Bab 05

23.9K 2K 31
                                    

Matematika itu bukan satu-satunya pengukur kecerdasan orang. Matematika itu hanya sebagian cara untuk memperlihatkan cara berpikir dan logika ekstasak seseorang, karena itulah orang yang bisa matematika disebut cerdas karena logikanya jalan. Tapi selebihnya bukan jaminan orang pintar.

-Gi-

>><<

Kelas 6 SD tanpa guru les terkhususnya matematika adalah mimpi buruk bagi emak-emak yang memiliki anak kelas 6. Salah satu emak yang ketakutan adalah Lia, Ibu Aria. Tak sendirian gelisah, ia ditemani oleh Linda, Ibu Davin yang juga ketar-ketir mencari guru les matematika pengganti Bambang yang mulai tidak cocok dengan proses menyerap ilmunya Davin dan Aria.

Pemikiran kepepet dua ibu itu membuat mereka meminta kepada guru matematika SMP yang satu yayasan dengan SD tempat Aria dan Davin sekolah. Inginnya meminta Ibu Asri menjadi guru les namun kepala sekolah menolak dan merekomendasikan Gi sebagai guru les mereka. Kedua ibu itu ragu namun kepala sekolah meyakinkan dua ibu itu kalau Gi juga bagus mengajarnya dan memang mengajar di sesuai bidangnya.

Bermodalkan promosi, Gi akhirnya menjadi guru privat Aria dan Davin. Kelinci percobaan pertama kali adalah Davin. Saat ditanya Lia mengenai les pertamanya dengan Gi, Davin menjawab dia cocok. Hati Lia sedikit lega karena bila biang kerok seperti Davin cocok maka Aria pasti juga cocok. Secara guru les mereka itu sama orangnya.

>><<

Aria hanya bisa no comment ketika melihat penampilan Gi yang basah kuyup saat tiba di rumahnya. Nasib apes diterima Gi ketika ingin jalan menuju ke rumah Aria. Hujan turun dengan derasnya begitu ia sudah ada di depan pintu gerbang rumah Aria di suatu perkomplekan.

Gi tengah mengeringkan tubuhnya dengan handuk pinjaman yang Lia berikan. Lia sekarang tengah didapur membuat wedang jahe untuk menghangatkan tubuh Gi yang basah karena guyuran hujan. Aria berniat mengintil namun ibunya melarang dengan alasan harus menemani Gi karena mulai hari ini Gi adalah gurunya.

Aria bingung mau mulai pembicaraan alhasil Gi berinisiatif mengenalkan diri.

"Aria'kan?" tanyanya untuk basa-basi. Kalau mau kenalan sama cewek aja kudu atur tempo apalagi murid'kan? Harus jaim belum lagi muridnya cewek.

"Iya," jawab Aria singkat. Gi tersenyum lalu mengulurkan tangannya. "Gideon. Kamu bisa panggil saya, Pak Gi."

Aria menatap Gi sesaat lalu tersenyum sambil membalas uluran tangan Gideon.

"Kelas 6 apa? Sekelas sama Davin?" Gi mulai bertanya lebih lanjut.

"6A. Gak sekelas dia 6C."

"Pak, ini minumnya," ucap Lia sambil membawakan segelas wedang jahe hangat untuk Gi.

"Maaf merepotkan, Bu." Gi menerima gelas berisi wedang jahe dan berterimakasih kepada Lia yang sudah baik hati membuatkannya wedang jahe.

"Diminum, Pak. Biat anget badannya," kata Lia yang dituruti Gi. Aria diam dan memilih melihat rintikan hujan yang mulai berkurang derasnya.

"Lesnya, Rabu aja ya, Ar? Kasihan Bapaknya kehujanan gitu," suara Lia.

"Aku sih terserah."

"Rabu saja ya? Gak enak kalau saya ngajarnya basah-basah gini."

Aria mengangguk lalu tersenyum maklum. Komunikasi lebih didominan Lia dan Gi sedangkan Aria banyak diam dan jadi pendengarnya.

Pesawat KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang