Percobaan Kedua Daniel

256 36 4
                                        

Ardhan is, indeed my life savior. Entah sudah berapa kali dia menyelamatkan gue dari berbagai situasi. Ardhan tidak menanyakan apa-apa ketika kami berjalan balik ke apartemen. Memang cepat atau lambat gue harus memberi tahu semuanya ke dia, karena baik gue dan dia sudah memikirkan untuk hidup bersama di masa depan. Meskipun kita belum resmi ngomongin itu tapi hubungan kami (Setidaknya sih gue mikirnya) berjalan kearah tersebut. Umur kami berdua sudah gak bisa dibilang muda lagi, terlebih dengan kondisi papa yang semakin menurun – gue takut papa gabisa melihat anak perempuan satu-satunya menikah. Jujur aja, gue belum tahu waktu itu akan datan kapan, tetapi gue yakin bahwa Ardhan is the chosen one God has sent for me.

"Kinan, can I ask you something?" tanya Ardhan pelan dengan nada serius. Yang kayak begini nih dari kebiasaanya dia yang suka bikin jantung gue berdetak kencang. Padahal belum tentu juga dia bakal nanyain tentang gue bertemu dia secara tidak sengaja. Apalagi kalau Ardhan memang melihat gue dengan Daniel tadi, gue sudah pasrah dan siap menjelaskan semuanya.

"Menurut kamu nih project aku bakalan lancar gak ya?" hati gue langung terjun bebas setelah mendengarkan pertanyaan dia. Fiuh, berasa lagi naik roller-coaster yang ada di dufan itu deh. Naiknya lama tapi begitu turun cepat banget. Gue menghembuskan nafas pelan sebagai tanda lega karena dia tidak menanyakan apa-apa tentang Daniel. "Ar, it's all about mindset. If you think you are gonna fail then you'll be. But, if you think you are going to be success, then you are. Positive thinking aja sih. I know you'll be okay. Asalkan badan kamu jangan ngedrop aja kayak kemaren." Gue mendekati Ardhan yang sedang menghangatkan makanan yang baru ia beli tadi. Gue memeluknya dari belakang dan membiarkan dia menyiapkan makanan tersebut di piring dengan gue ngondek dibelakangnya.

"Kamu tuh keluar dari tadi siang kenapa masih wangi aja sih?" Ardhan membalikkan badannya dan mencium pipi gue dengan gemas. Gue hanya tertawa mendengarnya. Kadang-kadang Ardhan suka berkata out of context dan gak masuk akal. Ya kali gue masih wangi, padahal gue aja udah keringetan tadi pas abis makan mie ayam dan sebagainya.

"Btw, tadi pas di mall aku papasan sama Daniel loh. Sutradara yang kita baru nonton filmnya itu jumat kemarin?" gue yang sedang menyiapkan sendok dan garpu di atas meja makan, langsung memberhentikan hal yang gue lakukan seketika. "Eh?"

"Aku ngeliat dia kayaknya lagi ngejar seseorang. Mau aku samperin tapi gak enak." Jelasnya sambil membawa iga bakar yang dia pesan ke meja makan.

"Oh gitu. Ar, makanannya ini aja kan kan? Makan sekarang aja yuk. Aku laper." Ardhan mengangguk dan kembali ke dapur untuk mengambil dua piring kosong. Suasana makan malam kali ini kerasa berbeda. Ardhan yang makan dengan lahap dan gue yang menatap dia makan tanpa rasa bersalah tidak mengakui siapa 'client' yang gue temui hari ini.

"Nan, kamu lagi ada masalah? Daritadi diem aja?" gue menggeleng sambil melanjutkan makan. "Terus kenapa diem aja? It's really unusual of you. Apa....kamu lagi dapet? Biasanya kan cewek kalo lagi dapet moody-an banget." Ardhan menebak-nebak apa yang terjadi dengan gue. Tangannya yang menggaruk-garuk kepalanya dan matanya yang membesar saat dia menebak, membuat gue tertawa melihatnya.

"Iya kali ya?" gue mengambil handphone di sebelah kanan dan melihat calendar sejenak , "Mungkin sih Ar, soalnya udah mau tanggalnya juga." Ucap gue berbohong dengan nada sedikit meyakinkan. Padahal tanggal haid gue masih jauh banget, bahkan baru selesai minggu lalu. Ini semua gue lakukan untuk menghindari pertanyaan Ardhan. "Yaudah kamu diem aja, tapi dengerin aku cerita ya." Ardhan meminum segelas air putih sebelum melanjutkan perkataannya.

"Jadi tuh aku dapet tugas lagi dari bos buat bikin advertisement. Belum ditentuin sih bakalan short film apa iklan. Nah, kebetulan aku emang nyari-nyari sutradara yang cocok sama konsep yang mau kita bikin. Pas kemaren kita nonton filmnya Reno, aku langsung kepikiran bahwa si Daniel ini bakalan cocok banget sama konsep yang aku bikin. Jadilah aku ngajak dia buat bantuin nge-direct advertisement ini bareng. Aku minta contactnya dari Reno, karena pas ngobrol lagi kamu ngajak pulang." Gue meringis mendengar perkataannya. Ya iyalah mau ngajak pulang, gue udah ketar-ketir aja kalau Daniel beneran keblabasan ngomong. "Kemaren pas aku ketemu dan aku jelasin detailnya, Daniel keliatan suka sama idenya. Terus besok aku sama dia bakalan presentasi buat si bos. Doain aja sukses ya, Nan!"

LacunaWhere stories live. Discover now