15

688 86 3
                                    

Seokmin dan juga Mingyu terjatuh di atas tanah. Tepatnya mereka pingsan. Namun itu tidak berlangsung lama sebelum sesuatu mengendus wajah Seokmin yang membuat pria itu membuka matanya perlahan. Dilihatnya sebuah tanduk runcing spiral dihadapannya. Ketika ia melirik ke atas, sebuah jilatan membasahi wajahnya.

"Huaaaa!" Teriak Seokmin yang langsung terduduk sementara hewan bertanduk runcing itu langsung berlari memasuki hutan.

Perlu beberapa saat sebelum otak Seokmin bisa kembali berjalan. Jika ada pegasus di sini, berarti mereka mendarat di tempat keberadaan Jihoon.

Ia melirik ke arah sebelahnya, ia melihat Mingyu memeluk Jihoon dengan erat dan mereka berdua masih pingsan. Sebenarnya ia ingin membiarkan moment ibu dan anak ini , tapi tidak mungkin kan ia membopong kedua orang itu dan memanjat untuk mencapai rumah Jihoon di atas sana?

"Mingyu... bangunlah..." Seokmin menggoyangkan bahu Mingyu. Namun Mingyu tidak menggubrisnya dan malah menduselkan wajahnya pada pipi Jihoon.

"Jihoon, bangunlah." Seokmin mencoba membangun yang lain. Namun hasilnya sama saja, apakah Mingyu mendapat sifat susah dibangunkan dari ibunya? Kalau benar begitu, maka mereka benar-benar mirip.

Jihoon mengeratkan pelukannya dipinggang anaknya itu. Wajahnya benar-benar imut jika sedang tidur. Tapi ketika mata itu terbuka, maka kegalakannya akan menutupi sisi imut itu. Sangat disayangkan menurutnya.

"Tau ah." Seokmin mengacak rambutnya sebelum bangkit berdiri dan berjalan ke sungai. Sepertinya mandi lebih baik sekarang. Ia tidak menyangka bahwa bola asap itu akan membuat tubuhnya menjadi hitam seperti ini.

Ia membersihkan diri tidak terlalu lama karena mengkhawatirkan kedua ibu anak itu yang entah kenapa tidak sadar-sadar. Dan lagipula ia lapar dan mau mencari makan.

Seokmin kembali ketempat Mingyu dan Jihoon, dilihatnya mereka masih tidur saling memeluk. Memang tidur di tanah itu enak sekali ya? Kenapa mereka tidak bangun-bangun?

Seokmin telah memikirkan cara terakhir untuk membangunkan mereka. Dengan berbekal tempurung kelapa berisi air, ia langsung mencipratkan air itu ke wajah mereka.

"Ayo bangun! Nanti kalian bisa sakit punggung tidur di tanah terus!" Ucap Seokmin yang masih mencipratkan air dengan tangannya. Syukurlah akhirnya kedua orang itu segera mengerjapkan mata mereka.

Mingyu dan Jihoon saling memandang. Jarak mereka sangat dekat. Dengan segera mereka langsung mendorong satu sama lain.

"Akhirnya bangun juga, ayo berdiri." Ucap Seokmin yang membuang sisa air di tempurung kelapa itu.

"Dimana ini?" Tanya mereka bersama-sama.

"Dirumah Jihoon. Ayo kita cari makan,Mingyu. Jihoon, kau istirahatlah." Jelas Seokmin yang mengeluarkan pedangnya, memastikan tidak ada yang patah,lalu memasukannya lagi.

"Ayo kubantu,Bu." Mendengar ucapan Mingyu, mata Jihoon membulat. Apa tadi dia bilang? Ibu?

Jihoon melirik kearah Seokmin yang sudah menunduk takut. Sepertinya anak itu tidak sengaja membocorkannya.

Jihoon pun melingkarkan tangannya dileher Mingyu dan naik ke punggung anaknya. Betapa bahagianya ia bisa sedekat ini dengan anaknya. Bahkan rasa sakit yang ia rasakan seperti terlupakan.

Selama memanjat menuju ke rumah Jihoon, Mingyu sempat berkata ,"kau masih berhutang penjelasan padaku,Bu." Jihoon tahu maksud anaknya itu. Ia pun hanya mengangguk pelan.

Setelah membaringkan tubuh Jihoon, Mingyu hendak pergi sebelum tangan kecil menahannya.

"Jangan bunuh apapun kalau kau ingin membantu Seokmin untuk naik keatas. Katakan itu juga pada Seokmin." Mingyu menganggukan kepalanya.

The Distance (Seokgyu/Gyuseok) CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang