"JUNGKOOK!! JUNGKOOOOOKKKKK!! JUNG.. JUN... eumm!! Eurghmm!! eumm... mmh... mh... ...""Ayo pergi!"
Pintu mobil tertutup. Supir langsung bergerak menjalankan titah tuan Namjoon tepat setelah tubuh Jimin yang tak berdaya bersangga di kursi belakang diapit dua bodyguard tak berekspresi--yang telah membekap Jimin dengan obat bius.
Tenang. Suasana dalam mobil itu sangat tenang. Mobil berderum lembut. Tetapi tidak dengan suasana hati tuan Namjoon, isi kepalanya penuh suara gema lengkingan nama Jungkook dari mulut anak lelakinya, Jiminie.
Untuk pertama kalinya, ia mendengar Jimin memanggil sebuah nama. Namun ironisnya, itu bukan panggilan untuk dirinya.
*
"Dia memanggil namaku... " Jungkook masih bergeming di posisinya, menatap kosong ke depan. Angin dingin menerpa kulit yang memar, sadar dari lamunan, Jungkook mendapati dirinya sendiri terkucil di bibir pantai. Tungkainya yang lemas ia paksa menjejak pasir, terus berjalan gontai meninggalkan deburan ombak yang menjadi saksi kejadian nahas itu. "Dia memanggil namaku..." komat-kamit Jungkook menyusuri jalanan dengan wajah lebam-lebam.
"Dia memanggil namaku... Jungkook... Jungkook... Jungkook..." lirihnya lagi.
Pemuda itu sempoyongan melewati tempat-tempat yang beberapa jam lalu baru ia lalui bersama Jimin. Pertokoan, dagangan kaki lima, mini market, dan rumput berbunga, semua potongan manis yang kini terasa hambar.
Di depan mesin minuman, Jungkook berdiri memasukan beberapa koin, menekan tombol-tombol dari tenaga yang tersisa, lalu menunggu. Namun, mesin itu tak kunjung bekerja dengan semestinya.
'DUG!' kepalan tangannya yang berdarah ia banting, mesin terguncang. Nihil. Tak ada pergerakan. Minuman kaleng tetap menggantung, enggan memberikan kesempatan Jungkook untuk sekedar mendinginkan pikirannya. Mendadak Jungkook gusar, ia mendengus, mengguncang-guncangkan mesin itu keras-keras. Ia menggeram, menendang badan mesin dengan sia-sia.
Kesal, ia masuk ke dalam mobil sewaannya yang masih terparkir di seberang jalan. Rautnya pilu, tangannya yang babak itu berdenyut kuat, seluruh tubuhnya terasa rontok dari persendiannya. Jungkook bergelung di jok mobil, menekuk, bersandar pada sikut. Seperti anak kecil yang kelelahan dan tersesat.
Sakit. Hatinya sakit sekali. Harapannya, impiannya, perasaannya, cinta kasihnya... Jimin, betapa oh betapa wajah manis itu mengaburkan batasan yang tak pernah sekalipun terpikir untuk menyeberanginya. Dia laki-laki! Dia laki-laki! Jungkook jatuh dengan kelembutan senyumannya, ia jatuh karenanya, jatuh sedalam-dalamnya sampai ke dasar bumi. Jatuh hingga meretakan seluruh hatinya. Akal sehatnya.
Pemuda malang itu memejamkan mata. "Katakan... Jika ini mimpi buruk. Bangunkan aku secepatnya. Aku... Tidak mau merasakannya lagi..."
"Tidaaaaakkk!!! JUNGKOOK!! JUNGKOOK!! JUNGKOOOOOOKKKKK!!!"
"Sial!!!" Jungkook terhenyak. Segera ia menyalakan mesin mobilnya, memutar arah, bertolak dari tempat sialan itu... pulang ke rumah.
*
*
*Matanya...
Hidung mungilnya...
Bibirnya ranumnya...
Tatapannya...
Senyumannya...
Kecupannya...
Desahannya...
Teriakannya...
Jimin...
Aku... Tidak bisa...
KAMU SEDANG MEMBACA
JIMIN BOOK I (END)
FanficB x B Profesor Kim Namjoon memiliki sebuah rahasia yang ia sembunyikan. Jungkook yakin itu. Diam-diam ia menyingkap tabir itu perlahan. Apakah Jungkook akan membiarkan rahasia profesor terungkap? Atau malah ia yang terjebak di lingkaran rahasia itu?