Selesai dengan adegan macam sinetron yang berlangsung di ruangan gue tadi, anak-anak kantor langsung pada ngegosip ada hubungan apa sebenarnya gue dan Daniel. Bahkan sampai para atasan serta Rana dan Adrie, yang lagi di Surabaya langsung menghubungi gue. I guess, words travel so fast in this building than works itself. Ya gak heran sih kalau mereka pengen kepo, secara Danik lagi menjadi rising star di Indonesia sendiri. Anak keluarga konglomerat debut menjadi sutradara? Mana ganteng dan masih muda lagi. Siapa yang gamau berita seperti itu. Gue hanya bisa mengelus dada kalau besok muka gue udah ada di akun gossip Instagram."Kamu kenapa gak bilang sih kenal sama Daniel Adietomo itu?" Mbak Kayla tanya to thepoint tanpa basa-basi. Mbak Kayla yang saat itu baru saja selesai meeting langsung mendatangi ruangan gue dan menginterograsi layaknya penjahat.
"Emang aku harus bilang mbak? Lagian gak penting juga harus diumbar-umbar. Lagipula aku udah lama banget gak ketemu dia." Jawab gue santai sambil membereskan kertas-kertas yang berceceran di atas meja. Sketsa-sketsa atas isi halaman yang akan terbit dalam dua minggu kedepan.
"Kamu kenal dia dimana? Jangan-jangan kamu mantannya ya?" Gue tersedak atas pertanyaan tersebut. Setelah kedatangan Daniel ke ruangan, bisa ditebak semua orang ngira kami pasangan yang belum selesai urusan dan sebagainya. "Teman kuliah. Cuma teman biasa kok."
"Teman biasa? Kamu yakin? Kalau teman biasa gak mungkin dia datang ke ruangan kamu dengan seenaknya. Apalagi kamu udah lama gak kontak dia." Wah skakmat. Gue bener-bener salut sama Mbak Kayla yang tanpa apa-apa langsung nebak situasi hubungan gue dengan Danik dengan akurat. Gue diam sebentar. Menimbang-nimbang apakah gue ini saatnya yang tepat untuk memberi tahu masa lalu gue apa tidak. Mbak Kayla adalah salah satu teman terdekat gue di kantor dan we have shared everything together since day one I started to work here. Meskipun dia atasan gue, tapi gue dengan Mbak Kayla kayak gak ada kesenjangan. Although, I'm still respect her as my senior also as my 'no-related' older sister. "We had 'something' years ago." Akhirnya gue mengakui apa yang dia ragukan itu benar. Gue mengambil tempat bagian kanan sofa dan mulai untuk bercerita lebih jauh tentang hubungan 'terlarang' itu.
"Tuh bener!!! Aku bilang apa pasti ada sesuatu. Aku yakin urusan kalian belum selesai kan?" tebak mbak Kayla (lagi). Kayaknya sih Mbak Kayla lebih cocok jadi peramal dibandingkan jadi editor-in-chief majalah deh.
"Bisa dibilang udah selesai sih cuma aku sendiri tahu kalau kita berdua gak akan bisa kembali berteman kayak dulu." Jawab gue pelan.
"Terus? Ardhan tahu?"
"Belum aku kasih tahu....Mbak" Baru Mbak Kayla ingin mengomeli gue dengan bahasanya yang nusuk-nusuk, gue melanjutkan perkataan gue terlebih dulu untuk menjelaskan alasan kenapa gue belum memberi tahu Ardhan.
"Masalahnya mereka lagi ngerjain project company-nya Ardhan. Gamungkin banget aku kasih tau di saat kayak gini....."
"Oh, dear, how twisted your life." Mbak Kayla melontarkan pernyataan yang gue yakin sebagai sarcasm tapi di satu sisi dia juga kasihan sama gue. Gue mengiyakan pendapatnya dan kami melanjutkan percakapan kami tentang hal lain, selain cowok itu.
Hari ini rasanya pulang kerja pengen langsung berendam di bathub selama mungkin dan santai-santai sampai besok pagi. Tapi kayaknya imajinasi gue tidak akan terealisasikan segitunya deh, gue masih harus packing untuk pergi ke Jepang besok. Kurang dari 24 jam lagi. Meskipun capek, gue bersyukur banget bisa jalan-jalan ke luar negri dengan gratis dan gue termasuk orang yang lumayan sering disuruh-suruh buat liputan ke luar negeri. Alasannya sih cuma satu karena gue belum berkeluarga. Jadi gak ada tuh suami yang ribet dan anak yang harus dijagain. Sepengen-pengennya gue berkeluarga, gue pengen hidup gue mapan dulu. Supaya keluarga gue bisa hidup senyaman mungkin nantinya dan terlebih lagi bisa menyekolahkan anak gue setinggi-tingginya. Gak lupa juga membalas jasa orang tua gue.