"ibu, lihat itu." Wonwoo menunjuk kearah tanah Serania dari balkon mereka. Minghao mengikuti arah jari Wonwoo. Di sana, terdapat cahaya kecil di langit-langitnya.
"Ini lebih besar dari pada kemarin terakhir kali kulihat." Lanjut Wonwoo. Minghao menggigit bibirnya. Ia tahu apa itu. Itu adalah lapisan pelindung yang kembali muncul. Itu artinya sang pangeran mahkota sudah menemukan jalan untuk naik ke atas sana.
"Cepat cari adikmu itu. Kalau bisa,bunuh mereka berdua, tidak...bunuh mereka semua!" Teriak Minghao yang mengepalkan tangannya dan memukul dinding balkon.
Wonwoo masih terdiam di tempat. Ia berusaha menutupi rasa kagetnya melihat ibunya semarah ini. Memangnya cahaya apa itu?
Wonwoo hendak pergi sebelum ibunya memanggilnya lagi. Tangannya diletakan sebuah jarum kecil dengan kepala berbentuk tengkorak oleh ibunya.
"Jangan bunuh Mingyu, tapi tusukan ini pada tengkuk lehernya." Ucap Minghao, Wonwoo pun menganggukan kepalanya dan menghilang pergi.
.
.
.
"Ahh, lelahnya." Ucap Seokmin yang berhenti sebentar. Mereka sudah berjalan cukup lama sejak tadi pagi. Mereka bahkan tidak tahu apakah sekarang sudah siang atau malam karena mereka masih didalam ruang sempit ini. Yang jelas mereka sudah berjalan cukup jauh."Istirahatlah dulu." Jihoon pun terduduk sambil mengelap keringat dipelipisnya.
Mingyu menatap kedua orang itu bingung, mereka tampak kelelahan tapi kenapa dirinya tidak? Apakah karena kemarin tidurnya cukup nyenyak atau karena ia bangun dengan Seokmin sedang menggenggam tangannya? Entahlah, yang jelas ia belum capek sampai sekarang.
Seokmin menoleh kesampingnya dan bertatapan dengan Mingyu, ia berdeham pelan sebelum melihat kearah lain. Mingyu dapat melihat telinga Seokmin yang memerah meski hanya dengan cahaya dari obor saja.
"Kuharap kita bisa sampai diatas besok." Ucap Jihoon yang memutuskan kontak Mingyu.
"Ada apa?" Tanya Seokmin menatap Jihoon.
"Makanan kita tinggal sedikit. Kita bisa mati kelaparan jika tidak segera keluar dari sini." Lanjut Jihoon sambil mengintip tasnya yang awalnya berat sekarang menjadi cukup ringan.
Seokmin mengangguk mengerti, itu artinya kita harus berjalan jauh lagi hari ini. Ia tidak jadi mengatakan lapar ketika mendengar penjelasan Jihoon tadi.
"Ayo lanjut jalan lagi. Aku yakin kita sudah melewati setengah dari tempat ini." Seokmin bangkit dari tempat duduknya dan membersihkan tanah dicelananya.
"Mingyu...matamu..." Jihoon menunjuk anaknya dengan bergetar. Seokmin menoleh kebelakang dan melebarkan matanya.
"Kenapa?"
"Matamu bercahaya hijau terang!" Pekik Seokmin yang tiba-tiba saja panik.
"Gawat..." Sang pemilik mata langsung bangkit berdiri dan mendorong pantat Seokmin untuk maju ke depan. Jihoon yang berada paling depan pun juga ikut terdorong.
"Hei! Memangnya ada apa?" Protes Seokmin sambil kembali menoleh ke arah Mingyu.
Mingyu meneguk ludahnya, "kakakku, mereka sedang mencariku. Kita harus segera sampai keatas sebelum mereka berhasil menemukan kita."
Mendengar itu, Seokmin menjadi semakin panik. Ingatan cekikan kemarin masih terbayang di kepalanya. Ia tidak mau mati sebelum bisa kembali keatas.
"Aduh bagaimana ini? Aduh! Mingyu!" Seokmin mengacak-acak rambutnya sendiri. Ketakutan perlahan-lahan merasukinya. Ia takut mati.
"Seokmin tenanglah!" Mingyu memegang kedua bahu Seokmin namun sepertinya itu tidak mempan.
"Aku...hiks..tidak mau mati..." Seokmin terisak, mau tidak mau Mingyu harus menggunakan cara ini. Ia langsung menarik dagu Seokmin dan mencium bibirnya. Berhasil, pria itu berhenti menangis.
"Tenanglah! Tidak ada yang akan mati di sini! Kau tidak aku tidak dan Jihoon pun tidak! Mengerti?" Ucap Mingyu yang membuat Seokmin mengangguk kecil. Ia masih menatap mata Mingyu yang masih menyala.
"Hei kalian berdua sedang apa di sana? Katanya disuruh cepat jalan." Teriak Jihoon yang sudah berjalan cukup jauh.
Seokmin dan Mingyu pun akhirnya lanjut berjalan. Namun kali ini Mingyu yang berjalan didepannya dan dengan tangannya yang digenggam oleh pria itu. Seokmin menunduk sambil memperhatikan tangannya itu.
Benar, sekarang ini ia tidak boleh berpikir seperti itu dulu, ada Mingyu bersamanya dan ia yakin bisa mencapai atas bersamanya.
.
.
.
"Ayo sedikit lagi, Seokmin... Sebentar lagi kau sampai. Berjuanglah..." Gumam Seungcheol yang melihat lapisan pelindung sudah mulai melindungi setengah tempat Serania. Itu artinya sebentar lagi Seokmin akan sampai. Entah hari ini, ataupun besok, yang jelas tidak akan sampai pada hari ke sepuluh.Ia berjalan kearah ruang makan. Di sana ia bertemu istrinya yang juga sedang menunggunya. Ia duduk disamping istrinya itu.
"Sepertinya nafsu makanmu sudah membaik sekarang." Ucap Seungcheol sambil memperhatikan Jeonghan makan.
Ketika Seungcheol ingin menyuapkan makanan kedalam mulutnya, garpu ditangannya langsung di tempar oleh istrinya. Seungcheol kaget dengan itu.
Jeonghan sempat terengah-engah sebelum kemudian badannya kejang-kejang dan terkapar dilantai. Dari mulutnya keluar busa.
"Jeonghan!" Teriak Seungcheol sambil menggendong Jeonghan. Sesekali ia menepuk pipi istrinya itu agar sadar.
"Cheol..."
"Bagus! Jaga kesadaranmu ini, akan segera kupanggilkan tabib."
"Jangan makan atau minum...jangan mati..." Ucap Jeonghan terakhir kali sebelum kemudian kehilangan kesadarannya. Seungcheol mencoba memegang nadi istrinya itu, masih ada. Istrinya hanya sekarat saja. Dengan segera ia menyuruh pengawal disana memanggilkan tabib kerajaan.
Belum sampai disitu saja, berita buruk datang lagi dari salah seorang pengawal yang datang dengan terengah-engah.
"Raja!"
"Ada apa?"
"Rakyat... Sebagian besar rakyat keracunan makanan." Jelas pengawal itu yang membuat kaki Seungcheol lemas. Apakah tadi istrinya juga keracunan makanan?
"Kenapa bisa seperti itu?"
"Semua hasil pangan entah kenapa menjadi cepat membusuk, raja. Yang menjadi santapan Raja dan Ratu tadi adalah yang terbaik dari yang mereka punya sekarang." Jelas pengawal itu sambil menunduk maaf.
"Pergilah, berikan kepada rakyatku obat penawar racun dari gudang penyimpanan. Usahakan jangan sampai ada lagi orang yang meninggal." Ucap Seungcheol dengan lemah. Pengawal itu pun pergi.
Seungcheol berjongkok dan mengacak-acak rambutnya, kehancuran ini masih berlanjut. Ini akan benar-benar berhenti jika anaknya itu benar-benar sudah sampai kesini. Seperti itulah yang ia baca dari buku yang dari leluhurnya itu.
"Seokmin.... cepatlah datang..."
.
.
.
Tak mentokin ampe 20 yak ;)
![](https://img.wattpad.com/cover/134949986-288-k453039.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Distance (Seokgyu/Gyuseok) Completed
RomanceMingyu:" Kau tahu, meski kita dibatasi oleh sebuah retakan. Tetap saja kita ini berdiri di tempat yang sama. Jadi menurutku kau dan aku itu sama. Jadi apa ada alasan yang lain lagi untuk menolakku, Seokmin?" Seokmin: "Kau pikir aku tidak mencintaimu...