23

373 36 0
                                    

"Lu kenapa gak bilang-bilang Yooku dateng!?" Retta mengerutkan dahinya.

Hilda tertawa melihat ekspresi Retta. "Gue lupa, rett. Beneran."

"Dih, yakali lupa. Orang bias sendiri dateng kok ya lupa?" Retta mengerutkan dahinya.

"Younghwan gimana? Dan lu gimana waktu liat dia?"

"Biasa aja.." Hilda menjawab dengan polos.

"Dih? Kok biasa aja?! Dia kan bias lu, anjir! Gue sih jadi lu udah jingkrak-jingkrak gak jelas."

Hilda tertawa lagi, responnya sama persis seperti Mila. "Kok lu yang kesel, sih?"

Mata Retta membesar, lalu tiba-tiba memegang kedua pipi Hilda dan menekannya. "Ini bukan Hilda! Gue yakin! Lesu banget anjir lu padahal abis didatengin biasnya."

"Sakit anjir." Hilda menurunkan tangan Retta, lalu menghelus-helus kedua pipinya.

"Woi da." Ya, suara menjengkelkan yang sudah pasti dikenal Hilda dan Retta akhirnya muncul juga.

"Apa?" Hilda menunjukkan wajah datarnya. Deron diam sebentar melihat wajah Hilda. "Gak tau, gue lupa mau ngapain kesini."

"Yelah bilang aja kangen lu sama Hilda." Celetuk Retta.

"Berisik lu rett." Deron menunjukkan wajah kesalnya.

Retta menjulurkan lidahnya pada Deron.

"Gue mau ngomong sama lu bentar doang, boleh?" Hilda melihat Deron dengan mata serius. "Apaan? Emang gue salah apaan? Woi." Hilda sudah mendorong Deron keluar dari kelas.

"Kenapa sih?" Deron balik badan, melihat Hilda. "Zeloso.. siapa?"

"Yaelah gue kira apaan." Deron melipat kedua lengannya didepan perut. "Yah, sayangnya gue gak boleh ngasih tau sembarangan, kan? Kecuali Zelosonya yang bilang sendiri atau nyuruh gue. Emang kenapa?"

Hilda mengatupkan bibirnya. "Entahlah, tiba-tiba penasaran." Hilda melihat ke arah lain.

"Mau ketemu sama dia?"

Hilda segera melihat Deron dengan matanya yang membesar. "Sungguh?"

"Gue ada janji sama dia hari ini, mau ikut? Waktu itu juga dia bilang ke lu pengen ketemu di real life, kan?"

Hilda dengan cepat menganggukkan kepalanya. "Lu juga pasti tau gue gak bakal nolak!"

Deron tersenyum tidak percaya. "Lu seberapa sukanya sih sama dia?"

"Gak, gak suka kok, cuma excited." Jawab Hilda dengan datar. "Halah paling pas udah lihat orang aslinya juga... yah, sudahlah." Deron menepis angin dengan punggung telapak tangan kanannya. "Udah, ya. Nanti gue kabarin lagi." Deron menyembunyikan kedua tangannya di saku celana dan berjalan meninggalkan Hilda.

~•~

Deron : Gue udh di depan

Setelah Hilda melihat notifikasi dari Deron, dia segera mengantungkan kembali handphonenya. "Maaf, Younghwan-ssi. Aku ada janji, boleh pulang duluan?"

Younghwan tertawa. "Tentu saja boleh, hati-hati, ya? Aku kabari yang lain nanti."

Hilda segera menyangkulkan tasnya di pundak lalu membungkukkan tubuhnya. "Terima kasih."

Younghwan melambaikan tangan dan Hilda segera berjalan cepat keluar dari ruang latihan. Hilda mengusap wajahnya dengan kedua tangan. "Astaga, tadi benaran Younghwan, kan?" Gumam Hilda pelan. "Masih gak percaya beneran dilatih dia." Hilda melihat kakinya yang berjalan cepat.

"Elah lama banget sih lu." Hilda tanpa sadar sudah berada di depan Deron.

Hilda tersenyum. "Maaf."

Mata Deron membesar. "Sejak kapan lu minta maaf terus senyum kayak gitu? Lu kenapa njir?" Deron perlahan mundur satu langkah.

"Nggak, tadi cuma lagi seneng aja. Oh, kita kemana? Terus naik apa?" Hilda dengan cepat mengalihkan topik.

Deron menunjuk belakangnya dengan ibu jari. "Yakali lu! Gue pake rok!!" Hilda terbelalak melihat motor besar berwarna hitam yang ditunjuk Deron.

"Lu kan ngedance, da. Masa gak bawa legging?" Deron melipat kedua lengannya di depan perut.

Hilda baru ingat kalau dia melipat legging yang dipakainya. Dengan sedikit malas dia membuka lipatannya. "Nah, beres, kan?" Deron berjalan lebih dulu menuju motornya.

Deron memberikan helm pada Hilda. "Berarti gue pegangan lu dong?"

Deron sudah naik motornya dengan helm di kepalanya. "Ya kalo lu gak mau jatuh."

"Sialan nih anak gak peka." Gumam Hilda dalam hati. Hilda mau tak mau pasrah saja.

~•~

"Eh? Restoran?" Hilda terkejut melihat gedung restoran yang terlihat mewah.

"Hm? Kenapa?" Deron terlihat menunjukkan kartu pengenalnya pada pria bertubuh besar di dekat pintu masuk.

"Gue pake seragam, gimana sih lu?"

Deron hendak tertawa. "Ini restoran punya hyung. Gak papa kali siswi Luminary dateng kesini."

"Terus.. kita ngapain kesini?"

"Katanya mau ketemu Zeloso? Gimana sih lu?" Deron menarik pundak Hilda, menyuruhnya berjalan lebih cepat.

"Jangan-jangan Zeloso kakak lu?!"

"Aw!" Hilda dengan cepat menghelus dahinya karena Deron menyentil dahinya. "Berisik tinggal tunggu aja apa susahnya?"

Hilda masih kesal karena Deron menyentilnya. "Zeloso orang penting, ya?"

"Dibilangin..! Diem udah, lu bakal ketemu dia, tenang aja." Deron duduk di kursinya, seorang pelayan menarik satu kursi di hadapan Deron, lalu Hilda duduk di kursi itu.

Author : Deron gak modus kan?
Deron : hah? Ngapain modus?
Author : yakali aja lu bohong, jadinya bisa dinner sama Hilda gitu..?
Deron : /nimpuk author

Deron terlihat sibuk dengan handphonenya. "Katanya udah di depan."

"Optimum, Dacia." Suara berat tapi terdengar lembut mulai mendekat.

Hilda segera melihat pada arah suara itu.

"Eh?"

Idol SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang