Chapter 7 : Our Love

561 80 11
                                    

Pagi hari saat terbangun dari tidur, kepala ini rasanya sakit sekali seperti mau pecah. Cahaya mentari yang mengintip dari balik tirai berenda putih menerpa wajahku. Memaksaku membuka mata. Aku mengerjapkan mata. Beberapa kali, sampai kedua mataku dengan sempurna terbuka. Disisi kiriku ku lihat ibu dengan wajah cemasnya, disusul oleh ayah yang datang tergesa-gesa dari balik pintu. Dan, ada satu orang lagi. Donghae, pria itu kini tengah membasuh wajahku dengan handuk kecil. Keadaannya sungguh kacau, ku lihat jasnya sudah tidak dikenakannya dan kini dia hanya menggunakan kemeja yang lengannya dilipat asal. Dasi yang di kenakannya juga sudah tidak ada, aku melihat sorot matanya yang melemah.

"Ibu..." Belum selesai aku berkata, Donghae dengan sigap meraih gelas berisi air yang di bawa ibu dan memberikannya padaku.

"Sera, apa yang sebenarnya terjadi padamu nak ?" Begitu ibu bertanya dan ingatanku kembali pada saat aku berada di luar toilet, napasku langsung tercekat. Aku sudah berusaha mengatakannya. Tapi tidak ada kata yang keluar dari mulutku, kurasakan tangan Donghae menyentuh tanganku dan mengelusnya pelan. Sepertinya dia tidak ingin aku memaksakan diriku untuk menceritakan hal itu, meskipun saat ini matanya memperlihatkan rasa penasaran yang sangat besar.

"Ibu, Sera sudah bangun. Biarkan dia istirahat. Aku akan pulang sebentar. Paman aku permisi !" Dengan perlahan Donghae melepaskan tanganku yang entah sejak kapan mengenggam tangannya dengan erat. Dia cukup kesulitan melepaskan kaitan dari tanganku. Dari dalam hatiku ada sesuatu yang sangat mengganjal, ingin sekali aku mengatakan hal itu pada Donghae. Mataku menyipit, saat tangannya berhasil lepas dari genggaman tanganku, ku dengar dia menghela napas pelan. Sebelum akhirnya dia pergi, dia menyempatkan diri untuk mencium keningku. Ini adalah bagian dari perjanjian kami, menjadi pasangan kekasih yang normal di hadapan kedua orang tua kami. Setelah berhasil mencium keningku kini dia beralih menatapku lagi.

Terlihat menyedihkan, begitukah maksud Donghae dari tatapan matanya ? Aku ingin bertanya, tapi kuurungkan niatku. Diriku sendiri sebenarnya belum yakin dengan kejadian yang terjadi semalam. Apakah hal itu benar terjadi atau hanya ilusiku? Di dalam diriku muncul aib seperti aku hampir diperkosa dan hal itu tidak mungkin aku ceritakan dengan orang lain. Aku mulai tak bisa fokus mendengarkan perkataan ibu yang kini berada di hadapanku. Bibirnya yang berkomat-kamit, hanya itu yang kulihat tanpa tahu apa yang dibicarakannya. Seketika aku menjadi orang bisu dan tuli.

"Aku pergi dulu, jaga dirimu sayang !" Lagi-lagi aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi bibirku seolah tak mau bekerja sama denganku. Apa boleh buat, yang bisa ku lakukan hanyalah diam sampai pria itu pergi dari hadapanku.

"Apa kau mengingat lagi kejadian itu ?  Ibu bukanlah Ibu yang baik untukmu. Mafkan ibu, tapi Sera bisakah kau melupakan semuanya. Kau selalu seperti ini jika mengingat hal itu. Sakit hati... Ibu tahu itu. Mencintai dan dicintai merupakan perasaan yang sangat indah. Meskipun sudah memberikan segalanya, tapi yang kau dapatkan hanyalah luka. Orang baik itu pasti akan selalu merasakan hal itu. Dengar, Donghae itu pria yang baik kan. Ibu sudah tau itu, dan keputusanmu saat ini berkencan dengannya adalah keputusan yang sangat... sangat tepat. Jadi lupakan orang itu, dan cintailah Donghae sepenuh hati."

Sudah sering aku mendengar petuah-petuah seperti yang Ibu katakan tadi. Dokter-dokter dan para psikolog yang mengucapkannya saat berusaha mengobatiku dulu. Tanpa Ibu atau mereka beritahu, aku sudah tahu itu. Tapi masalahnya bukanlah pada diriku, selama ini itulah yang aku inginkan. Rasanya sangat sulit karena sebenarnya hatiku yang bermasalah.

Setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk mengurung diri di rumah selama beberapa hari. Tidak bekerja, dan tidak melakukan apapun. Yang kulakukan bukanlah karena trauma ataupun rasa ketakutan yang mendalam, tapi karena kesehatan mentalku. Hari itu adalah malam hari, dan aku sudah tidak bekerja selama empat hari. Setelah aku selesai dengan beberapa dokumen kantor yang memang dibawa oleh ayah ke rumah ponselku berdering. Bukan telepon lebih tepatnya pesan kakao talk dari temanku Da Yoon.

Healing Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang