Enam Belas

3.1K 158 3
                                    

Aku tidak tahu bagaimana menghadapi Genta. Aku malu pada diri sendiri yang seperti menelan ludah sendiri, tapi aku lebih malu pada Genta yang sudah tersakiti karena perkataanku.

Aku tidak bisa tidur malam ini. Wajah Genta, suara Genta dan perkataanku yang direkam Mas Reza terus bermunculan di otakku. Dibandingkan malam-malam sebelumnya dimana aku hanya kepikiran dan terbayang Genta, malam ini jauh lebih buruk. Aku dibayangi rasa bersalah pada cowok itu.

Aku tidak bisa tidur dan hanya ada satu cara untuk sedikit melepaskan sesak di dada. Aku masuk ke kamar Mas Virza yang ada di sebelah kamar Mas Reza. Saat aku masuk dia sedang menelpon.

"Mbak Nadia ya?" tanyaku.

Mas Virza menganggukan kepala dan memutuskan sambungan telepon.

"Gue ganggu ya Mas?" tanyaku.

"Enggak kok," jawab Mas Virza. "Masih insomnia?"

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Aku mendekati tempat tidur Mas Virza dan duduk di sebelahnya. "Gue udah nyakiti seseorang," ucapku.

Mas Virza mengubah posisi duduknya menjadi menghadapku dan memandangku. "Nyakiti gimana?" tanyanya.

Aku memandang Mas Virza. Ada perasaan ragu untuk menceritakannya pada Mas Virza, tapi aku butuh tempat bercerita.

"Gue pernah bilang ke seseorang kalau gue mau jadi temennya tapi sekarang gue bilang nggak mungkin gue jadi temen dia," akhirnya aku bercerita. Aku langsung menutup wajahku dengan tangan dan bulir-bulir menetes begitu saja dari mataku. "Gue jahat banget, Mas."

"Kayaknya gue tahu siapa yang lo maksud deh," sahut Mas Virza. "Tadi siang Reza nyamperin gue ke kelas dan bilang kalo lo digosipin sama Genta," tambahnya.

Mendengar ucapan Mas Virza air mataku semakin bebas keluar dan aku melepaskan tanganku dengan tatapan penuh kesedihan.

"Kok lo nangis Nim?" tanya Mas Virza. "Jadi sebenernya lo sama Genta ada apa?" tanya Mas Virza.

Aku semakin terisak. "Gue takut kalo Mas Reza tahu gue temanan sama Genta dia kecewa sama gue. Gue juga takut akan membuat hubungan Mas Reza dan Genta semakin buruk," ucapku dengan segukan.

Mas Virza mendesah cukup panjang dan mengusap kepalaku seperti biasanya. "Yakin lo sama Genta cuma temen?" tanya Mas Virza.

Aku memandang Mas Virza dengan pura-pura tidak mengerti. "Maksud Mas Virza?"

"Lo nggak ada perasaan lain selain temen ke Genta?" Mas Virza memperjelas pertanyaannya.

"Menurut Mas Virza?"

Saat itu juga pelukan mendarat di tubuhku. Mas Virza memberikan pelukannya untuk menenangkanku. Entah kenapa rasanya pelukan dari Mas Virza mampu membuatku percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja. "Kadang kita emang nggak sadar ketika sedang jatuh cinta. Tiba-tiba aja hati kita udah condong ke satu sisi dan nggak jarang kita berusaha buat mengingkarinya, tapi pada akhirnya kita tahu mana yang dipilih, karena mulut bisa bohong tapi hati enggak."

"Dulu Mas Virza dan Mbak Nadia juga gitu?" tanyaku dengan melepaskan pelukan agar bisa melihat ekspresi Mas Virza.

Mas Virza menganggukan kepala. "Kenapa gue berani memilih Nadia yang lebih tua dari gue, itu semua karena gue jujur sama hati gue. Kadang cinta emang gitu, bisa jatuh pada orang yang bahkan nggak pernah kita kira sebelumnya," kata Mas Virza.

"Terus gue harus gimana sama Genta?" tanyaku.

"Minta maaflah," jawab Mas Virza.

"Apa dia akan maafin gue Mas?"

Ketika Hujan Menyatakan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang