TUJUH

650 26 0
                                    

Bela menjepit rambutnya, lalu menggunakan parfumnya yang khas. Bela turun menuju ruang makan, sudah ada Opa, Oma dan Davin. Ya! Bela cukup hersn dengan kedatangan Davin yang wajahnya sedikit babak belur.

"Pagi", sapa Bela.

Davin hanya menoleh sinis. "Pagi sayang", sapa Oma.

Oma mengambilkan Bela sepotong roti berisi selai coklat diatasnya. Um! sangat enak.

"Lo kenapa Kak?", tanya Bela.

Davin tak menjawab. Ia hanya sibuk menuangkan segelas susu kedalam gelasnya.

"Vin! Ditanya ya dijawab!", ucap Opa sedikit berteriak.

Davin terdiam, "Gue anter lo kesekolah", ucap Davin yang segera menarik tangan Bela.

Bela hapal betul, Davin pasti sedang frustasi. Davin mengajak Bela masuk kedalam mobil, dengan rengasnya ia keluar dari wilayah rumah.

"Kak, lo kenapa?", tanya Bela.

"Lo gak usah sekolah hari ini", ucap Davin.

"Hah? Kenapa? Gue ulangan fisika Kak", ucap Bela.

Davin menoleh, "Persetan dengan fisika. Lo lebih penting", ucap Davin.

"Jelasin!", paksa Bela.

Davin berhenti, "Gue gak mau lo di labrak Dylan sama geng nya! Tugas gue ngelindungin lo!", ucap Davin.

"Kak, percaya sama gue, gue bisa jaga diri kok", yakin Bela.

"Kenapa gue harus yakin sama lo?", tanya Davin.

Bela menarik nafas, "Ya buktinya sampai sekarang gue gak kenapa kenapa kok", ucap Bela. Ia mengerti perasaan Davin saat ini. Karena kejadian salah paham di masa lalu membuat Davin menjadi bahan permasalahan. Bela kasihan dengan Davin sebenarnya.

Davin menghela nafas, lalu melaju menuju sekolah Bela. Sampainya mereka disana. Bela melirik pakaian Davin.

"Lo gak sekolah?", tanya Bela.

"Ada urusan. Jaga diri lo Bel, telpon gue langsung kalau lo kenapa kenapa", ucap Davin.

Bela tersenyum sambil mengangguk. Ia keluar dari mobil, dan masuk kedalam sekolah. Seperti biasa, selalu ada Dylan dan geng nya di depan gerbang sekolah. Tapi hari ini, Dylan seperti berubah. Ia tak melirik Bela. Seakan Bela tak ada.

Tapi Bela tetap melanjutkan jalannya. Ia berjalan menuju kelasnya. Saat ia ingin menaiki tangga, Gisel datang menghampiri Bela.

"Bela!", panggil Gisel.

"Ya?", jawab Bela.

"Nih kunci jawaban ulangan fisikanya", ucap Gisel sambil memberikan selembar kertas kecil.

Saat Bela ingin mengambil kertas itu, tiba tiba Dylan datang merampasnya. Ia melirik Bela dan Gisel yang diam melongo.

"Lo osis kan?", tanya Dylan pada Gisel.

"Iya Kak", jawab Gisel.

"Tau kan visi misi osis sekolah kita?", tanya Dylan.

"Tau lah", jawab Gisel.

"Yaudah kalau tau", ucap Dylan sambil merobek kertas tersebut.

Bela menyaksikan akso Dylan tersebut. Dan Bela mulai marah.

"Lo apa apaan sih!?", bentak Bela.

"Apa pangkat lo berani manggil gue tanpa sebutan Kakak?", ucap Dylan.

Deg!

Bela kaget dengan omongan Dylan. Perasaan Dylan yang menyuruhnya untuk tidak memanggilnya dengan sebutan 'Kakak'.

LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang