---Kesempatan---
*
*
*
Langkah dari sang pemilik kaki jenjang tampak menderap mantap, tubuh elegan berbalut busana kerja itu menyeruak di antara kerumunan para kolega serta wartawan yang begitu berhasrat meliput kedatangannya sejak beberapa jam yang lalu. Sesekali ia tersenyum ramah, membungkuk kecil, merapikan jas yang dikenakannya, berjalan melewati sorotan kamera yang mengilat di sisi kiri dan kanan tubuhnya.Ia terhenti di lantai yang lebih tinggi, menarik kursi, mendudukan diri di depan meja panjang dengan beberapa buah mikrofon yang mencuat ke wajah tampannya.
“Profesor, bagaimana tanggapan anda mengenai rumor yang telah beredar di antara masyarakat bahwa produk yang telah anda kembangkan disinyalir memiliki kandungan zat-zat yang berbahaya bagi kulit penggunanya?”
“Mengenai rumor tersebut, kami tegaskan kepada konsumen produk kami untuk tidak perlu mengkhawatirkan dampak dari penggunaan krim. Baik pemakaian jangka pendek atau jangka panjang, krim yang kami kembangkan tidak akan mengakibatkan efek ketergantungan atau merusak jaringan kulit. Produk kami, sama sekali tidak mengandung zat-zat berbahaya.”
“Pertanyaan selanjutnya professor, bagaimana dengan kasus yang terjadi pada nona Lee? Seperti kita ketahui, video yang tengah viral saat ini sangat menggemparkan masyarakat, bahkan—“
“Itu bukan produk kami!” potong tuan Kim Namjoon menatap tajam ke arah wartawan, rahangnya mengeras. “Kami tegaskan, itu bukan produk kami…” ujarnya menurunkan nada bicaranya dengan menyelipkan sedikit senyuman. “Krim yang digunakan oleh nona Lee adalah krim palsu. Staf kami dan beberapa orang detektif telah berhasil menangkap oknum pelaku pemalsuan produk tersebut. Dan untuk nona Lee sendiri, kami tidak memiliki niatan untuk melaporkan beliau ke pengadilan atas tuduhan pencemaran nama baik. Sebaliknya, kami menawarkan perawatan cuma-cuma bagi nona Lee hingga kulit indahnya kembali seperti sedia kala, dan tentu saja beliau menerimanya dengan senang hati.”
*
*
*‘BRUG!’
Pria jangkung itu melemparkan jas dan tas kulit hitamnya ke atas ranjang. Sambil mendengus kesal dan mengurut dahi, ia mendaratkan bokong ke tepian tempat tidur, melepas beberapa kancing atas kemeja yang terasa mencekiknya hingga butiran keringat di dada bidangnya itu terekspos. Ia mendesahkan napas, menopangkan tubuh tegapnya ke kedua siku lengannya. Beberapa menit.
Sampai ia terhenyak tiba-tiba, menghambur menuju ke sebuah pintu, menggedornya keras-keras dan meneriaki nama Jimin. Tak ada jawaban. Panik. Ia membalikan tubuhnya mencari kunci cadangan pintu keramat itu di meja kerjanya, di lacinya, di lemari bukunya dan ketika ia menemukannya, ia membuka pintu itu dengan paksa disertai ketegangan yang nyaris membuat dadanya meledak.
“JIMINIE!!”
“JIMINIE!!!”
“JIMINIE!!! JIMINIE!!!! OH SHIT!!”
“JI—MIN—IIIIIEEEEE!!!”
‘Pluk’
Potongan bekas gigitan di apel merah itu membentur punggung kokoh tuan Namjoon. Di sana sesosok pemuda berambut pirang berwajah manis tersenyum dengan kedua bulatan lutut kakinya--yang merona kemerahan--menggantung di atas batang pohon buraksa yang rimbun.
“Jimin…” desis tuan Namjoon lega. Ada buliran kaca bening di sudut matanya. Mata yang menyiratkan berjuta kerinduan dan kekhawatiran, mata yang menyiratkan ketegasan sekaligus kerapuhan. Mata seorang pelindung. Mata dari seorang ayah. ‘Oh! Apa yang aku lakukan? Meninggalkan Jimin sendirian di taman buatan yang hampa dan sepi? Lihatlah wajahnya yang pucat! Pasti ia ketakutan tanpa keberadaanku di sampingnya’. batin tuan Namjoon cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIMIN BOOK I (END)
FanfictionB x B Profesor Kim Namjoon memiliki sebuah rahasia yang ia sembunyikan. Jungkook yakin itu. Diam-diam ia menyingkap tabir itu perlahan. Apakah Jungkook akan membiarkan rahasia profesor terungkap? Atau malah ia yang terjebak di lingkaran rahasia itu?