Chapter 10 : The Truth

498 79 23
                                    

Salju yang turun sampai kemarin pagi tidak datang lagi. Semalam langit di kota Seoul juga sangat cerah, untuk pertama kalinya selama musim dingin di tahun ini bulan dapat terlihat dengan sangat jelas. Jika dilihat tumpukan salju di sudut jalan mulai mencair, natal putih seperti tinggal impian.

Pukul dua belas malam, dan aku masih tidak bisa memejamkan mataku. Setelah sibuk membolak-balikkan badanku di atas ranjang aku memutuskan utuk bangkit dan meraih ponselku. Entah ini sudah ke berapa puluh kali aku mencoba menelepon Donghae, hasilnya masih sama. Tidak ada jawaban darinya. Kemarin malam setelah aku meninggalkannya tidur di apartementnya aku tidak bisa menghubunginya sampai sekarang. Sekertaris Kim juga mengatakan dia tidak masuk kerja hari ini.

Ayah, jika saja aku tidak dalam masa hukuman, mungkin sekarang aku sudah berada di apartemenya. Aku sangat penasaran dengan keadaanya sekarang. Karena terlalu frustrasi memikirkannya aku sampai melempar dengan kasar ponselku. Aku mendengar suara pintu diketuk ketika aku sibuk meruntuki nasibku ini, dari balik pintu muncul Ibu yang membawakan makan malam untukku.

"Sera, makanlah dulu." aku menggeleng dan menyembunyikan wajahku di balik selimut. Oh ayolah Ibu, ini bukan waktunya aku untuk makan. Kata-kata itu hampir saja ingin ku katakan jika saja aku tidak melihat sosok Bibi menerobos masuk ke dalam kamarku dari balik selimut. Oh astaga, apalagi yang akan dikatakan oleh wanita ini. Aku keluar dari persembunyianku dan menatap ke arahnya yang kini sedang berkacak pinggang dan berdecak dia menatap ke arahku. Matanya itu seolah-olah mengatakan aku menang dan sedang menertawakanku.

"Kakak ipar, aku kan sudah bilang putrimu ini sebaiknya mencari jodohnya sendiri. Aku tidak percaya dengan pilihan oppa."

Mendengar kata-kata yang dilontarkan Bibi aku jadi berpikir bagaimana jika Ayah mendengarnya. Ayah tahu Bibi adalah orang pertama yang memaksa Ayah untuk menikahkanku dulu disaat aku depresi tapi kali ini yang dikatakannya sungguh bertentangan dengan apa yang dikatakannya dahulu. Sebenarnya apa yang diinginkan wanita tua ini ?

"Bibi, bisakah Bibi keluar saja ?"

"Yakkk~ Yoon Sera, kau berani mengusir Bibimu ini ?"

"Agassi~ keluarlah !" mendengar ucapan Ibu, Bibi tidak bisa berkata-kata dan memilih keluar dari kamarku. Rasanya sangat lega, melihat wanita tua itu menghilang dari balik pintu kamarku yang dibantingnya dengan keras sampai membuatku dan ibu tersentak. Aku dan Ibu saling bertatapan tan tertawa bersama, aku tidak tahu apa yang lucu, tapi sepertinya kami punya pemikiran yang sama. Akhirnya untuk pertama kalinya kami bisa mengalahkan mulut Bibi yang bagaikan bisa ular itu. Mematikan.

Setelah kami lelah tertawa bersama, aku melihat sorot mata ibu yang berubah. Kami saling bertatapan cukup lama sampai akhirnya air mataku keluar dan semakin lama semakin deras. Ibu seperti mengerti keadaanku yang sudah tidak karuan ini, aku sedang bingung dengan semua perasaan di dalam diriku yang meledak secara bersamaan. Di dalam otakku ini hanya ada Donghae yang terus berputar putar sampai membuatku pusing tujuh keliling, aku juga merasakan hatiku yang sakit seperti ada yang menusuknya dengan jarum yang sangat kecil, aku ingin menghilangkan jarum itu tapi tidak bisa karena terlalu kecil aku sampai tidak bisa menemukannya.

Ibu, dengan memeluk tubuhku dan menepuk-nepuk pelan punggungku aku tahu ibu berharap perhatian yang diberikannya ini dapat mengurangi sedikit beban di dalam diriku. Tangannya dengan lembut mengusap air mata yang jatuh di pipiku seperti mengatakan bahwa aku akan baik-baik saja.

"Ibu tahu kau mencintainya."

"A..apa ?" mana mungkin bisa, itulah yang menjadi pertanyaanku saat mendengar perkataan Ibu.

"Kau merasakan hatimu sakit karena tahu saat ini Donghae menderita. Iya kan ?" aku rasa Ibu benar, sekeras apapun aku mengatakan bahwa itu tidak benar tapi jauh di dalam lubuk hatiku aku merasakan hal itu. Melihat Donghae tidur dengan wajahnya yang mengerut aku tidak bisa membiarkannya. Wajahnya seolah memberitahuku dia sedang dalam masa-masa sulit dan membutuhkan uluran tanganku. Semalam, beberapa kali dia terbangun karena mimpi buruk. Aku tidak tahu apa mimpinya, tapi itu mampu mengusik hatiku. Sekali lagi aku melihat sisi lain dari sang playboy Lee Donghae.

Healing Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang