11

50.1K 4K 127
                                    

"Jangan sakiti adikku lagi!!" gadis empat belas tahun itu berteriak sambil berusaha merebut cambuk dari tangan seorang lelaki berotot.

Tentu saja tenaga si gadis kecil tidak bisa dibandingkan dengan tenaga lelaki dewasa itu. Tanpa bergerak, dia sudah berhasil membuat gadis kecil di depannya kewalahan. Namun perbuatan gadis kecil itu membuat kemarahannya semakin berkobar.

"Dasar bocah tidak tahu diuntung! Berani sekali kau melawanku!" lelaki itu melayangkan tangannya yang bebas hingga mengenai pipi si gadis kecil. Suara tamparan yang mengerikan menggema di udara. Dalam sekejap tubuh si gadis kecil terpelanting di lantai kotor dengan bibir pecah.

"Kak Aira!!" tangis gadis kecil yang satunya. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menangis. Dia hanya bisa menatap kakaknya dengan sedih dari posisinya yang telungkup di lantai. Jangankan untuk bangkit, bergerak saja dia tidak sanggup. Punggung yang sejak setengah jam lalu didera cambuk, terasa perih menyengat.

"Bocah-bocah tidak berguna. Aku sudah keluar banyak uang untuk makan kalian. Tapi kalian sama sekali tidak menguntungkan." Geram lelaki itu dengan marah.

Gadis kecil yang kini bibirnya mengeluarkan darah berusaha bangkit lalu berlutut. Dengan kedua tangan menangkup di depan dada dalam posisi memohon, dia berkata, "Aku janji akan bekerja lebih giat. Tapi tolong jangan sakiti adikku lagi."

Lelaki itu berkacak pinggang sambil memperhatikan gadis kecil yang sedang memohon padanya. "Aku akan lihat sampai besok. Kalau kau bisa memenuhi setoran sebanyak dua kali lipat, aku tidak akan menyakiti adikmu lagi. Tapi jika kau gagal, besok aku akan menggantung kepala adikmu di tengah ruangan."

Selesai mengeluarkan kata-kata sadis yang tidak sepatutnya didengar anak kecil, si lelaki langsung keluar meninggalkan ruangan tanpa perabot itu.

Gadis kecil yang bibirnya sobek merangkak mendekati adiknya. Sambil menahan isak tangis tapi membiarkan air matanya mengalir deras, dia mengangkat kepala sang adik yang masih telungkup ke atas pahanya.

"Airi, jangan menangis. Kakak janji, ini terakhir kalinya orang-orang jahat itu menyakitimu." Ujar gadis kecil itu sambil membelai rambut panjang adiknya.

***

Aira membuka matanya secara tiba-tiba. Nafasnya terengah dan jantungnya berdegup amat kencang. Buru-buru dia mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. Matanya menyapu sekeliling kamar untuk memastikan bahwa kejadian tadi tidak nyata.

Yakin bahwa dirinya hanya bermimpi, Aira menggosok wajahnya dengan kedua telapak tangan. Entah mengapa, Aira kembali bermimpi mengenai masa-masa pahit dalam hidupnya. Masa yang ingin dihapusnya dari ingatan.

Sikapmu yang selalu terkungkung dalam kesedihan menandakan bahwa kau tidak menerima takdirmu.

Mendadak kalimat Dariel terngiang dalam benaknya seperti alarm. Segera Aira turun dari ranjang menuju kamar mandi seraya mengenyahkan ingatan mengenai mimpi tadi. Dia memang tidak boleh terus-menerus sedih dan meratapi nasib. Yang harus dilakukannya adalah membuat rencana dan bergerak, apapun hasil akhirnya nanti.

Selesai mandi dan berpakaian, Aira menuju dapur. Sebenarnya dia tidak tahu harus mengerjakan apa pagi ini. Terutama karena sekarang baru pukul lima lebih dua puluh tujuh pagi.

Biasanya Aira akan menyibukkan diri membersihkan rumah sampai tiba waktu berangkat kerja. Tapi kini untuk pertama kalinya Aira tidak bekerja. Dan kenyataan itu malah membuatnya bingung harus mengerjakan apa.

Di tempat kerja Aira tidak ada hari libur. Jika pegawainya sakit atau ada kepentingan mendesak sehingga tidak bisa masuk kerja, maka mereka harus meminta pegawai cadangan untuk menggantikan. Tentu saja gaji mereka dipotong dan diserahkan pada pegawai cadangan yang menggantikan. Karena itu, tidak sulit bagi pihak pom bensin jika salah satu pegawai tetap berhenti. Secara otomatis pegawai cadangan yang dinilai paling lama dan kinerjanya paling bagus akan mengganti posisi yang kosong.

In His Arm (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang