24

1.3K 139 0
                                    

Sekarang Siyeon sedang duduk di kursi bus yang akan mengatarnya ke SMA Beautiful, sekolahnya. Hari ini Siyeon akan melakukan hal yang lebih baik dari hari sebelumnya. Melupakan Lai Guanlin mungkin sesuatu yang lebih baik untuk melangkah ke depan. Tapi sayang, di sebelahnya ada lelaki yang ingin sekali Siyeon enyahkan dari pikirannya.

Lai Guanlin.

Ada di sebelahnya.

Sedang tersenyum sambil menatapnya.

Sialan. Iya, ini sial untuk Park Siyeon yang dalam proses melupakan Lai Guanlin. Pahlawan masa kecilnya.

Ah, mengingat kata pahlawan membuat Siyeon memutar ke masa kecilnya membuat dada Siyeon nyeri seketika.

Guanlin memang sejak kecil memiliki pesona yang kuat. Bukan karena wajahnya yang tampan, tetapi Guanlin memiliki sejuta keahlian di bidang olahraga. Seperti baseball, lari, basket, renang dan panah. Semua potensi Guanlin sudah terlihat sejak usianya genap tujuh tahun. Ajaib? Ya, anggap saja itu anugrah dari Tuhan.

Guanlin kecil memiliki sifat dengan keadilan yang ia junjung tinggi. Guanlin kecil begitu ceria, baik dan memiliki atitude yang baik. Disamping itu, Guanlin kecil menyukai seorang gadis paling pendiam di kelasnya. Namanya Park Siyeon.

Siyeon kecil selain pendiam, dia memiliki sifat pemalu. Sampai meranjak kenaikan kelas pun Siyeon kecil tidak memiliki teman. Kenapa Guanlin kecil menyukai Siyeon kecil, karena baru pertama kalinya Guanlin kecil melihat senyum semanis milik Siyeon kecil. Perasaan itulah yang membuat Guanlin kecil menyukai Siyeon kecil yang pendiam dan pemalu.

"Lin, aku mau tu-turun, misi ya,"

Guanlin tersadar dari lamunan kotornya, maklum saja wajah Siyeon membuat naik libidonya. Guanlin menggeserkan kaki dan badannya agar Siyeon bisa lewat. Bibirnya melengkungkan senyuman.

"Kok turun disini? Ngga di halte sekolah aja biar bareng ama gue,"

"Ngga makasih, aku mau beli pulpen di toko dulu," elak Siyeon. Padahal dia ingin menjaga jarak dengan Guanlin mulai hari ini.

"Gue ada banyak nih, mau ngga?"

Raut wajah Siyeon kebingungan, sampai halte tempat yang ingin Siyeon turun terlewati. Guanlin tersenyum. Rencananya berhasil untuk jalan ke sekolah bareng Siyeon.

Guanlin menggengam pergelangan tangan Siyeon agar duduk lagi. Siyeon pasrah. Gadis itu kembali duduk dengan gelisah. Iya, takut gagal move on.

"Nih gue bawa banyak," Guanlin memberikan pulpen bertema Rillakuma ke Siyeon. Siyeon tersenyum ramah, lalu menggambil pulpen itu.

"Tenang gue ngga HM (hak milik) punya orang laen kok, Yeon."

Padahal Siyeon gelisah bukan karena itu. Dia takut tidak bisa melupakan Guanlin. Padahal dia sudah berjanji agar bisa melupakan lelaki bernama Lai Guanlin. Tapi kok susah?

"E-eh, i-iya, aku ngga mikir kaya gitu kok, Lin. Makasih ya, Lin." kinerja jantung Guanlin bekerja dua kali lipat saat melihat senyum manis Siyeon yang amat ia rindukan. Bodoh kalau Guanlin mengatakan tidak ada rasa apapun pada Siyeon, padahal jauh dalam hatinya ia masih sayang dengan puteri di hatinya, Park Siyeon.

Sebelum Guanlin menyukai Siyeon, dia tidak suka melihat wajah ketakutan yang terpancar dari wajah Siyeon saat gadis itu di bully massal oleh kakak kelasnya. Untuk masalah kenapa Siyeon selalu diusili itu karena Siyeon selalu diam saja saat mereka membull dirinya. Guanlin kesal. Marah. Sampai akhirnya Guanlin lepas kendali dan memarahi kakak kelasnya ㅡ kelas 6, sedangkan Guanlin baru kelas 4.

"Te-terima kasih, Guanlin," kata Siyeon gugup. Baru kali ini Siyeon di bantu, apa lagi oleh Lai Guanlin sang pangeran di hatinya.

Sudah sampai di halte sekolah, Guanlin berdiri dan berjalan di sebelah Siyeon dengan senyuman yang tak bisa ditahan. Akhirnya Guanlin dua tahun lalu kembali lagi.

Di kursi paling belakang sejak tadi mengawasi gerak-gerik Siyeon dan Guanlin. Dia menahan emosi yang sudah di ujung tanduk. Tangannya menggepal kesal.

Spesial for kalian. Terima kasih.

Pengagum Rahasia [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang