak begitu bahagia.
Sementara, pigura sebelah kiri berisi sebuah potret dirinya, bersama dengan seorang wanita dengan mata segarisnya yang cantik, serta seorang lelaki dengan mengenakan baju toga khas orang yang baru saja wisuda dari penyelesaian masa belajarnya di perguruan tinggi. Senyum mereka tampak bahagia, ya bahagia.
Namun, foto itu jarang menjadi atensinya dalam kondisi apapun entah mengapa. Mungkin, alasan yang paling lucu adalah bahwa lelaki paruh baya ini tak pernah mengira, bahwasanya kedua orang asing itu akan masuk ke dalam ke hidupnya yang sudah dilengkapi seorang istri dan juga seorang putra.
Kondisilah yang membuat segalanya kian berubah dan membuatnya harus memiliki sebuah pernikahan lain dengan seorang wanita yang mempunyai asal negara berbeda walau masih sebenua dengannya.
Mengatakan apakah cinta yang membuatnya memutuskan untuk berbuat seperti itu, ia tidak dapat menyimpulkannya seperti itu. Segalanya terlalu rumit untuk dijelaskan dengan ribuan kata dengan memakai frasa sehari-hari. Semuanya terjadi begitu cepat, hingga waktu seperti tak mengizinkannya untuk memberikan sebuah penjelasan pada orang yang benar-benar ia sayang dan harus mengerti keadaannya, yaitu putra kandungnya.
Oh Sehun.
Dan, penjelasan yang tertunda itu membuat sebuah efek besar. Efek yang menciptakan sebuah hubungan yang membuat mereka saling menjauh, lelaki itu menorehkan sebuah luka pada putranya. Namun, rasanya sulit untuk menjelaskan yang sebenarnya pada Sehun.
Kini, ia masih mendengar wanita-nya yang lain berbicara via suara, "Bukankah Yoo Ae sudah cukup berhutang budi besar padaku, jika waktu itu aku –'
"Baiklah.." ia menyela membuat pembicara diseberang terhenti, "..apa yang kau mau? Shen Shiao."lanjutnya seraya bangkit dari tempatnya duduk. "Ceraikan dia.Itu yang aku mau. Apa tidak bisa aku kini yang memilikimu, tanpa ada campur tangan Yoo Ae." Suaranya naik seoktaf, menyeru sebuah tuntutan yang demi apapun ayah Sehun tidak dapat memenuhi itu.
Seperti ada sebuah ikatan, sebagaimana kalimat romansa yang sering ada dalam percakapan puitis, lelaki ini –ayah Sehun tidak dapat hidup tanpa Yoo Ae –istri pertamanya dan ibu kandung dari Sehun. Ia mencintai ibu Sehun amat-sangat.
"Apa? Aku harus menceraikan Yoo Ae?Yoo Ae adalah ibu dari Sehun, kau lupa?"
"Tidak, tentu saja. Tidak akan ada yang bertahan baik dirimu ataupun Sehun jika Yoo Ae tiada pada saat itu. Kau tahu –huh?"
Dan, masih dalam sambungannya, selain mata Tuan Oh menoleh pada pintu yang terbuka, dan matanya membulat sempurna,tangannya jatuh menggantung pada sisi badannya. Panggilan itu tak terselesaikan.
Karena, Sehun sedang berdiri di sana.
[end]
a.n : cuman memperjelas aja, kalo semua gak seperti itu.. jadi, mana yang kalian suka versinya? versi wattpad atau blog?
![](https://img.wattpad.com/cover/130429313-288-k524916.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
【Soon】EHC Sequel: (still) Come and Gone
FanficMenjadi sahabat, tidak harus selalu akrab. Persahabatan kami adalah persahabatan yang seperti itu. Kebersamaan tetap ada meski kami tidak akrab? Ya, itulah aku dengan dia. Sampai suatu hal lain, mengubah segalanya di antara kami. Dan, tidak ada ya...