Chapter 10

2.9K 530 149
                                    

*
*
*

Sinar matahari menyibak helai rambut pirang itu. Tangannya yang pucat menjulur ke luar jendela, ia bentangkan jemari---menghadang arus angin di jalan tol yang lengang. Telaga biru di bening matanya berkilat memancar, ia mendongak, mengamati pantulan kaca dari jajaran gedung-gedung tinggi pencakar langit yang memadati isi kota. Hatinya berdesir.

'Hanya sehari daddy, besok pagi aku akan kembali ke rumah.'

Jungkook terus membawa mobil itu melaju kencang. Banyak hal yang akan dilakukannya hari ini, salah satunya adalah mengisi perut yang mulai keroncongan. "Jimin-ah, apa kau lapar? Ayo kita mampir dulu ke sebuah restoran. Setelah itu, kita akan melihat-lihat ikan. Oh iah, karena tema perjalanan kita hari ini adalah Laut, bagaimana jika kita makan-makanan seafood saja? Hm?"

Yang ditanya masih sibuk hinggap di jendela, mulutnya mangap-mangap, menghirup udara kota sebanyak mungkin, memenuhi seluruh ruang di paru-parunya.  "Jimin-ah... Tutup mulutmu! Kau bisa masuk angin!" seru Jungkook.

Beberapa saat kemudian,

"Jimin-ah, Jimin-ah? Kau tidak apa-apa? Wajahmu pucat sekali. Jimin-ah apa kau sakit?"

Jungkook memberhentikan mobilnya, memakirkan kendaraannya dekat trotoar. Sosok di sampingnya itu terlihat lelah dan mengantuk, dahinya mengkerut. Pusing. Jungkook menempelkan telapak tangannya ke kening Jimin. Lalu tiba-tiba mata Jimin membelalak.

Jimin merasakan pergolakan dari dalam perutnya, ia terlonjak menutup mulut. Ia merasa isi perutnya mendesak ke luar dari sana. Kelabakan, ia mengais-ngais kaca jendela. Jungkook mendorong Jimin ke kursi mobil bermaksud membukakan pintu secepatnya. Namun di detik itu pula...

"Oooekkkkhhh...~~" Jimin menyemburkan agar-agar jelly yang ia makan semalam tepat di punggung Jungkook. Dan rasanya hangat.

*

Jimin menyesal. Ia malu untuk melihat wajah Jungkook yang berhadapan dengannya saat ini. Sedang raut Jungkook sangat datar. Kelewat datar hingga siapa pun tak akan sanggup menerka bagaimana perasaannya.

'Aku tak ingin mengumpat. Tak usah ingat soal jaket. Tubuhku masih wangi. Pikirkan hal yang menyenangkan. Itu pertanda baik. Rezeki nomplok, rezeki nomplok, rezeki nomplok.'

Ia berdeham sebentar, begitu telaten menyeka kotoran dari dagu dan bibir Jimin dengan tisu basah yang ia temukan di dalam laci mobil.

Pipi Jimin memerah. Ia bingung menyampaikan permintaan maafnya karena telah mengotori jaket hitam kesayangan Jungkook. Ia menilik wajah pemuda di depannya lekat-lekat. Sesaat, tangan Jimin meremas bahu kuat itu, mencondongkan kepalanya ke depan, mengalungkan kedua tangannya ke punggung kokoh Jungkook, memeluk Jungkook dengan bibir yang melekat di lengkungan bahunya. Mencumbunya.

"Aaaah~" Jungkook terperanjat. "Gadis ini...". Spontan ia memundurkan tubuh Jimin, membanting dan memerangkap kedua tangan Jimin ke atas kepalanya, menciumi bibir ranum itu bertubi-tubi. "Iakh... Bau muntaaaaahhh!!"

*

"Di sini saja. Duduklah di sini, aku akan membawakan minuman untukmu, yah..." ujar Jungkook setelah menggiring Jimin---yang habis menguras isi perutnya barusan--ke bangku panjang. Jimin duduk sendiri. Di seberang jalan, ia melihat Jungkook memasukan beberapa keping koin ke dalam sebuah mesin minuman.

"Ibu-ibu~, lihat! Orang itu tidak pakai alas kaki. Ibu-ibu! Lihat itu~"

Suara anak laki-laki kecil dengan pistol mainan yang bergelayutan di tangan ibunya itu membuat Jimin menoleh. Dengan sorotnya yang polos, Jimin mengamati anak yang terus menerus mengarahkan ujung pistolnya itu padanya. Merasa wajah asing itu tampak ramah, si bocah lelaki melepaskan genggaman tangan ibunya, berlari menghampiri Jimin.

JIMIN BOOK I (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang