Tangisku jadi penutup tahun ini. Harapan untuk tahun depan rasanya menghilang. Menyerah dalam menebak-nebak hidup. Pikirku, aku bisa menentukan jalan hidupku sendiri. Tapi kejutan-kejutan terus menghampiri.
Rasanya sakit sekali. Makanpun kusedih. Aku takut kesedihan ini membunuhku. Meski mama bilang jangan putus asa dan bersedih, tetap rasa ini hinggap padaku. Jika sedih ini seekor lalat, sudah kuusir dia jauh-jauh hari.
Mungkin di tahun depan aku akan mensyukuri hal ini? mungkin? tapi kini rasanya mustahil. Bagaimana bisa aku mensyukuri sebuah musibah yang terjadi pada orang yang paling kusayang. Daya pikirku mati. Skak. Macet. Semuanya semrawut. Hanya sedih yang ada disini.
Terpuruk pikirku kini. Aku sangat rindu pada sosok ibu. Yang dulu memberiku susu. Yang kelak kuberikan cucu. Aku ingin memberi peluk, balasan atas semua peluh.
Tuhan, izinkan hambamu ini pinjam tangan-Mu untuk memeluk mamaku, berikan dia kehangatan, kenyamanan, kententraman. Timang ia saat sedih, seperti yang dia lakukan padaku dulu.
Tuhan, entah apa rencanaMu, meski rasanya tidak dapat kutanggung lagi hari-hariku kedepan. Di dalam hati ku yang kecil, dapat kurasakan harapan-harapan masih disana. Meski agak surut nyalanya. Biarlah nanti meletup bersama kembang-kembang api.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prosa Kamar Mandi
Poetry83% tulisan dalam buku ini ditulis saat berada di kamar mandi. Karena, Kamar Mandi = Ladang Inspirasi. -ditulis oleh manusia yang betah duduk berjam-jam di toilet