09

280 19 1
                                    

     Gadis itu melepas seatbelt yang ia kenakan.
"Gue duluan ya ?" Ucapnya.  

"Ya udah." Jawab Sam singkat.
Gadis itu pun keluar dari dalam mobil hitam itu, ia merasakan keramaian mulai terasa di area sekolahnya.

Ia melangkahkan kakinya dengan penuh semangat, dan tanpa aba-aba kakinya tersandung karena tali sepatunya yang tidak terikat. Detik itu pula Kanya hilang keseimbangannya, ia sudah pasrah jika harus jatuh di depan orang banyak dan ditertawakan. Namun itu tidak terjadi, tubuhnya ditopang oleh laki-laki berbadan tinggi. Punggungnya ditangan oleh tangan kekar. Kanya menatap manik mata laki-laki itu yang begitu indah, wajahnya tampan, pandangan mereka pun bertemu dan saling menatap hingga sekitar satu menit lamanya.

Tanpa mereka sadari seluruh siswa melihat ke arah mereka dengan banyak sorak-sorai bergemuruh bermaksud menggoda.
"Woi masih pagi !" Ucap salah satu siswa.

"Iya nih, bikin sirik aja." Timpal siswa lainnya.

"Gue juga mau kali Sam." Ucap seorang siswi perempuan.

Kanya pun tersadar, bahwa saat ini ia tengah jadi perhatian seluruh siswa disana, sedangkan laki-laki itu masih menatapnya lekat. Dengan keberaniannya ia mencoba membuka suaranya.
"Sam lepasin." Ucapnya pelan.
Seketika Sam pun tersadar dari lamunannya, ia perlahan melepas pangkuannya terhadap Kanya.
Masih dengan wajah datar, Sam diam seribu bahasa.
"Makasih." Ucap Kanya malu-malu.

"Kalo jalan yang benar." Sahut Sam datar.

"Iya maaf." Timpal Kanya.

Sammuel mengambil posisi jongkok, Kanya mundur selangkah terkejut.
"Kenapa mundur ?" Tanya laki-laki itu.
"Sini, gue benarin dulu tali sepatunya." Sambung laki-laki itu.

Kanya pun melangkahkan kakinya sekali. Laki-laki itu mengambil tali sepatu Kanya, mengikatkannya dengan erat agar tidak terlepas dan membuat gadis itu tersandung lagi. Setelah itu ia kembali berdiri menghadap Kanya.
"Ya udah ayo masuk, gue anter ke kelas lo." Ucap laki-laki itu datar.

Kanya terkejut dengan pernyataan Sam. Apa benar dia ingin mengantarkan Kanya ke kelasnya ?
"Eh, gak usah. Gue bisa sendiri. Kayak anak kecil aja dianterin."

"Gue gak mau lo jatuh lagi, malu sendiri nanti." Timpal Sam.

Pipinya sudah bersemu merah, ia tersipu dengan penuturan Sam.
"Oke." Jawabnya malu-malu.

Laki-laki berbadan tinggi itu pun menggenggam tangan mungil Kanya, namun gadis berambut pekat itu masih diam mematung di tempatnya. Ia masih belum mempercayai ini. Jangtungnya berdegup dengan cepat, sulit rasanya untuk bernafas seakan-akan oksigen di pagi hari hilang seketika.

"Hei, ayo !" Sentak Sam akhirnya.

Kanya mulai tersadar, ia berjalan menyamai langkah kaki Sammuel yang masih menggenggam tangannya. Entah apa yang sekarang Kanya rasakan, ia tidak mengetahuinya. Hatinya terasa penuh dengan bunga-bunga. Tidak ada yang mampu untuk menjelaskan perasaannya saat ini. Semua mata tertuju pada mereka berdua, sebuah pemandangan langka dimana Kanya bisa bercengkrama dengan laki-laki, dan ini bahkan lebih dari sekedar bercengkrama melainkan tangan gadis itu digandeng oleh murid baru yang menjadi sorotan akhir-akhir ini. Semua gadis iri pada Kanya, ingin rasanya mereka menggantikan posisi Kanya disana.
Tanpa mereka sadari, sepasang mata bulat menatap mereka dengan tatapan tidak suka.

"Jantung gue kenapa ? Udah berasa kayak di sidang aja." Batin Kanya.

"Gue duluan, sana buruan masuk !" Perintah Sam sedikit ketus.
"Nanti gue balik lagi setelah pelajaran selesai. Belajar yang benar." Sambung laki-laki itu.

Perempuan itu tidak mampu berakata-kata, pipinya semakin memerah. Ia dengan segera masuk ke dalam kelasnya. Tanpa mengucapkan terima kasih pada laki-laki yang baru saja mengantarnya.

"Lo gila, Ka ?" Teriak Tamara, saat sahabatnya itu duduk disampingnya.

"Apaan sih, Ra ? Berisik." Sahut gadis itu menatap Tamara tajam.

"Gue gak salah lihat kan ? Lo di anterin Sam ke kelas ?" Tanya Tamara.

"Nggak Ra, itu nyata." Jawab Kanya malas.

"Dan gue gak salah lihat kan ? Lo gandengan sama Sammuel ?"

Kanya tersenyum sesaat. "Harus gue bilang, yang lo lihat emang nyata." Balas gadis itu.

Bel masuk pun berbunyi nyaring. Kanya dan Tamara menghentikan obrolannya. Semua siswa siswi sudah bersiap di kursinya masing-masing.

Pak Tirta kini sudah berada di kelas 11 ipa 2. Guru muda yang satu ini merupakan salah satu guru kesayangan bagi anak kelas 11, bagaimana tidak ? Parasnya begitu tampan,tubuhnya yang proporsional, ditambah lagi dengan usia yang tidak terpaut jauh dari murid-muridnya, mampu membuat Pak Tirta banyak disenangi oleh siswi di sekolah itu.

"Anak-anak tutup buku kalian sekarang, kita akan adakan ulangan !" Perintah guru itu.

"Yah, bapak yang bener dong ? Masa udah ulangan lagi." Celetuk Ray dari meja paling belakang.

"Udah gak ada alasan. Sekarang buku tulisnya kumpulin di depan !" Perintahnya kembali.
Satu per satu siswa siswi pun menyimpan bukunya di meja guru, mereka tidak dikabari sama sekali oleh Pak Tirta. Walaupun dia adalah guru muda, tapi dia mampu bersikap dewasa, cara mengajarnya patut diacungi jempol.

"Ka, kasih gue contekan ya." Bisik Tamara tepat di telinga kanan Kanya.

"Kerjain sendiri Ra." Jawab gadis itu.

"Tapi gue gak bisa." Tanggapnya.

"Makanya kalo mau sekolah tuh baca buku dulu." Ceramah Kanya.

"Please Ka, nanti gue bantuin buat deketin Sam mau nggak ?" Tawarnya.

"Ih apaan jadi bawa-bawa Sam? Gue nggak mau ah." Jawab Kanya.

"Pelit." Ucap Tamara memanyunkan bibirnya

***

Kanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang