EMPAT PULUH ENAM (END)

76 3 0
                                    

Tegar mencuci wajahnya. Menatap betapa buruk dirinya di cermin.

Laki laki itu kembali ke kamar tempat Bela dirawat. Ia melihat Cintya duduk terdiam. Tegar paham dan mengerti mengapa suasana menjadi sangat kelam setelah kejadian itu.

"Cin..", ucap Tegar.

"Eh,,", Cintya terkejut.

"Gue barusan jujur sama keluarga Bela di Indo", ucap Tegar.

"Mereka mau kesini", lanjutnya.

"Tegar", panggil Cintya. Gadis itu meraih tangan Tegar dan mengajaknya duduk berdua.

"Anak Bela butuh Ayah", ucap Cintya.

"Trauma Bela semakin parah ditambah kejadian di rooftop minggu lalu", ucap Cintya.

Tegar menggenggam tangan Cintya yang dingin. Gadis itu menundukkan kepalanya dan mulai menangis.

"Cin.. Jangan kaya gini", ucap Tegar.

"Kita udah pernah bahas ini Gar", ucap Cintya.

"Gue— Gue malu..", sambung Cintya.

"Anak..Anak yang dikandung Bela udah jelas anak Dylan, hasilnya udah keluar dan..", Cintya tak kuat melanjutkan perkataannya.

Tegar memeluknya erat. Ia bisa merasakan ketakutan yang dirasakan gadis ini.

"Dan laki laki yang pernah ngehamilin gue.. Dylan. Gue malu..", ucap Cintya.

"Gue gak seharusnya berada didekat kalian berdua", ucap Cintya.

"Gue gak tau kalau selama ini laki laki yang Bela impikan itu Dylan.. Dylan yang udah ngehamilin gue, dan anak itu.. gue gugurin", ucap Cintya.

"Cin.. Gue ngerti", ucap Tegar.

"Dan Bela pasti ngerti juga", sambung Tegar.

"Gue juga ngerasa bersalah udah ngebiarin Bela naik ke rooftop", ucap Cintya.

"Cin—", ucapan Tegar terpotong.

"Gar, apapun yang terjadi, gue mau lo tetap disamping Bela", ucap Cintya.

Tegar tak bisa berkata apapun. Pikiran nya sangat kacau saat ini.

***

Musim telah berganti, Tegar dengan tulus merawat Bela yang tak kunjung membaik.

Setelah Ia dan Bela kembali ke Indonesia. Tegar tak bisa menghubungi Cintya. Terakhir kali Cintya bilang ingin hidup sendiri. Tegar tak bisa memaksa keinginan gadis itu.

Perlahan Tegar paham apa yang harus ia lakukan, mau tak mau, ia harus mengikuti apa yang dikatakan Cintya, ia harus selalu ada di sisi Bela, walaupun di lubuk hati yang dalam, Tegar tak bisa membiarkan Cintya hidup sendiri.

"Papa, aku pingin es krim", ucap seorang anak laki laki dengan rambut hitam pekat, wajahnya yang sempurna seperti Ayahnya dan senyum nya yang terukir manis seperti Ibunya. Ya, dia Malaka Bhumi Bramantya.

"Laka, minta temenin mbak aja dulu ya, Papa harus kasih Mama obat", ucap Tegar.

"Mama kenapa sih minum obat terus. Kenapa gak sembuh sembuh", ucap Malaka.

"Nanti Malaka ngerti sendiri, Malaka sama mbak dulu ya sayang", ucap Tegar.

Anak laki laki itu berlari kecil menuruni tangga sambil berteriak memanggil asisten rumah tangga nya hingga kemudian badan nya yang kecil terhalang oleh pintu putih besar dirumah itu.

LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang