Chapter 5.5 - 6

4.2K 589 89
                                    

--- 3 Hari Itu (Kilas Balik) ---

1.
“Aku menyukaimu… Jimin-ah.”

*
*
*

2.
Arloji di pergelangan tangannya menunjuk angka 6, Jungkook mendesah pelan. Malam ajaib itu begitu cepat berakhir tanpa sempat ia sadari. Ruangan yang dipenuhi arak-arakan bintik cahaya juga sudah kembali lengang. Langit-langit pun sudah kembali ternaungi tembok. Samar-samar embun betina mendarat perlahan ke permukaan wajah Jungkook, ada asap hangat yang mengepul keluar dari bibir cherry-nya.

Menjelang pagi, suhu di taman buatan prof. Kim tak ubahnya seperti alam terbuka, terasa menggigit kulit dan membekukan. Dan suhu itu, berhasil membangunkan Jimin yang tertidur pulas di atas paha sang penyusup yang bersandar di batang pohon buraksa, satu-satunya pohon besar yang ada di taman mediterania miliknya.

“Kau sudah bangun?”

Jimin beringsut duduk, matanya masih rapat terpejam. Ia mengucek-ucek kedua netra cantiknya itu dengan kedua sisi jari tangan yang mengepal seperti bayi. Lantas ia menguap sedang dua tangannya ia selipkan di antara lipatan kakinya yang dihentak-hentak kecil. Laun-laun kelopak yang mempertontonkan keindahan lensa biru itu pun terbuka.

“Selamat pagi…” tutur Jungkook lembut.

Sedikit terkejut, bola matanya membulat penuh lalu berubah seperti bulan sabit dan kemudian menghilang menyisakan lengkungan karena tersenyum bahagia. Oh Tuhan! pemandangan itu nyaris membuat Jungkook lupa kalau ia sudah terjaga dari mimpinya tadi malam. Pemuda itu meremas kaus di dadanya, menekannya, mengecek kecepatan degup jantungnya. Bagaimana bisa, memandanginya saja bisa membuat napasnya memendek tak beraturan seperti ini…

Jungkook menggeleng, memindahkan kedua kakinya yang kesemutan, berselonjor sambil memijatnya. “Aku harus pulang, tuan Kim pasti akan menjadikanku bahan percobaan empuknya jika ia tahu aku menginap di kamar puteri kesayangannya. Hehe.” ujarnya terkekeh, menunggu reaksi Jimin.

Mengamati gerakan lelaki di sampingnya, Jimin menyeret lututnya dan duduk berhadapan dengan Jungkook. Jungkook mengerjap, mereka saling pandang sejenak. Tanpa aba-aba, Jimin mencondongkan tubuh, meletakan kedua telapak tanganya di paha Jungkook dan mendorongnya ke atas, nyaris ke bagian pangkal pahanya.

‘Grep’
‘Sreeeet’

Bak tersetrum listrik 250 volt, Jungkook terperanjat hebat. “YAAAAAAAKKK!!!”

Mendengar teriakan keterkejutan itu, buru-buru Jimin melompat. Rautnya tak menunjukkan ekspresi apapun. Ia hanya membelakangi Jungkook, melenggang lurus meninggalkan sang pemuda---yang tercengang dengan muka merah padam akibat serangan dadakan di bagian sensitifnya---kembali ke kamar tidurnya.

Dan sakit kesemutan Jungkook, lenyap seketika.

*

“AKU RASA DADDY TIDAK PULANG SEJAK KEMARIN.”

“Kau yakin?” Jungkook menggigit bibir. Ia sedang berusaha fokus sekarang. Kejadian ambigu tadi hanyalah sebuah metode Jimin untuk mengobati kesemutannya. Itu bukan apa-apa. Ya, bukan apa-apa, meski ia harus susah payah menekan hasratnya yang terundang dengan mudah oleh cara itu. Ia harus bisa menurunkan suhu tubuhnya yang meningkat secepat kilat.

Jungkook  memandangi kalimat yang ditulis Jimin di kertas gambar, “Tapi aku juga yakin begitu, suara kencang dari videoku, juga gempa yang kau buat. Tidak mungkin tidak terasa sama sekali jika tuan Namjoon tinggal di sisi kamar ini bukan?” lanjutnya.

Jimin mengangguk.

“Kalau begitu, kapan beliau pulang yah?” gumam Jungkook. “Hmm, Jimin-ah, kau tahu tuan Kim pergi ke mana?”

JIMIN BOOK I (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang