Tenth : Dilema

83 8 4
                                    

“Gue tahu sebenarnya lo juga peduli dan kasihan kan sama mamah. Tapi lo terlalu egois untuk mengakuinya. Inget bang, papah sama mamah itu orang tua lo. Sebenci - bencinya lo sama mereka, tetep aja mereka itu orang yang udah merawat dan membesarkan lo. Jadi stop bersikap egois dan membuat situasi di rumah ini makin kacau."  - Tarisa Oktavianda

***
Udara sore hari cukup segar untuk dinikmati. Sinar matahari yang masih terang dan hangat menambah keindahan sore ini. Sore ini, di taman kota ramai dipenuhi orang – orang yang ingin berolahraga atau pun sekadar bersantai. Tak jarang dijumpai beberapa anak – anak sedang bermain di sini. Cuaca sore ini memang sedang bersahabat. Hujan yang mengguyur taman ini tadi siang menambah aroma segar dari tumbuhan yang tumbuh di sekitar taman ini. Setelah hujan mengguyur bumi kurang dari satu jam, matahari kembali menampakkan sinarnya.

Laki – laki bertubuh tinggi itu terus memacu sepedanya menyusuri jalan setapak di taman ini. Alunan musik yang dari ponsel yang ia sambungkan lewat earphone membuat laki – laki itu tampak bahagia. Seakan – akan lupa dengan semua masalah yang sejak tadi memenuhi pikirannya.

Sudah lebih dari satu jam laki – laki itu berada di taman ini. menanti hujan reda dengan berteduh di rumah pohon yang sengaja dibuat di pinggir kolam taman. Tanpa sengaja, matanya menangkap sosok yang sudah tidak asing. Seorang gadis dengan sepeda putihnya. Tidak salah lagi, gadis itu adalah gadis yang ia bawa ke UKS beberapa hari yang lalu. “Tiara di sini?” batin Arga. Taman kota ini memang tidak jauh dari kompleks perumahan Tiara. Tapi, ini bukan kali pertama Arga datang ke taman ini. Ia sudah sering datang ke taman ini, tapi tidak pernah sekalipun bertemu dengan gadis itu.

“Ra, lo di sini juga?” Arga akhirnya memutuskan untuk menemui Tiara yang berada tidak jauh di depannya. Gadis itu tampak bingung dengan kehadiran Arga.

“Arga? Ngapain lo di sini?” Bukannya menjawab pertanyaan Arga, gadis itu justru bertanya balik.

“Lagi jualan cangcimen,” Arga melepaskan earphone yang sedari tadi menyumpal telinganya, ”Lagi sepedahan lah Ra. Gimana sih.” Lanjut Arga.

“Iya tahu Ga. Oiya pas banget ketemu lo, gue mau bilang makasih secara langsung ni.” Tiara mengulurkan tangannya tanda berterima kasih kepada laki – laki yang telah menolongnya kemarin.

“Elah Ra, itu mulu. Udah berapa kali coba ngomong makasih,” meskipun begitu, Arga tetap menjabat tangan Tiara.

“Oiya, mumpung sekarang kita udah ketemu, gue mau nepatin janji gue ni.”

“Janji apaan? Emang lo ada janji sama gue?” Arga mencoba mengingat – ingat janji apa yang dimaksud oleh lawan bicaranya. Setahunya, Tiara tidak pernah membuat janji padanya.

“Janji buat nraktir lo. Kemarin di chat kan gue udah janji bakalan nraktir lo sebagai ucapan terima kasih.”

“Elah paan sih lo.”

“Udah deh. Gue ngga mau utang budi sama lo. Kita ke sana yuk, di sana ada kedai yang enak banget.” Tiara menunjuk kedai yang ada di seberang taman.

Arga dan Tiara sekarang sudah sampai di kedai yang tadi ditunjuk Tiara. Setelah memarkir sepeda, mereka langsung mengambil tempat untuk duduk. “Ga, lo pesan aja yang lo mau” Tiara mengambil menu makanan yang diberikan pelayan.

“Lo sering makan di sini?” Tanya Arga sambil membaca menu makanan.

“Lumayan. Kadang - kadang cuma beli ice cream.”

Setelah beberapa menit memilih menu, akhirnya Arga memutuskan untuk memesan nasi goreng dan orange juice. Sedangkan gadis di hadapannya hanya memesan sebuah ice cream vanila dengan cone cokelat. “Ra lo ngga mau pesan makan?”

Long WaitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang