Aku masih terbayang-bayang wajah Genta malam itu. Wajahnya yang teduh yang menatapku di bawah sinar bulan purnama. Juga ucapannya yang sampai detik ini terus terngiang di telingaku, "aku mencintaimu, Nimas." Ucapan itu terus mengulang-ulang di pendengaranku dan mengambil alih banyak hal dalam diriku. Pengakuan cintanya benar-benar berhasil membuat hidupku mendadak tidak karuan. Ambyar.
Aku tidak bisa tidur. Entah bagaimana, mataku rasanya sulit sekali untuk terpejam. Wajah Genta dengan senyuman yang terukir di wajahnya terus muncul. Aku melihat jarum jam di kamarku menunjuk angka sepuluh dan dua belas. Aku menyibak selimut yang menutupi kakiku dan beranjak dari tempat tidur, lalu meninggalkan kamar.
Aku tidak ada rencana apapun untuk menangani insomniaku ini. Tapi sepertinya memandang rembulan yang kini tak lagi purnama lebih baik dibandingkan terus terbayang-bayang wajah Genta. Atau jika memang harus terus terbayang, bayangan Genta bisa hadir bersama rembulan di atas sana.
Aku membuka pintu balkon lantai dua yang berada tak jauh dari kamarku dan aku cukup kaget saat melihat ada Mas Virza di sana. Dia sedang memandangi langit malam dengan gitar ada di pangkuannya.
"Kok belum tidur?" tanyanya.Aku mendengus panjang. "Nggak bisa tidur. Lo sendiri kok masih ada di sini Mas?" aku balik bertanya.
"Gue berantem sama Nadia," ucapnya cukup pelan. Seandainyan suasana saat ini tidak sepi aku pasti tidak bisa mendengar ucapan Mas Virza saking lirihnya.
Aku menarik kursi yang ada di samping Mas Virza dan duduk di sana. Kupandang wajah Mas Virza yang tampak sendu, "gimana Mas Virza bisa yakin kalo Mas Virza suka sama Mbak Nadia?" tanyaku.
Mas Virza menarik napas cukup dalam dan menghembuskannya perlahan. Dia menoleh ke arahku dan mengusap kepalaku, "lo lagi suka sama seseorang?"
Darrr!!! Rasanya Mas Virza seperti sedang mengarahkan senapan berisi peluru tepat ke arahku. Aku sengaja bertanya hati-hati padanya, tapi dia langsung tahu maksudku. Mendapatkan pertanyaan seperti itu membuatku tidak bisa berkutik. Dibandingkan menjawab pertanyaan Mas Virza, aku lebih memilih mengalihkan pandangan ke bulan yang tampak benderang.
"Lo bakal tau dengan sendirinya siapa yang lo sukai, Nim. Asalkan lo jujur sama diri lo sendiri. Hati itu nggak bisa bohong, hati tau siapa yang paling dia cintai," jawab Mas Virza dan saat mendengarnya bayangan Genta kembali muncul di mataku.
Aku mengatupkan kedua tangan dan kugunakan untuk menutup wajahku.
"Lo suka sama siapa emangnya?" tanya Mas Virza yang membuatku memandang khawatir ke arahnya. Aku benar-benar takut dia bisa menebak siapa yang sedang kusukai. Bagaimana jika dia tahu aku menyukai Genta? Bagaimana jika dia bilang ke Mas Reza kalau aku menyukai musuh bebuyutannya itu? Bagaimana aku harus menghadapi Genta dan Mas Reza? "Yogas?" tanyanya.
Aku langsung tertawa lirih dan menggeleng cepat. "Kenapa sih pada beranggapan gue suka sama Kak Yogas?"
"Gue jadi penasaran siapa orangnya," gumam Mas Virza.
"Jangan! Lo jangan kepo ya, Mas. Plisss, kalaupun pada akhirnya lo tau lo harus merahasiakannya," sahutku yang entah kenapa membuat Mas Virza terkekeh. "Gue serius Mas."
Dia kembali meletakan tangannya di atas kepalaku dan mengusapnya lembut. "Adek gue udah gede, udah jatuh cinta."
Aku memandang Mas Virza dan tersenyum. Inilah salah satu sisi paling menyenangkan dari Mas Virza, dia adalah pendengar yang baik. Akan beda hasilnya jika aku bercerita pada Mas Reza. Dibandingkan mendengarkan, dia jauh lebih suka menertawakan.
"Jadi kenapa lo sama Mbak Nadia berantem?" akhirnya aku bertanya. Setelah Mas Virza mendengarkanku, aku akan balik mendengarkan Mas Virza. Tapi kenyataannya membuat Mas Virza berbicara apalagi bercerita bukan hal yang mudah. Dua hanya mengatakan semuanya akan baik-baik segera. Katanya, kadang ketika ada masalah ada baiknya kita tenangkan diri masing-masing. Setelah tenang, baru dibicarakan lagi.
Aku menghargai keputusan Mas Virza yang masih ingin menyimpan sendiri kisahnya. Aku memandang rembulan sejenak, lalu beranjak, "Mas, lo gitaran gih, siapa tau gue jadi bisa tidur," pintaku.
"Mau lagu apa?"
"Yang bisa enak buat pengantar tidur."
Lalu aku masuk ke dalam rumah. Aku baru sampai depan kamarku saat tiba-tiba Mas Reza melesat dari tangga dan berdiri di depanku, "lo pasti lagi ngomongin gue sama Virza kan? Ngaku aja lo!"
Aku menyeringai geli, "hiishhh, manusia kok rasa percaya dirinya tinggi banget. Apa coba manfaat ngomongin lo? Banyakan mudhorotnya!" Lalu aku masuk kamar dan menutup pintu dengan cukup keras. Tak lupa kukunci kamarku agar Mas Reza tidak tiba-tiba menyusup ke dalam kamar. Ya, soalnya nggak jarang dia tiba-tiba menyusup tanpa salam.
Aku menjatuhkan tubuhku di atas kasur dan bayangan Genta kembali muncul di langit-langit kamarku. Besok aku kembali bersekolah. Jika bertemu dengan Genta, bagaimana cara aku menghadapinya?
~~akhirnya bisa update, gimana readers lanjutannya? Semoga kalian suka. Jangan lupa like dan komennya ya! Jangan lupa juga baca karya-karyaku yang lain. Semoga hari kalian menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hujan Menyatakan Cinta
Novela JuvenilSejak kecil aku tidak menyukai hujan. Bagiku hujan itu menyebalkan. Bukankah banyak orang memilih meringkuk di tempat tidur berlindung di bawah selimut saat hujan turun? Bukankah banyak orang yang menyeringai ketakutan saat petir menyambar yang sela...