11

251 17 0
                                    

     Kanya menengadah melihat wajah Sammuel. Mereka berdua sedang berjalan menyusuri pusat perbelanjaan, melihat banyaknya toko-toko disana.
"Lo mau beli apa buat tante Risti ?" Tanya gadis itu lembut.

"Gue gak tau, bingung kalo ngasih kado buat mama tuh." Jawab Sam.

"Emangnya kenapa ?"

"Mama itu banyak maunya, bentar bentar mau ini mau itu. Gue takut beli kado yang salah." Jawab Sam lagi.

"Ya udah kita beliin mama lo buku resep aja, kalau perlu sama alat masaknya sekalian." Usul Kanya.

"Ah ribet kali Ka, gimana kalau tas ? Soalnya mama udah lama gak beli tas."

"Oke terserah lo aja. Gue cuma nemenin."

"Tapi masalah begini gue gak tau, jadi lo aja yang pilihin buat mama." Ucapnya sembari memasukan tangan ke saku celana.

Mereka pun akhirnya berjalan menuju salah satu toko tas ternama di pusat perbelanjaan itu. Kanya mulai bergerak untuk memilih tas yang cocok digunakan oleh Risti. Hingga ia menemukan tas berwarna navi dengan aksen mutiara di sekitarnya, warna yang kalem dan elegan sangat cocok pada siapapun yang memakainya.

"Sam gimana kalau yang ini ? Bagus buat dipakai mama lo, ga berlebihan juga aksesorisnya." Tanya Kanya sambil menunjukan tas yang tadi ia pilih.

"Hmm boleh juga si, gue suka pilihan lo. Kalo gitu kita bayar sekarang." Ucap Sam seraya menuntun Kanya untuk mengikutinya.

Setelah membayar, mereka berdua kembali berbincang-bincang sampai akhirnya Sam mengajak Kanya untuk makan.
"Besok lo sekolah sama siapa ?" Tanya Sam disela-sela pembicaraan mereka.

"Biasanya diantar Abang kalau nggak Mang Jarna, bawa mobil sendiri juga bisa." Jawabnya setelah menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

"Kalau gitu, mulai besok gue yang anter jemput lo sekolah." Ucapnya langsung.

Kanya tersedak begitu mendengar ucapan Sammuel.

"Makannya pelan-pelan kenapa sih, tuh liat keselek kan." Ucap samuel.

"Iya, ini juga pelan kok."

"Kalo pelan gak mungkin keselek. Ini minum dulu." Ucap laki-laki itu, memberikan minuman kepada Kanya.

"Kenapa ? Gak usah lah, kan lo tau gue suka banyak urusan di sekolah." Jawab Kanya setelah meminum minumannya, lalu mengelapkan tissue ke bibirnya.

"Nyantai aja, gue gak mau nerima penolakan." Sahut Sam kemudian.

"Sam gue tau maksud lo baik, tapi gue gak enak sama lo."

"Gue lebih gak enak, karena lo nolak tawaran gue." Ucapnya kemudian.

"Tapi Sam..." Ucapannya terhenti karena Sam memotong.

"Gak ada tapi-tapian. Oh ya, boleh gak gue minta sesuatu sama lo ?" Ucap laki-laki itu.


"Apa ?" Tanya Kanya.

"Gimana kalau panggilan kita itu aku-kamu ? Gue ga enak dengar lo bilang lo-gue. Gak sesuai sama muka lo yang manis itu." Jelas Sammuel.


Kanya merasakan pipi nya yang memanas. Ia tidak salah dengar kan ? Sammuel benar-benar menyebutnya manis ? Detak jantungnya sudah tidak terkendali lagi. Dadanya memanas, sungguh ia tidak bisa membendungnya. Dan Kanya tetap berusaha menyembunyikan kebahagiaannya, dia berusaha bersikap sewajarnya.

"Bisa aja kok. Iya terserah lo aja."

"Ya udah kita pulang sekarang yuk, udah malem juga." Ajak Sammuel.

"Iya, takut bunda sama tante Risti nyariin juga." Sahut Kanya.

***

Sesampainya di halaman rumah, Kanya pun berniat untuk keluar dari dalam mobil. Namun saat ia akan membuka pintu mobil itu, tangan kanannya dicegat oleh Sam sampai akhirnya Kanya menoleh seolah memberikan pertanyaan, mengapa laki-laki itu memegang tanganya.
"Maaf." Ucap laki-laki yang kini menggenggam tangannya itu.

"Maaf buat apa ?" Tanya Kanya tak mengerti.

"Maaf buat segala kesalahan-kesalahan aku, aku tau selama ini aku dingin dan nyebelin." Ungkapnya sekali.

"Gak papa kok, gue juga udah terbiasa." Kanya menghentikan kata-katanya.

Kemudian melanjutkannya kembali. "Maksudnya, aku juga udah terbiasa sama sikap kamu. Mau bagaimana pun, itu bawaan kamu, kamu gak bisa ubah hal itu. Jadi tetap jadi diri kamu, walaupun berusaha lebih baik memang perlu."

"Makasih kamu mau sabar nanggepin aku, makasih juga kamu udah mau jadi teman aku." Ucap Sam yang masih tak melepaskan genggamannya. Laki-laki itu tidak tahu apa yang ia katakan sekarang. Bagaimana bisa ia bicara sejujur itu. Sam tak bisa mengontrol dirinya untuk menahan ucapannya.

"Iya, sama-sama. Lagian aku juga senang punya temen laki-laki kayak kamu, sebelumnya aku gak pernah punya teman laki-laki yang begitu dekat." Sahut Kanya.


"Aku janji akan selalu dampingin kamu sampai kapanpun, entah itu sebagai teman atau sebagai apapun." Ucap laki-laki itu.

"Iya. Sedingin apapun kamu, aku percaya kamu punya hati yang baik. Aku memang pernah berpikir kamu itu cuek, dingin, bahkan pelit ngomong, tapi sekarang aku percaya sama omongan mama kamu. Kamu emang anak yang baik. Aku juga percaya bahwa kita jangan liat orang dari luarnya aja, tapi juga dalamnya. Dan kamu ngebuktiin hal itu sekarang." Sahut gadis itu panjang lebar.

"Kamu bisa aja." Ucap Sammuel tersenyum tipis.

"Ya mirip-mirip bakwan gitu, krispi diluar lembut didalam." Timpal Kanya. Keduanya pun terkekeh bersama.

"Eh tunggu, aku kira kamu gak bisa ketawa lho." Ucap gadis itu spontan.

"Ya bisa lah Kanya, masa aku gak bisa ketawa." Balas Sam menunjukkan senyumnya.

"Udah ah, jangan senyum mulu. Ngeri." Ucap Kanya tertawa renyah.

"Ya udah kalau gitu sekarang kamu masuk, tidur. Besok aku jemput ya." Ucap laki-laki berparas tampan itu.

"Iya, kamu juga." Sahut Kanya.

Setelah itu Sam melepaskan genggamannya, ia membiarkan gadis berambut hitam pekat itu keluar dari dalam mobil. Tak henti ia memandangi punggung Kanya yang semakin mengecil dan kini telah hilang dari pandangannya.

***



Slow update
Jangan lupa vote💜

Kanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang