Chapter 5

4.9K 776 80
                                    

Dua belahan material lembut pun beradu. Seperti bongkahan jelly yang mendarat di permukaan mulut yang lembap. Degupan jantung nyaris terhenti. Bibir Jimin yang ranum dan basah itu… terasa manis. Rasa dari Jimin. Manis, semanis tebu murni. 

Tidak ada lumatan setelah kecupan. Hanya melekat tanpa gerakan. Dingin dan hangat.

Dingin… yang mematri syaraf-syaraf bibir cherry Jungkook dan hangat, kala napas itu terembus lembut ke pori-pori wajah miliknya. Dalam ke-terpejam-annya yang nyaris membuatnya melayang, Jungkook merasakan bibir Jimin berkedut di bibirnya. Perlahan ia membuka mata tanpa melepas lekatan itu. Pemuda itu mendapati Jimin memandangnya dengan semburat merah di parasnya, tepat ke manik bulatnya. 

Di jarak yang begitu intim, kedua mata Jungkook melengkungkan senyum kejujuran. Inilah isi hatinya, inilah yang begitu diinginkannya sejak ia bertemu dengan sebingkai paras cantik di atas wajahnya. Tak ada yang salah dengan kecupan itu. Apakah ini terlalu cepat ataukah terlalu lambat, keduanya sama-sama menggambarkan perasaannya yang telah jatuh. Jatuh untuk Jimin.

Jungkook menurunkan jarinya lambat-lambat dari surai pirang Jimin menuju rahang lancipnya. Ia mengakhiri kecupan panjangnya dengan lumatan dan hisapan kecil di bibir manis Jimin, menyesap dan mengecap manis itu seraya terpejam.

*

Tiba-tiba, lampu-lampu di kamar mendadak padam, kemudian terang benderang, lalu padam, menyala lagi. Terus berkelip-kelip hingga Jungkook melepas ciumannya dan menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan atmosfir di sekeliling mereka.

Sejurus kemudian, seluruh lampu di ruangan itu pun mati total. Gelap. Tetapi Jungkook masih dapat mengandalkan pencahayaan dari luar ditambah sorot lampu infokus yang hampir habis baterai di depannya, untuk memastikan sosok yang ia cium baik-baik saja. Jungkook bangun dari telentangnya, menggeser duduk dan meraba sosok yang masih bertahan tertunduk itu.

“Nona? Apa nona baik-baik saja?”

Jungkook menepuk bahu Jimin. Tidak ada jawaban. Ia masih tertunduk dalam-dalam, sedang wajahnya terhalangi poni pirangnya. Jungkook tak dapat melihat sedikit pun ekspresi yang tergambar di bawah sana.

“Jimin-ah? Jimin-ah? Jimin-ah? Kau tidak apa-apa???”

Jungkook mulai gelisah. Jimin enggan mengangkat kepalanya. Ia tampak mematung dengan posisi yang sama sekali tidak berubah dari awal kecupan dadakan itu dimulai.

Oh ini tidak lucu! Jungkook mengguncang tubuh Jimin. Masih kaku!

Sreet—secepatnya ia tangkup wajah Jimin untuk ia tatap. Dan saat itu, mata Jungkook nyaris menonjol ke luar.

“Jimin-ah… kau…”

Kalimat itu terputus, Jungkook menoleh merasakan getaran yang menjalar lalu berubah menjadi guncangan di alas tempat mereka duduk lesehan dan merambak ke dinding-dinding kamar---membuat sebagian perabotan bergoyang-goyang hebat.

Gempa?! Ah! Jangan sekarang!

“Nona! Kita harus pergi! Nona sadarlah! Kita harus pergi dari gedung ini! Nona!” Jungkook menepuk-nepuk pipi Jimin yang memucat dan membiru seperti mayat.

“Nona!” Jungkook berusaha mengangkat tubuh Jimin, bermaksud membopongnya terjun melalui jendela atau menggendongnya memanjat tali ke lubang ventilasi. Tapi Jimin membatu. Entah mengapa ia seperti terpaku dan menempel di permukaan lantai. Dan jika getaran di gedung ini tak kunjung mereda, bukan tidak mungkin Jimin dan dirinya akan tewas tertimbun langit-langit serta tenggelam dalam reruntuhan.

“Oh tidak!” Tanpa pikir panjang, diciumnya bibir Jimin di tengah kepanikan itu. Tidak! Tepatnya menyalurkan udara ke dalam mulut Jimin. “Oh Jimin-ah sadarlah!” Ditiupnya mulut Jimin berulang-ulang---yang tetap bertahan di posisi duduknya--hingga pipi Jimin tampak kembang kempis menggembung-gembung.

JIMIN BOOK I (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang