Tiga

5.7K 350 66
                                    

Kalau mengikuti hukum newton, harus ada aksi dan reaksi, baru sempurna. Tapi, kalau hanya aku yang bergerak, sedangkan kamu diam, itu bagaimana?

-Vanilla Alexa-

***

"Kenapa lo, Ji? Kesambet setan?" Nico bertanya kepada Ozy yang tiba-tiba menyembunyikan kepalanya di lipatan tangan nya.

"Ngga papa."

Ibram langsung mengambil duduk di kursi sebelah Ozy, "heh! Lo cowo ya, bukan cewe. Ditanya kenapa jawabnya ngga papa. Dasar, anak micin."

"Gila ya lo Ji, ngomong singkat, ngetik singkat, jangan-jangan idup lo sing—Anjir!"

Keano berteriak sambil mengusap-usap kepala nya yang menjadi sasaran Ozy. "Astaghfirullah Keano terbully, apa salah Keano YaAllah, Apa dosa hambamu yang tampan ini?" Keano mengadahkan tangan nya layaknya orang berdoa.

"Gue pusing, bantuin kek, jangan malah bikin ribet," Ozy melayangkan satu pukulan tepat di lengan Keano.

"Apa salah dan dosaku sayang..."
Nico dan Ibram menyanyikan sebuah lirik lagu ber-genre dangdut, sambil berjoget di atas meja Keano.

***

"Van, lo dipanggil Pak Santo di Kantor."

"Okee lima menit lagi gue kesana, makasih, Cin."

"Eh, gue ke kantor dulu sebentar. Heran gue, kenapa dipanggil ke kantor, ya? Perasaan gue rajin ikut olahraga? Ah, udah, gue mau ke kantor dulu, Jagain tas gue!" Vanilla berteriak sambil berlari.

"Ngapain sih itu anak alien? Astaghfirullah, uratnya ada yang putus," ucap Velly.

Vanilla berjalan menuju kantor yang berada di ujung koridor lantai tiga.
Ya, Vanilla hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk sampai kesana, karna ruang kelas XI berada di lantai dua.

"Permisi, pak, bapak manggil saya?"

"Vanilla Alexa? Silahkan duduk."

"Terimakasih, Pak."

"Jadi begini, nak. Bapak di sini sebagai pembina olimpiade olahraga, menunjuk kamu sebagai pelatih cabang tenis meja, apa kamu mau?"
Pak Santo memang pembina olimpiade. Vanilla baru saja pindah sekolah namun sudah mengetahui semuanya. Darimana lagi kalau bukan Velly dan Dina.

"Ta ... tapi, pak, saya kan masih kelas sebelas, saya juga murid baru disini. Rasanya ngga pantas buat saya, pak," Vanilla menjelaskan perlahan.

"Iya, saya mengerti. Tapi, apakah untuk menjadi yang terbaik membutuhkan waktu yang lama?" Tanya Pak Santo meyakinkan Vanilla.

"Saya sempat mendengar berita kamu, dan saya lihat di rapor kamu, nilai tambahan kamu semuanya dari tenis meja dan seni. Itu bagus, nak. Bapak harap kamu terima ini. Supaya tim olimpiade olahraga kita bisa menyusul peringkat kamu di nasional."

"Biar saya pikir-pikir dulu ya, pak, jadi pelatih kan, ngga semudah itu. Saya juga masih canggung, pak."

"Baik nak, bapak kasih waktu tiga hari, sekarang kamu boleh keluar," pak Santo mempersilahkan Vanilla untuk keluar.

"Terimakasih, pak."

Vanilla membungkuk dan keluar dari kantor dengan fikiran kacau. Bagaimana mungkin seorang murid baru langsung ditunjuk sebagai pelatih untuk sebuah cabang olimpide? Apa komentar para haters Vanilla nanti?

"Ozyy!!!.."

"Kevin..!! Semangat, vin!!"

Apaan sih ribut banget, penasaran gueBatin Vanilla

Vanilla berlari menuju lapangan futsal yang terletak di belakang gedung sekolah. Ternyata sedang ada pertandingan futsal antar kelas. Memang pertandingan ini direncanakan supaya melatih para pemain tim Futsal SMA Garuda.

"Gila, kak Ozy ganteng banget, Ya Allah mata hamba ternoda," Vanilla menutup matanya dengan kedua tangan.

Ozy bermain dengan sangat baik, keringat yang memenuhi dahi nya sesekali menetes, membuat jersey futsal yang digunakannya terlihat mencetak bentuk tubuhnya.

Bagaimana tidak? Perut sixpack, tinggi badan yang sempurna, rambut yang terkena keringat, membuat semua yang menonton berteriak histeris.

"Woi! Ngapain lo di sini? Bukannya dipanggil Pak Santo?" Dina datang bersama Velly sambil membawa dua botol air mineral.

Bukannya menjawab, Vanilla malah merebut botol minum itu dari tangan Velly, "Siniin dah air lo, gue mau kasih ke kak Ozy," Vanilla hendak berlari ke pinggir lapangan untuk menghampiri Ozy yang sedang istirahat.

"Eh, gila lo, Van. Jangan sampe lo malu sendiri! Lo tau kan dia cuek nya gimana sama cewe? Dia ngga bakal luluh sama lo," teriak Dina.

Vanilla menoleh, "elah, Din. Santai kali, gue cuma mau ngasih air doang. Gue turun ya,"
Vanilla turun dari tempat penonton menuju ke tepi lapangan. Disana sudah ada Ozy, Keano, dan Kevin. Banyak siswi mengantri untuk memberikan air minum, handuk, bahkan makanan ringan.

"Kak, ini buat lo. Anggap aja, sebagai permintaan maaf karena kemarin-kemarin gue ngga sengaja udah lempar botol ke kepala lo," Vanilla menyodorkan sebotol penuh air mineral.

"Maaf juga, kemarin udah ngomongin yang ngga enak, hehe. Gue ngga tau kalo itu lo," Vanilla masih menjulurkan tangannya tepat didepan wajah Ozy. Ozy tidak menjawab dan menganggap tidak ada Vanilla di depannya.

"Ji, udahlah ambil, kasian dia. Dia panas-panasan ke lapangan cuma mau minta maaf sama minum, terima aja, Ji." Ucap Keano meyakinkan Ozy.

"Iya, udah gue maafin," Ozy menatap botol air mineral itu kemudian menerimanya.
Vanilla tersenyum bahagia. Bahagia nya sederhana sekali. Cukup dianggap ada, dan diterima dengan baik.

Tetapi siapa yang mengira kalau air itu dibuang begitu saja oleh Ozy. Air itu bukannya diminum tetapi digunakan untuk mencuci muka nya.

"Udah gue terima kan? Mending sekarang lo balik kelas. Di sini panas," Ozy melempar botol kosong tersebut ke tempat sampah. Setelah membuang botol itu, Ozy langsung melenggang pergi dari lapangan. Vanilla hanya bisa mematung memandangi punggung tegap Ozy yang semakin menjauh. Tidak terasa, air mata Vanilla diam-diam menetes, Vanilla langsung menyeka air mata itu sebelum teman-teman Ozy tau.

"Lo jangan pikirin sikap Ozy tadi, ya! Dia emang begitu. Tapi gue salut sama lo, lo anak baru kan? Tapi lo berani deketin dia secara langsung." Keano menepuk pundak Vanilla.

"Lo ngga usah khawatir. Disini gue bakal dukung lo buat deket sama Ozy."
Vanilla berlari menuju ruang kelasnya sambil sesekali mendongak agar air matanya tidak kembali meluruh.

Masuk ke dalam kelas dengan mata dan hidung memerah membuat Velly dan Dina bertanya-tanya.

"Van, lo kenapa? Lo diapain sama Ozy?!"
Dina dan Velly terkejut melihat Vanilla yang datang sambil menahan tangis.

"Gue ngga papa Din, Vel, santai aja."
Vanilla memaksakan senyum di bibirnya, jika dilihat dengan seksama, senyum itu hanya sekedar senyuman yang menutupi luka.

Aku udah hitung peluang aku buat dapetin kamu. 0,6 peluang aku bakalan kamu tolak, 0,3 peluang kamu gantungin aku, dan 0,1 peluang kamu terima aku.

***

Chapter 3 selesai revisi 🐣❤️
Jangan lupa Vote Comment nya

Arinda
Lampung, 31 Mei 2019

If I Can [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang