Februari, 2020
Kira-kira baru enam bulan ini gue meninggalkan Inggris untuk kembali ke Jakarta, for good. Ketika teman-teman gue malah ingin mendapatkan kerja di London, gue dengan ego yang tinggi melepaskan kerjaannya gue disana, resign disaat gue baru mau naik jabatan. Atasan gue sama kagetnya dengan teman-teman gue. Dia sangat menyanyangkan kenapa gue balik ke indonesia, ketika karir gue lagi bagus-bagusnya. Alasannya cuma satu. Keadaan papa makin gak stabil sekarang. Gue bener-bener takut. Gue takut kalau papa tiba-tiba kenapa-kenapa disaat gue jauh disana. Apalagi kalau harus dipanggil Tuhan. Gue ingin ada di dekat papa disaat momen terakhirnya.
Sama satu lagi, gue balik ke Jakarta juga karena hasutan Ardhan. Nathaniel Adriel Soeharsono. (Ehem) Pacar gue. Gue bertemu Ardhan saat lagi ke KBRI buat ngurus perpanjangan paspor, sedangkan Ardhan lagi ngantri buat ngurusin paspor dan kartu BRP*-nya yang hilang. Saat menunggu buat di layanin, kami kenalan dan ngobrol lumayan panjang. Saking panjangnya gue sampai tau kalau dia lagi ngambil master di London. We exchanged numbers, then viola few months later he asked me to be his girlfriend. It didn't take long, though — for us to officialy be in relationship. Ardhan adalah salah satu pribadi yang menurut gue sangat dewasa. I, often look up to him. His hardworking self really motivates me to work hard as he does. Ardhan is really a guy that I was looking for, all these years.
Kami sama-sama menghabiskan waktu dua tahun buat tinggal di London dan akhirnya balik ke Jakarta. Gue kerja sedangkan dia ngelanjutin master setahun dan kerja freelance sambil menunggu graduationnya. Ardhan, sekarang bekerja di perushaan telekomunikasi terbesar se-Indonesia, sedangkan gue bekerja sebagai one of higher ups in the infamous woman's magazine. Bekerja di majalah adalah salah satu cita-cita gue, meskipun ya jurusan gue waktu kuliah sedikit menyimpang sama bidang yang gue gelutin sekarang ini.
[Ardhan Soeharsono]
Kinanthiiii, aku nyampe lima belas menit lagi ya[Azalea Kinanthi]
Oke yangSetelah membalas pesan itu, gue langsung membereskan meja dan memasukkan barang-barang sedikit touch-up makeup.
"Aduh Mbak kinan gausah di touch-up udah cantik kok." Sahut dari salah satu bilik kerja diluar ruangan gue.
"Aduuuuuh malam-malam gini ngomongnya pada ngawur deh." Canda gue. Setelah memakai sepatu dan mengambil tas, gue langsung pergi keluar ruangan dan berpamitan sama teman-teman yang kayaknya contoh-contoh anak lembur, mengingat udah mau akhir bulan dan majalah kami ini adalah monthly-release sehingga mereka sibuk nyelesein semuanya agar cepat-cepat dimasukkan ke percetakan.
"Gue duluan ya semuanya. Jangan malem-malem pulangnya. Take care, dadaaaah"
"Dadah Mbak kinan!!!" Jawab semua orang yang ada disitu diikuti dengan tepukan tangan. Heboh banget sih emang divisi gue ini. Gue sangat terharu melihat mereka masih semangat kerjanya padahal jam sudah menunjukkan pukul delapan.
"Nannnn sini!!!" Sahut Ardhan dari dalam mobil sambil menurunkan jendela mobil penumpang. Gue pun langsung berlari kecil ke mobilnya, "Heiii. Macet ya?"
"Gak kok. Udah semua kan? Langsung ya kita." Gue mengangguk sambil memasang seatbelt.
"Emang kita mau kemana sih, Ar?"
Ya, gue memanggil Ardhan dengan dua huruf depannya dibandingkan huruf belakangnya. Alasan simple karena gue tidak mau menyamakan dia dengan nama seorang lelaki yang cukup membuat gue cukup galau pas kuliah.
"Mau nonton. Temen kuliah aku ngadain screening film perdananya dan sebagai salah satu donatur" Ardhan berdeham, "dia ngasih dua tiket premiere di senayan malam ini."