"Nan" seseorang memanggil gue dari belakang, "Lo suka poetry?"
"Enggak. Cuma liat-liat aja." Jawab gue kaget, menaruh kembali buku yang barusan dibaca ke tempatnya.
"Yang The Universe of Us bagus loh. Beli aja."
"Gak deh. I'm not a book-kind of girl." Gue mengelak. Lagipula kapan seorang Kinanthi bisa betah baca buku.
"Sumpah beli aja. Lo gak bakal nyesel bacanya" Vira mengambil bukunya lagi dan memberikannya kepada gue.
"Nope, Vir." Gue menggeleng tegas. "Lo udah nemu bukunya?"
"Udah nih." Vira menunjukkan bukunya yang sedari ia pegang. "Gini aja, let me buy you this book and tell me what you think. Itung-itung hadiah karena lo udah nemenin gue siang ini." Ucapnya tegas.
"Lo nih ya ngebet banget gue baca buku ituuu."
Vira bener-bener ngotot beliin bukunya, gue pun mau tidak mau menerimanya dengan lapang dada. Bukannya gue gapunya uang untuk beli, tapi lebih ke gak punya waktu dan gue gak suka baca kecuali majalah. So, daripada buang-buang uang buat hal yang gak penting kan, mending uangnya buat beliin yang lain.
"Trust me, lo akan menemukan poem yang bakal menyentil kehidupan lo." Ujarnya sambil memberikan buku yang masih di plastikin itu ke gue.
"Maksudnya?"
"Dari berpuluh-puluh poems di buku itu, salah satunya pasti akan ada yang lo banget. Yang bakal bikin lo 'wah bener banget sih'. Apa yang lo rasain sekarang ini, tanpa diri lo tahu." Gue tetap tidak mengerti apa yang dimaksud Vira ini. Kadang-kadang berteman dengan dia ini memang butuh nalar yang lebih tinggi dari biasanya.
"I mean feeling is universal. You may seems have not feel anything, but deep down you must have a kind of feeling that you can't describe, even to yourself. This book might help to describe what you feel now. It doesn't have to be love, it could be anything." Jelasnya meringis. Muka gue benar-benar melongo mendengar penjelasannya. Gila sih, orang ini minum apa bisa jadi bijak begini.
Vira adalah salah satu teman yang menurut gue bisa diajak diskusi serius dari topik apa aja. Mau cinta-cintaan, entertainment, bahkan politik. That friend you have who had those knowledges you thought you would not be talking, but there she is. Gue mengenal Vira dari mutual friends. Salah satunya dari teman SMA gue. Sekembalinya gue ke Jakarta, suatu malam gue diajak Brian dan beberapa teman yang lainnya untuk nonton gig di salah satu Café tergaul di Jakarta Selatan. Gue mengiyakan saja toh gue memang lagi gak ada acara apa-apa dan gue memang ingin catch up bersama teman-teman. Ternyata Vira seorang vokalis dari band yang kita tonton. Nama bandnya 'Against The Sky, aliran musiknya lumayan yang gue suka dengar jadi gue sangat-sangat suka sama lagu mereka. Setelah kita diperkenalkan, kita jadi sering ngomong dan bertukar pikiran. Yang gue inget kita sama-sama suka Frank Ocean dan Tame Impala, so we started from the same interest and now we are here. Bahkan gue dan Vira berencana untuk nonton Laneway Festival di Singapore tahun depan.
Sebelum makan siang tadi, Vira sempat meng-whatsapp apakah gue free saat lunch dan ternyata jadwal kita pas andwe decided to meet. Vira berencana untuk bertemu temannya untuk membicarakan design album untuk cover terbarunya jam 2 sore, tapi dia kepagian nyampe Plaza Senayan karena ternyata jalanan lancar jaya dari studio rekamannya di Bintaro. Sambil menunggu temannya untuk datang jadi kita berdua sempat makan dulu di Sushi Tei dan menemani Vira ke Kinokuniya untuk mencari buku incerannya.
"Gue balik dulu ya. Ada meeting lagi jam 2:30."
"Okaaay, Nan. See you around ya." Kami berpisah jalan. Vira menunggu temannya di Starbucks dan gue balik ke kantor. Kerjaan gue di kantor setelah selesainya gala dinner tidak banyak, cuma meeting nentuin main issue spread apa untuk bulan depan dan semacamnya. Masih sketsa aja belum final, jadi kita masih rada santai tidak terburu-buru. Meskipun gitu gue dan tim tetap rutin setiap hari selama seminggu kedepan sampai dapat final decision.