Settle Down

239 38 3
                                    

Counting the days to the biggest event in town (also the biggest event in my whole career year). Kurang dari 10 hari lagi semua perjuangan gue selama dua bulan akan terbayar sudah. Kenapa gue bilang ini adalah salah satu project slash event terbesar gue? karena hampir semua isi konten di edisi 10 tahun tersebut gue yang handle, dari pemilihan siapa yang jadi cover majalah, isu utama sampai layout beberapa content.  meskipun Mbak Kayla tetap menjadi orang pertama yang memutuskan ini layak naik cetak apa enggak —tapi gue senang karena ini adalah salah satu mimpi gue dari kecil, kerja di majalah lalu membuat konten yang gue sukai dan melihatnya di pajangan majalah-majalah di toko buku. Sangat melelahkan memang, tapi every fun has its challenge.

Hari ini, kerjaan gue gak begitu banyak. Berhubung minggu-minggu ini udah final draft atas semua bahan. Jadi, gue hanya merevisi artikel-artikel yang dikirimkan anak-anak dan meeting ke direksi atas persiapan acara gala dinner untuk memperingati 10 tahunnya majalah ini. Standar lah isi meetingnya, udah berapa banyak undangan yang RSVP dan rider list yang harus kita pertimbangkan. Gue gak ambil banyak andil buat gala dinnernya karena itu semua tugas sudah ada divisi lain yang ngatur. Gue hanya mengerjakan apa yang disuruh sama Mbak Kayla, yaitu ngurusin guest listnya. Paling gak nge-follow up semua undangan untuk RSVP secepat mungkin dan mengingatkan mereka tentang detail-detail yang harus mereka perhatikan. Bisa dibilang, my workloads today aren't as many as last week. Last week was totally a nightmare. Lembur tiap hari, pulang cuma numpang tidur bentar dan mandi lalu berangkat kerja. Kita semua udah kayak zombie berjalan with huge panda eyes. I did not even bother to put makeup at all, bahkan gue sama sekali gak nge-gym seminggu itu. Hawa-hawa deadline tuh udah keliatan once you set your foot in the lobby. Lebih parahnya lagi, gue denger-denger sih ada yang gak pulang tiga hari gara-gara kerjaannya belum beres. Kasihan sih, but this is what you signed up for when you work in a magazine field when it is near the deadline.

Gue keluar kantor lumayan cepat dibandingkan hari-haris ebelumnya — jam 5 sore teng! gue langsung cabut. Gue merasakan ada yang aneh dari badan gue dari kemarin. Pusing, gak nafsu makan, dan kedinginan dari tadi di kantor dan sekarang di mobil, padahal AC mobil udah dimatiin dari setengah jam yang lalu. Klakson mobil yang tidak berhenti membuat kepala gue semakin pusing. Entah berapa jam lagi harus gue habiskan di jalanan. Padahal gue sengaja pulang cepat hari ini, karena badan gue udah ga enak daritadi siang.

**

Gue baru saja terbangun dari tidur (yang menurut gue sangat) panjang. Matahari sudah terbit dan rasanya ini kali pertama gue bangun melihat langit sudah bewarna biru tanpa harus buru-buru mandi dan ke kantor. When I'm trying to strech my hands, my eyes found Daniel sleeping like a baby in my vanity chair. His hands are cross to each other and his head tilt a little bit. It must be so tiring to sleep like that all night. Gue gak akan kaget kalau Daniel adalah orang yang menjaga gue semaleman kemarin, karena in one point – I did admit the thoughts of calling him last night crossed my mind. Mungkin alam bawah sadar gue yang menelpon dia untuk datang dan ngejagain gue.

Awalnya gue ingin menelpon Mbak Kayla ataupun Brian tapi gue tau mereka pasti lagi sama-sama sibuk. Mbak Kayla yang pasti sedang mengurus anak dan suaminya dirumah, dan Brian yang gue yakin sekali pasti masih di BEI, lembur dengan kerjaannya. Ardhan bukan orang pertama yang melintas di pikiran gue saat sakit kali ini. Dia sedang di luar kota selama dua minggu untuk seminar buat kerjaan, dan gak mungkin banget gue memberi tahu dia kalau gue tumbang. I do not want to jeoropardize his job. That's the last thing i want to do.

Secara pelan-pelan gue keluar dari tempat tidur dan mengganti baju. Ternyata, gue kemarin langsung tidur begitu saja tanpa mengganti pakaian. Setelah itu, gue mengabarkan Mbak Kayla dan Adrie bahwa gue sakit dan tidak memungkinkan untuk masuk. Gue memang udah mendingan, tapi libur sehari untuk mengembalikan tenaga bukan hal yang salah bukan? Gue keluar untuk mengambil air putih dan mencoba mencari obat. Belum gue membuka kulkas untuk mencari obat-obatannya, gue  menemukan sebungkus plastik bewarna putih berada di meja makan — ada sebuah post-it tertulis di atasnya 'Dimimum obatnya ya Kinanthi!' Tidak lupa juga ada tiga buah botol pocari sweat berdiri disana. Daniel bought me a specific paracetamol — the one that i used to eat back then when we were in uni. Why would he still remember useless thing that not worth to remember.

LacunaWhere stories live. Discover now