Fourteenth : Secret

48 4 7
                                    

“Kalau lo ngga mau cerita ngga papa kok. Kadang emang ngga semua masalah itu harus diceritain. Mungkin terlalu berat buat dibagi ke orang lain. Jadi, lebih baik disimpan. Supaya orang lain ngga tahu seberapa rapuh diri kita karena masalah itu.”  - Arga Dirgantara

***
Arga sekarang tengah duduk di sofa yang ada di ruang tamunya. Tangannya sedang memegang es batu yang dilapisi kain. Dia menekan - nekan luka memar yang ada di sudut bibir, sekitar mata, dan pelipisnya. Sesekali dia meringis kesakitan karena tak sengaja menekan lukanya terlalu keras.

Tadi siang, sepulang sekolah, Arga berkelahi dengan kakak kelasnya di lapangan dekat sekolah. Sebelum pulang, kakak kelasnya mengirimkan pesan singkat kepadanya agar menemuinya di warung dekat sekolah. Sebenarnya Arga sendiri juga tidak tahu alasan laki – laki itu meminta Arga menemuinya.

Arga datang sendirian. Namun, ternyata segerombolan anak kelas dua belas sudah menunggunya di warung. Tiba – tiba saja mereka menyerang Arga dan mengajak Arga beradu fisik. Jelas Arga kalah, satu lawan enam orang. Beruntung Arga tidak terlalu mengalami luka parah. Setidaknya dia masih bisa menyelamatkan diri.

Ponsel Arga terus bergetar. Teman - temannya tidak henti - hentinya bertanya tentang kejadian yang tadi menimpa Arga.

Pintu rumah terbuka, menandakan ada yang masuk ke rumah bergaya mediterania itu. Benar saja, beberapa detik kemudia, Arga melihat mamanya, Shopia muncul di ambang pintu. Wanita itu kini berjalan mendekati Arga.

Shopia sudah berdiri di samping sofa yang diduduki Arga, “Itu kenapa wajah kamu Arga? Kamu berantem lagi? Arga, mamah kan udah sering bilang sama kamu jangan berantem terus. Kamu emangnya ngga sayang sama tubuh kamu sendiri? Kamu jangan sok jadi jagoan gitu dong Arga.” Nada bicara mamanya masih terdengar normal tanpa emosi. Bahkan bisa dibilang khawatir melihat keadaan putra sulungnya yang bonyok itu.

“Saya juga sudah sering mengingatkan anda untuk tidak mengurusi urusan saya. Saya berantem bukan karena mau jadi jagoan. Tapi mau bela diri saya. Memangnya saya harus diam saja kalau ada yang mengeroyok saya?”

“Arga!” Shopia sudah mulai emosi. Wanita yang biasanya berbicara lembut itu kini membentak Arga.

“Saya ini mamah kamu. Kamu kenapa sih ngga bisa diatur? Kamu juga kenapa ngga bisa sedikit saja hormat sama mamah kamu sendiri? Mamah itu berusaha peduli dan sayang sama kamu. Tapi kamu ngga pernah hargai itu,” Meskipun emosi, Shopia tetap hati - hati saat berbicara. Dia tidak mau lepas kendali seperti beberapa tahun lalu. Dia tidak mau Arga pergi lagi. Wanita berambut pendek itu berusaha menjaga emosinya agar stabil.

“Anda tidak perlu repot - repot mengurusi saya. Toh selama ini sini juga saya tidak pernah merasakan kasih sayang anda. Harusnya anda bersyukur karena saya mau kembali ke rumah ini. Padahal anda masih sibuk dengan urusan anda sendiri.” Arga berbicara tanpa mau memandang wajah mamanya. Mata hitamnya tidak akan pernah mau lagi menatap mata coklat milik wanita itu.

Shopia geleng - geleng kepala, “Arga, mamah sudah berusaha menjadi ibu yang sempurna untuk kamu dan Risa. Mungkin di mata kamu, mamah terlalu sibuk memikirkan urusan mamah sendiri. Tapi ini semua juga demi kalian. Mamah harap kamu bisa segera memahami itu. Mamah pikir kamu sudah cukup dewasa untuk memikirkan hal itu.” Shopia melangkahkan kakinya menjauh dari sofa. Nada bicaranya sudah kembali seperti biasa. Hanya saja matanya mengisyaratkan sebuah kekecewaan.

Arga termenung menatap lantai. Sebenarnya dia tidak mau terus perang dingin seperti ini kepada kedua orang tuanya. Tapi, keadaan selalu memaksa Arga untuk melakukannya. Dia lelah mengucapkan semua kata - kata dingin dan kasar kepada orang tuanya. Tapi, semua kata - kata itu selalu tanpa sadar keluar dari mulutnya.

Shopia keluar dari kamarnya ketika orang yang ia cari tidak ditemukan. Wanita itu Berhenti ketika mendapati putrinya turun dari tangga.

“Risa, papah belum pulang?” Risa hanya menggeleng menatap mamanya.

Long WaitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang