#3

1K 128 2
                                    

Keduanya sedari tadi hanya terdiam sambil memandang api unggun didepan mereka. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Kobaran api yang menari dihadapannya Inilah yang sebagai penghibur masalah di otak mereka.

Pikiran Mingyu sibuk dengan 2 pilihan yang sangat sulit. Ia bisa saja membawa Seokmin kepada keluarganya karena sekarang ia tahu kalau Seokmin adalah salah satu orang dari tanah Serania. Tapi apakah dengan begitu Balas dendam mereka akan selesai? Apakah dengan begitu ia tidak di ejek ataupun dipukul lagi?  Tapi bagaimana jika ia mengikuti pilihan keduanya yaitu membantu Seokmin mencari cara naik ke atas, hitung-hitung ia akan semakin jauh dari orang-orang yang mencarinya. Tapi memang sampai kapan ia akan menemani Seokmin jika tidak ada satupun orang yang bisa naik ke atas?

Berbeda lagi dengan pikiran yang berkeliaran dikepala Seokmin. Ia merasa bahwa keluarganya tengah mencarinya dan ia mengingat pesan penting yang selalu ayahnya katakan kepadanya. Ayahnya selalu berkata kalau darah kita adalah alasan mengapa istana ini bisa berdiri, itu artinya semakin kita menjauh dari istana ini, maka akan terjadi kehancuran. Waktu itu ia hanya menganggap remeh pesan itu karena ia tidak berpikiran akan sampai terjatuh ke tempat ini. Dan sekarang ia mulai memikirkannya, kehancuran apa yang ayahnya maksud? Apakah sekarang sudah dimulai?

"Aku akan tidur terlebih dahulu, selamat malam." Ucap Mingyu yang memecah lamunan Seokmin. Ia membalikan badannya dan memunggungi Seokmin. Seokmin pun akhirnya melakukan hal yang sama.
.
.
.
Jeonghan memegang bunga di pot yang ia sirami. Bunga itu tampak layu dan ini adalah pertama kalinya ia melihat bunga-bunga disini tampak layu. Ia memperhatikan bunga lainnya yang entah kenapa juga mulai menunduk layu.

Di tempat ini, tidak pernah ada tanaman layu ataupun mati. Namun kali ini berbeda, entah kenapa perasaan aneh mulai muncul dalam benaknya. Dan satu pikiran yang terlintas diotaknya adalah anaknya itu, Seokmin.

Ia segera berjalan menuju kamar anak itu.  Ketika ia memasuki kamar itu, ia tidak melihat siapapun. Perasaannya semakin tidak enak. Ia pun kembali ke kamarnya dan  duduk dikursi. Sampai sepasang tangan terlingkar di pinggangnya dan tengkuknya dicium oleh seseorang. Siapa lagi kalau bukan Seungcheol.

"Sayang, aku merasakan ada sesuatu yang salah dengan Seokmin." Ucap Jeonghan sambil memegang tangan Seungcheol. Namun perkataan Jeonghan tidak menghentikan aktivitas Seungcheol menciumi tengkuk istrinya itu. Sebenarnya Jeonghan juga menikmatinya kalau saja perasaan aneh ini tidak semakin membesar.

"Sayang, jawab aku." Ucap Jeonghan yang sekarang berdiri dan membalikan badannya menatap kedua mata Seungcheol.

"Perasaan aneh apa,hm?" tanya Seungcheol dengan lembut. Tangannya memegang pipi Jeonghan dengan lembut.

"Aku melihat bunga-bunga di taman layu dan entah kenapa pikiranku langsung memikirkan kalau ada sesuatu yang terjadi pada anak kita." Ucap Jeonghan yang membuat ekspresi Seungcheol berubah. Senyum lembut di wajahnya langsung sirna digantikan dengan wajah tegang dan juga pucat.

"La-yu?" Jeonghan hanya mengangguk cepat. Ia tahu pasti ada sesuatu yang salah dan itu semakin benar ketika melihat raut wajah suaminya ini.

Seungcheol segera menarik tangan Jeonghan dan pergi ke ruang utama. Ia berteriak kepada penasehatnya untuk mengumpulkan para petinggi dan juga Penasehat Jisoo. Jeonghan sadar bahwa tangan yang memegang tangannya ini tengah bergetar namun itu tidak tampak di wajahnya.

Jisoo datang dengan tergopoh-gopoh. Usianya sudah tidak bisa membuatnya berlari lagi. Ia pun membungkuk hormat ketika sudah berada dihadapan Jeonghan dan Seungcheol.

"Apakah Seokmin bersamamu,Jisoo?" tanya Seungcheol yang membuat Jisoo memucat.

"Raja, Pangeran..."

The Distance (Seokgyu/Gyuseok) CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang