Tiga pasang mata dalam ruangan yang didominasi warna putih itu memandang dengan gelisah orang yang sedang makan di atas ranjang rumah sakit. Tentu mereka sangat lega karena Dariel telah membuka mata setelah lima hari lamanya pemuda itu tidur panjang. Namun perasaan sedih kembali melingkupi hati mereka saat melihat mata Dariel tampak kosong seolah tubuh itu hanya cangkang tanpa jiwa.
Dulu saat Dariel menderita penyakit mematikan, dia masih mengumbar senyum tiap saat untuk menenangkan orang-orang yang mengkhawatirkan dirinya. Dia selalu berusaha menunjukkan bahwa dirinya kuat dan baik-baik saja. Walau berwajah pucat, sinar di mata Dariel membuat semua yang menyayanginya yakin bahwa pemuda itu bisa melewati masa kritis. Dalam mata itu, keinginan untuk hidup terlihat jelas.
Namun kini, walau tidak ada penyakit mematikan yang menggerogoti tubuhnya, Dariel tampak tidak lagi memiliki semangat hidup. Dia seperti sedang menunggu malaikat maut menjemput. Tentu pemandangan ini sangat menyakitkan bagi keluarganya, terutama sang Mommy yang menatap Dariel dengan berurai air mata di samping ranjang yang Dariel tempati.
Saat mendapat telepon dari menantunya tiga hari lalu bahwa Dariel sudah sadar, Amy buru-buru pulang. Tadinya ia bersama sang suami. Namun sikap diam William yang tidak seperti biasa membuat Amy tidak tahan di sampingnya.
Amy tahu bahwa William juga menyalahkan dirinya karena kondisi Dariel. Suaminya memang tidak pernah mengatakan itu secara terang-terangan. Hanya dengan melihat sorot mata penuh tuduhan milik sang suami, Amy sangat yakin bahwa dugaannya benar. Karena itu ia memilih meninggalkan William dan mencari keberadaan Aira sendiri. Tapi tentu dengan bantuan orang-orangnya.
Melihat keadaan Dariel sekarang, penyesalan serasa menggerogoti diri Amy. Dia tidak pernah menyangka, apa yang menurut dia baik bagi Dariel ternyata merupakan neraka yang nyata.
Sejak sadar dari tidur panjangnya, Dariel hanya diam dengan pandangan menerawang. Saat tiba waktunya makan, gerakannya seperti otomatis memakan makanan apa saja yang tersedia di meja lipat di hadapannya. Pernah Amy bermaksud menyuapi, tapi Dariel malah tidak mau makan sama sekali. Dan hal ini sudah berlangsung sejak tiga hari yang lalu.
Dia seperti berada dalam dunianya sendiri.
Rick dan Lutfi yang duduk di sofa di ruangan itu hanya bisa menatap prihatin ke arah Dariel dan Amy. Mereka tidak menyangka masalah bahwa akhirnya akan seperti ini. Terutama Rick, dia benar-benar tidak ingin jiwa adiknya terganggu. Selain itu dia juga tidak ingin Mommynya terus merasakan penyesalan.
Dua hari yang lalu Rick masih menahan diri untuk menginterogasi Dariel. Dia pikir Dariel masih butuh waktu untuk menenangkan diri. Tapi sekarang dia sudah bertekad akan menanyai Dariel sebelum mereka kembali ke rumah. Ya, dokter telah memberi izin Dariel pulang siang ini.
"Saat membuka mata, apa Dariel mengatakan sesuatu?" tanya Rick sambil menatap istrinya yang sedang menyusui Yessy.
"Tidak. Dia hanya membuka mata dengan tatapan lurus ke langit-langit kamar. Setelah itu aku melihat air matanya mengalir namun ekspresinya tidak berubah." Lutfi menjelaskan.
Rick mengangguk-angguk lalu kembali berkata, "Setelah ini bawa Mom keluar. Aku ingin berbicara berdua dengan Dariel."
Lutfi mengangguk.
Beberapa saat kemudian Amy tersenyum seraya menghapus air matanya. "Sudah selesai, Sayang?" dia bertanya saat Dariel meletakkan mangkuk buburnya di meja lipat lalu meminum air putih. "Jangan lupa obatnya."
Seperti robot canggih yang bergerak atas perintah, Dariel mengambil obat lalu menelannya lagi dengan sisa air putih di gelasnya. Tanpa suara, tanpa kata, tanpa senyuman. Hanya memperlihatkan ekspresi datar.
Amy berusaha menahan isak tangisnya seraya membereskan bekas makan Dariel. Setelahnya ia keluar sambil membawa piring kotor tanpa mengatakan apapun pada Rick dan Lutfi. Dia tidak sanggup untuk sekedar buka mulut. Bisa-bisa isak tangisnya pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
In His Arm (TAMAT)
Romance[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Aira tidak mengerti mengapa tiba-tiba bocah SMA itu terus membuntutinya. Bahkan suatu ketika, dengan kurang ajarnya bocah itu meminta Aira untuk menjadi kekasihnya. Sialan! Apa bocah itu pikir Aira adalah perawan tu...