Sangat menjijikan, kata-kata itu memenuhi otakku. Setelah kami resmi berpacaran, setiap hari yang ku terima adalah pesan singkat berisi puisi atau ucapan-ucapan aneh dari Donghae. Pria itu juga menelepon dan datang ke kantorku seenaknya, dia bahkan sudah tidak memerlukan izin dari kepala bagian yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaanku. Mereka seolah mengerti pernikahanku jauh lebih penting dari pekerjaan mereka. Seperti yang dia lakukan hari ini, pagi-pagi buta dia sudah datang ke kantorku dan mengusir seluruh pegawai yang bekerja bersama di ruanganku, bahkan pimpinanku Tuan Kim dengan senang hati pergi rapat keluar agar Donghae bisa bicara denganku berdua, dan saat ini matanya kini sibuk mentapku yang tengah fokus pada layar komputer. Ingin rasanya aku menusuk kedua matanya itu.
"Apa yang kau inginkan ?" akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulutku setelah aku berusaha diam selama satu jam ini. Aku menyerah, tatapan matanya itu, aku tidak bisa menahannya lagi. Mendengar pertanyaanku, ku lihat Donghae mengatupkan ke dua tangannya dan menaruhnya tepat di depan bibirnya yang mengerucut. Dia terlihat bimbang sesaat sebelum akhirnya dia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arahku.
"Datanglah ke pesta pembukaan departement store ku di Gangnam. Aku membutuhkan bantuanmu disana ."
"Bantuan semacam apa ?" aku bangkit dari tempat ku duduk dan meraih kartas yang di arahkannya padaku.
"Aku ingin menyingkirkan seseorang disana."
"Terdengar seperti tindakan kriminal." Sesaat kami hanya menelan ludah. Seorang ayah membunuh anaknya sendiri karena tidak mampu memenuhi kebutuhannya, sepertinya itulah yang cocok dikatakan sebagai tindakan kriminal. Bukan itu maksudnya, aku tahu begitu aku melihat isi kertas yang di berikannya tadi. Sepertinya Donghae ingin agar aku menyingkirkan wanitanya, para wanitanya itu terbiasa menempel dengan erat seperti permet karet. Dan hal itu sangat menyusahkan dirinya, apalagi disaat seperti ini.
"Jika saja aku benar-benar berkencan denganmu. Mungkin saat ini kau sudah habis olehku!"
Donghae meninggalkan tempat duduknya yang berada tepat di sampingku, lalu mendekat ke arah trali jendela. Kemudian, entah dengan siapa dia berbicara sendiri "Hidupku ini hampa. Wanita bagaikan pelangi di dalam kehidupanku." Kalau mengingat hidupku yang menurut bibi begitu berantakan, mungkin aku lebih baik dari Donghae. Hidupnya yang di penuhi dengan harta itu hancur berantakan karena wanita. Seluruh wanita yang pernah berkencan dengannya hanya berpikir tentang uang yang ada di kantongnya saja. Mereka tidak benar-benar mencintai Donghae, dan melihat sikap Donghae yang juga memanfaatkan kekayaannya untuk bermain-main dengan wanita sebenarnya dia menyimpan rasa sakit yang luar biasa. Aku tahu itu. Karena aku juga merasakannya, aku bisa melihat dari sinar matanya yang penuh dengan rasa sakit. Tapi Donghae cukup pintar menyembunyikannya, dia lebih banyak bicara dan memainkan ekspresinya untuk menutupi semua yang rasa sakit yang tergambar di matanya.
"Aku akan menjemputmu besok."
"Tidak, kita bertemu disana saja !" sergahku begitu mendengar perkataanya. Jika Donghae sampai datang menjemputku di rumah, aku yakin dia tidak akan lepas dari cengkraman ibuku. Ibu sangat menyukainya karena kepribadiannya yang sangat penurut, di hari ketika kami bertemu, Donghae yang sudah berjanji dengan ayahku untuk mengantarkanku pulang setelah acara kencan itu berakhir akhirnya dia bertemu pertama kali dengan ibu, dia cukup sopan. Ketika melihat ibuku, dia membukukkan badannya dan mengeluarkan senyum manisnya. Jika aku bisa terpengaruh hanya dengan senyumannya di cafe tidak ada bedanya dengan ibuku, ibu langsung berjalan kearahnya dan menggenggam tangan Donghae dengan erat.
"Ibu... "
Bukan bibi, tapi ibu. Dia mengatakannya begitu jelas sampai wajah ibu berubah menjadi merah, ibu terlalu senang. Ibu pernah mengatakan padaku impiannya adalah memiliki seorang putra. Tapi hal itu tidak pernah terwujud karena, ayah dan ibu sulit mendapatkan anak lagi selain diriku, ibu mengidap suatu penyakit yang membuat rahimnya lemah. Aku dengar sebelum ibu mengandungku, ibu sudah dua kali kehilangan anaknya. Dan hal itulah yang membuat ibu selalu sedih jika melihat orang lain memiliki anak laki-laki. Hari itu bahkan Donghae menginap di rumah kami, karena ibu tidak ingin dia pulang ke rumah. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, selain mendukung ibu yang dengan semangat menjamu Donghae bagaikan seorang raja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Healing Love ✔
FanfictionSera membutuhkan waktu yang lama untuk menata kehidupannya kembali, namun setelah tiga tahun lamanya akhirnya dia memutuskan tak membutuhkan pria lagi. Disisi lain dia harus melanjutkan keturunan keluarganya, desakan demi desakan yang dia terima me...