XXIX

134 9 0
                                    

Author POV

14 Maret

"Kak, besok ngga ada acara, ya? Tumben jam segini belum tidur. "Tanya Usman saat melihat anak sulungnya tengah memangku adiknya yang sudah tertidur di ruang keluarga.

"Ya, seharian free. Besok Ara izin ngga ke sekolah. Buat anter ayah. "Jawab Annisa singkat.

Usman mengambil alih tubuh Hasan yang sudah tertidur nyenyak dalam pelukan Annisa.

"Kita sekarang ke taman belakang, yuk? Kakak belum mau tidur, kan? "Ajak Usman.

Annisa mengangguk dan langsung berdiri dari duduknya. Annisa tersenyum.

"Hm.. Mending Hasan di taro di kamar dulu deh, yah. "Saran Annisa yang melihat Hasan begitu lelap dalam tidurnya.

Akhirnya Usman menaruh Hasan di kamar Annisa yang sekaligus kamar Hasan itu. Sedangkan Annisa sudah berada di taman belakang, terduduk dengan nyaman di bangku panjang disana. Annisa menatap samsak yang menggantung diujung taman, samsak itu beberapa hari lalu dipindahkan ke taman belakang. Juga alat memanahnya.

Sembari menunggu, Annisa mendekat ke ujung taman belakang, tepat disamping samsak yang menggantung itu. Annisa memegang samsak itu, awalnya Annisa ingin memukul samsak itu, tapi suara bariton Usman seakan mengintrupsi Annisa untuk mengurungkan niatnya.

"Kak? "Panggil Usman.

Annisa menoleh, ada Usman yang membawa sebuah nampan berisi sebuah buku jurnal dan dua gelas milkshake strawberry yang langsung diberikan salah satunya pada Annisa. Tanpa aba-aba, Usman duduk disamping Annisa dan bersandar pada dinding. Taman belakang ini tempat paling tepat untuk menikmati langit malam, karena tiada atap yang menutupi indahnya langit malam bertabur bintang seperti malam itu.

Keduanya terdiam, menikmati milkshake masing-masing sembari menikmati hembusan angin malam yang menyentuh kulit. Sesekali mereka menyesap milkshake strawberry itu masing-masing.

"Kak, nanti kalo ayah ngga ada kakak tetep latihan bela diri ya? Jangan lupa memanahnya juga! Ini perintah! "Ucap Usman dengan nada santai, padahal kalimatnya berbau perintah.

"Iya, yah. "Ucap Annisa patuh.

Hati Annisa bergemuruh, entah kenapa mulutnya begitu patuh menjawab ucapan Usman. Padahal hatinya dilanda rasa takut. Dan sampai sekarang Annisa tak tahu kenapa akhir-akhir ini Annisa sering dilanda rasa takut.

Keheningan kembali memenuhi mereka. Tanpa mereka sadari, ada Iva di balik jendela tanpa kaca, tepat dibelakang mereka, menyimak percakapan mereka. Iva sungguh jarang melihat kejadian seperti ini antara Annisa dan Usman. Ingin sekali rasanya menangis haru atas kejadian ini entah kenapa.

Usman dan Annisa menaruh gelas kosong mereka di bawah meja kecil tak jauh dari Usman. Annisa berterimakasih pada Usman dengan lirih karena membantunya menaruh gelas kosong itu. Usman tersenyum.

"Ngga terasa ya, besok ayah udah ke Palestina. Ara pasti kangen banget sama ayah. Padahal.. Udah sering ayah ninggalin kita demi abdi pada negara. "Ucap Annisa lirih.

Iva menutup mulutnya yang ingin sekali mengeluarkan suara isakan. Usman menatap Annisa yang sudah tertunduk sendu menatap kepalan tangannya. Usman segera mengambil tangan Annisa dan mengecupnya.

"Maafin ayah, ayah belum bisa selalu ada buat kamu. Tapi ayah mau kasih kamu buku ini, taruh aja semua curhatan kamu disini kalau ayah ngga ada. Sebenernya masih ada lagi hadiah dari ayah buat kamu, tapi ayah titipin ke bunda, akan bunda kasih ke Ara dan Ncan di waktu yang tepat. "Ucap Usman sembari memberikan buku jurnal bersampul Doraemon pada Annisa, lalu Usman mengelus puncak kepala Annisa yang tak terbalut kerudung.

KIAN | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang