Chapter 15 (Spesial)

4.2K 521 177
                                    


WARNING

[Chapter ini diperuntukan bagi dewasa. Jadi bagi di bawah umur, sebaiknya lewati saja. Atau tunggu chapter selanjutnya yah. 😳😳😳.]

[Di sini bertebaran adegan lembut dan penuh perasaan, bagi pembaca dewasa, bacalah pelan-pelan. Membaca chapter ini butuh penghayatan. Jadi jangan terburu-buru. Semoga suka.😊😊😊]

*
*
*

"Hah... Hah... Jimin-ah... Oh, Jimin-ah.. Oh..."

Tanpa babibu, Jungkook menarik kepala Jimin ke bahunya. Memeluknya kasar. Mendekapnya erat-erat. Meremas pundak sempitnya, menekan punggungnya, merapatkan detak jantung mereka, menyatukan dua hati yang saling mendamba.

Jungkook nyaris tak mempercayainya. Ini Jiminnya. Ini Jimin di kamarnya.

Dengan terengah-engah, Jungkook sama sekali tak memberikan keleluasaan Jimin untuk bernapas. Jimin menggeliat, kehangatan menyebar dari dadanya. Rasa sepi ini. Rasa hampa. Rasa kosong ini. Semuanya telah terisi oleh Jungkook. Jungkook telah memenuhinya.

Jantung yang berdebar, napas yang menderu. Segalanya hanya,

"Jungkook-aaa~aaa, heu-heu, Jungkook-aa~~aaa, heuaaaaa~~~ hiks-hiks, Jungkook... Jungkook" Jimin meletupkan kerinduannya. Ia menangis tersengguk-sengguk. Sungguh ia bersyukur wajah itu tak lagi babak belur seperti terakhir kali mereka berpisah.

Jungkook mendaratkan wajahnya ke permukaan kulit bahu Jimin yang bergetar, menghirup aromanya, menghisapnya kuat-kuat. Ia sangat merindukannya. Aroma manis Jimin. Aromanya yang khas dan menenangkan.

Air mata harunya mengalir deras dari pelupuk netranya yang terpejam. Jungkook merintih dalam dekapan yang ia ciptakan.

Jimin merekatkan pelukan, membiarkan kesesakan itu melingkupinya. "Jungkook... hiks-hiks... Jangan pergi lagi..."

"Oh... Jimin-ahh... " mendengar pernyataan itu, suara polos Jimin, kalimat yang dilontarkan untuknya, Jungkook semakin tak kuasa untuk melepas kaitan lengannya di pinggang ramping Jimin. Ia meremas lekukan itu, tak henti merapatkan kedua tubuh mereka. Lagi dan lagi.

Jungkook menempelkan bibirnya yang terbuka di daun telinga Jimin, mengembuskan napas kelegaan dari dadanya yang terasa ngilu. Semburat merah berkumpul di pipi Jimin, ia tak ingin kehilangan Jungkooknya lagi.

Tangisan itu cukup berlangsung lama. Dan kini hanya tersisa engahan dari keduanya.

Jungkook memundurkan kepalanya, menilik baik-baik wajah memerah di hadapannya. Jarinya berpindah ke pipi yang basah dan lelah itu, membelainya. "Jimin... Bagaimana kau bisa sampai kemari? Hm?" Jungkook memindai Jimin dengan tatapannya yang hangat, ia pun melanjutkan "Kenapa kau terlihat kurus sekali?"

Jimin tak segera menjawab. Ia memandangi kedua netra bening Jungkook bergantian. "Jangan pergi..." desisnya.

Dipeluknya Jimin lagi. Kali ini diiringi belaian di punggungnya yang rapuh.

Jungkook telah memahami sesuatu sekarang. Hatinya hanya menginginkan Jimin, terlepas apakah Jimin laki-laki atau perempuan. Jungkook hanya membutuhkan Jimin di sisinya. Hanya Jimin, tak ada lagi yang lain. Di posisi ini selama mungkin.

"Maafkan aku... Jimin-ah."

Sejurus kemudian, bintik-bintik kuning muncul, berkelap-kelip berterbangan dan melayang-layang di udara. Mengapung-apung menerangi kamar gelap Jungkook dengan sinarnya yang keemasan.

*
*

Sebaskom kecil air hangat dan lap handuk ia taruh di hadapan pemuda yang bersila di tengah ruangan. Mata birunya terus mengekori pergerakan Jungkook. Lelaki itu tampak sibuk mondar-mandir di depan pintu lemari baju yang terbuka.

JIMIN BOOK I (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang