30

42.5K 3.3K 139
                                    

Bisakah seseorang berteman dengan rasa sakit?

Entahlah. Tidak akan ada yang tahu sebelum dicoba, kan?

Itu yang Dariel pikirkan sejak membuka mata dan mendapati dirinya sudah berbaring di ranjang.

Tadi dia sempat berpikir bahwa kata maaf dari Mommynya hanyalah mimpi. Tapi melihat sang Mommy terlelap sambil memeluknya, Dariel yakin semalam itu bukan mimpi.

Sebelum Amy memaksa Dariel memilih, dia akan bertanya secara terang-terangan apakah dirinya boleh berhubungan lagi dengan Aira. Siapa tahu Amy telah berubah pikiran.

Tapi jika Amy tetap bersikeras menolak Aira, maka Dariel akan menyerah. Lagipula Aira masih memiliki Dennis di sampingnya. Lelaki yang Aira anggap malaikat. Jadi Dariel tidak perlu khawatir lagi.

Karena itu Dariel berpikir tentang berteman dengan rasa sakit. Membayangkan Aira bahagia bersama lelaki lain saja sudah menyakiti hati Dariel. Apalagi jika Dariel bisa merasakan dengan jelas perasaan bahagia Aira. Entah seberapa dalam rasa sakit yang harus ia tanggung. Belum lagi rasa sakit hati Aira yang juga pasti dirasakan Dariel. Karena 'bahagia selamanya' hanyalah sebuah mitos. Selama masih hidup, sedih dan terluka pasti selalu ada. Hanya tergantung bagaimana menyikapinya.

"Kapan kamu bangun?"

Suara Mommynya membuat Dariel menoleh. Kini Amy duduk lalu menatap mata biru gelap putranya lekat. Suasana kamar memang terang karena Amy sengaja tidak mematikan lampu.

"Baru saja, Mom." Dariel menjawab pertanyaan Amy tadi.

"Bagaimana perasaanmu sekarang?"

"Hmm, sudah lebih baik."

"Syukurlah."

Dariel tersenyum. "Mommy sudah benar-benar memaafkan Dariel, kan?"

Amy diam. Semalam dia memang sudah berkata iya, tapi Amy masih berpikir Dariel tidak akan bahagia jika memilih wanita yang lebih tua darinya sebagai pendamping hidup.

"Apa kau benar-benar menyesali perbuatanmu dan akan menuruti perkataan Mommy setelah ini?" Amy bertanya memastikan.

"Iya, Mom. Dariel menyesal dan berjanji akan menuruti Mommy."

"Kalau begitu lupakan Aira. Toh dia sudah pergi, jadi terima kenyataan itu. Mulai sekarang sekolah yang benar. Mommy ingin melihat nilai yang bagus di raportmu." Amy terdiam selama beberapa saat mengamati raut wajah putranya. "Setelah kau lulus kuliah, Mommy akan memberi satu kesempatan untukmu mencari Aira. Jika ternyata dia belum menikah dan perasaan kalian masih sama, Mommy akan merestui kalian."

"Sungguh?" tanya Dariel memastikan. Dia senang sekaligus sedih. Senang karena Mommynya mau mengalah. Sedih karena dirinya harus menunggu beberapa tahun lagi. Melihat kedekatan Aira dan Dennis, mungkin saat itu mereka sudah menikah dan memiliki anak.

Dariel bukannya ragu akan perasaan Aira. Tapi orang bisa menikah tanpa cinta. Lalu cinta datang karena biasa.

"Iya, Dariel."

"Baiklah. Tapi bolehkah Dariel bertemu Aira untuk terakhir kali? Maksud Dariel terakhir kali sebelum Dariel menuruti keinginan Mommy." Dalam hati Dariel berencana untuk memberitahu Aira mengenai kesepakatannya dengan sang Mommy. Mungkin Aira mau menunggu.

"Tidak. Kau tidak boleh menemuinya sebelum lulus kuliah seperti kata Mommy. Lagipula kita tidak tahu Aira ada di mana sekarang." Amy diam sejenak tampak berpikir. "Atau kau tahu di mana Aira?"

Dariel tidak mau berbohong lagi pada Mommynya. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk memberitahu mengenai keterlibatan William.

"Dariel tahu dia pergi bersama siapa dan ke mana. Hanya butuh sedikit penyelidikan untuk mengetahui di mana Aira tinggal sekarang."

In His Arm (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang